wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Jagat media sosial TikTok tengah ramai dengan aksi ‘Mengemis online’. Para kreator konten mengeksploitasi diri sendiri hingga orang lain untuk mendapatkan hadiah. Mereka rela melakukan berbagai tantangan seperti mandi lumpur, berendam di air kotor, hingga mengguyurkan diri dengan air dingin selama berjam-jam. Semua dilakukan demi meraup cuan. Tak sedikit pula yang menjadikan objek eksploitasinya adalah orang tua atau lansia.
Seperti diketahui, dalam media tersebut terdapat fitur gift dan bisa ditukarkan dengan uang. Satu koin TikTok setara Rp250. Tidak hanya itu, hadiah di TikTok dibuat dalam beberapa jenis dengan nilai yang berbeda, misalnya ikon Mawar, kopi, atau kerucut es krim setara satu koin. Gambar Singa setara 29.999 koin sekitar Rp7,4 juta. Hadiah bergambar roket dan kastil fantasi nilainya sekitar Rp5 juta atau setara 2.000 koin. Hadiah virtual terdahsyat yakni TikTok Universe yang dibanderol senilai 34.999 koin atau seharga Rp8 juta. Fantastis tapi bikin miris. Cuan yang ditawarkan sangat menggiurkan. Tak heran berbondong-bondong melakukan aksi ini. Bahkan seolah menjadikannya sebagai mata pencaharian.
Menurut Sosiolog dari Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, fenomena mengemis online bukanlah hal yang baru, tetapi mulai membesar sejak pandemi Covid-19 dikarenakan banyak yang terkena PHK. Devie menambahkan, mengemis online dianggap lebih menguntungkan karena mudah, murah, dan lebih luas jangkauannya. Ada juga yang melakukannya karena didasari oleh kecanduan obat-obat terlarang sehingga cara paling gampang mendapatkan uang dengan pura-pura minta pertolongan. Selain itu, ada pula karena alasan untuk memenuhi kebutuhan “gaya hidup”, diambillah cara praktis dengan mengemis.
Benar, banyak faktor yang menyebabkan mengemis online ini merebak di tengah-tengah masyarakat. Selain tidak adanya pemenuhan kebutuhan hidup dari negara, tuntutan gaya hidup yang hedonis dan materialistis karena diterapkannya sistem kapitalis mendorong rakyat untuk menghalalkan segala cara untuk mendapatkan cuan termasuk merendahkan harga dirinya.
Padahal jika merujuk pada Islam, sudah sangat jelas Islam melarang meminta-minta. Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa meminta-minta kepada orang lain dengan tujuan untuk memperbanyak kekayaannya, sesungguhnya ia telah meminta bara api; terserah kepadanya, apakah ia akan mengumpulkan sedikit atau memperbanyaknya.” (HR Muslim no. 1041). Hadits ini menunjukkan pada kita bahwa sikap seorang muslim saat diuji kesulitan ekonomi tetap harus ikhtiar bekerja dalam menjemput rezeki. Apalagi jika kondisi fisiknya masih mampu untuk bekerja. Bukan justru mengambil cara cepat dengan meminta-minta.
Selain peran dari individunya sendiri untuk tetap berusaha dengan maksimal dalam mencari rezeki, pihak lain pun seperti masyarakat dan negara juga memiliki peran. Misalnya di masyarakat selalu ditumbuhkan rasa kepedulian dengan sesama. Sehingga ketika ada tetangganya yang kekurangan dan memerlukan pertolongan bisa saling membantu. Pun ketika ada yang melakukan perbuatan negatif (merendahkan harga dirinya) langsung diingatkan.
Sedangkan dari pihak negara bisa dengan cara mengedukasi masyarakat agar tertanam kesadaran untuk menjaga martabat dan kemuliaannya sebagai manusia dan tetap terikat aturan Allah Swt. Menjadikan rida Allah diatas segalanya. Negara juga memberikan kemudahan kepada rakyatnya untuk mendapatkan pekerjaan sehingga mampu memenuhi kebutuhan pokoknya dan memberikan pelayanan publik yang gratis atau mudah dijangkau.
Ketika peran diatas dijalankan dengan baik maka tidak akan lahir pengemis jalanan ataupun online.
Neneng Sri Wahyuningsih
Views: 17
Comment here