Opini

Mewaspadai Upaya Terselubung di Balik Sertifikasi Dai

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Ummul Asminingrum, S.Pd.

Wacana-edukasi.com  Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR menyebut akan melakukan sertifikasi wawasan kebangsaan bagi para dai dan penceramah. Sertifikasi ini dilakukan dalam rangka penguatan moderasi beragama (Republika.co.id, 04/06/2021).

Wacana sertifikasi bagi penceramah atau sertifikasi dai memang bukan hal yang baru. Wacana ini muncul pertama kali di Kementerian Agama (Kemenag) sejak era Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Kala itu wacana ini banyak menuai kontroversi di kalangan masyarakat. Saat itu program sertifikasi dai diadakan guna mencegah atau menyaring penceramah yang mengarah pada paham radikal.

Sedangkan wacana sertifikasi dai hari ini terkait dengan penguatan moderasi beragama. Selain itu juga untuk meningkatkan kompetensi para dai dalam menjawab dan merespons isu-isu aktual dengan strategi metode dakwah yang menitikberatkan pada wawasan kebangsaan atau slogan Hubbul Wathon Minal Iman.

Mempertanyakan Urgensitas Sertifikasi Dai

Ditengah kondisi negeri yang sedang tidak baik-baik saja, pemerintah justru bersikap kontradiktif dengan mengeluarkan kebijakan yang dinilai tidak menyelesaikan masalah yang ada. Bagaimana negeri ini dikatakan baik-baik saja apabila utang negara semakin membumbung tinggi. BUMN merugi, diberitakan bahwa utang PLN mencapai Rp500 triliun. Sedangkan PT Garuda Indonesia rugi Rp1,4 triliun per bulan, karena pendapatan yang diterima tak sebanding dengan beban biaya yang dikeluarkan.

Di sisi lain, TKA asal Negeri Tirai Bambu terus berdatangan ke Indonesia dengan mudahnya, akibat konsekuensi dari UU Omnibus Law Ciptaker. Padahal ribuan rakyat negeri ini mengalami PHK massal dan sulitnya mendapatkan lapangan kerja. Belum lagi kabar adanya ribuan PNS “gaib” yang merugikan negara dan mencuri uang rakyat. Hal yang paling urgen untuk segera diselesaikan adalah pandemi corona yang makin menggila, tetapi penanganan tak jelas juntrungannya. Anehnya pariwisata justru terus dibuka dengan dalih menambah pendapatan negara.

Begitu banyak persoalan bangsa ini dan itu menyangkut hajat hidup orang banyak yang menuntut pemerintah untuk segera menyelesaikannya. Bukan malah terus membuat program yang tidak ada kaitannya dengan segudang problem yang menghantam negeri ini. Ironisnya itu terus menyasar agama Islam dan pengembannya.

Selain mempertanyakan urgensitas program ini. Masyarakat juga mempertanyakan dampaknya bagi para da’i. Oleh sebab itu, Sekjek MUI Dr. Amirsyah Tambunan pun menolak rencana tersebut. Sebab, menurut beliau sertifikasi ini tidak jelas manfaat yang diterima oleh penceramah dan dai yang akan disertifikasi. Diakui Amirsyah, pihaknya lebih mengutamakan peningkatan kompetensi, baik menyangkut substantif, yakni peningkatan penguasaan materi maupun metodologi dakwah agar sesuai tuntutan zaman.

Meningkatkan Kompetensi atau Diskriminasi?

Seperti yang dipertanyakan Dr. Amirsyah, Banyak pihak mempertanyakan konsekuensi dari program ini. Apakah hanya ditujukan kepada para dai yang notabene berasal dari agama Islam atau ditujukan juga kepada pastur, pendeta, biksu, dan lain sebagainya. Sebab, semuanya termasuk di bawah naungan Departemen Agama (Depag). Juga berasal dari organisasi kemasyarakatan, agama, serta lembaga dakwah yang cukup luas.

Bukan hanya Dr. Amirsyah selaku Sekjen MUI yang menilai program ini tidak adil dan diskriminatif. Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh Hidayat Nur Wahid selaku Wakil Ketua MPR tahun lalu. Menurutnya, walaupun sertifikasi dai ini diadakan, penerapannya harus ditujukan untuk penceramah dari semua agama. Agar tegaklah keadilan, tidak saling mencurigai. Bila hanya untuk umat Islam bukankah itu termasuk tindakan diskriminatif dari pemerintah.

*Dikhawatirkan Hanya Program Titipan*

Bukan sebuah kemustahilan, tetapi patut diwaspadai bahwa program ini ditujukan untuk membungkam sikap kritis umat yang sadar akan kezaliman rezim saat ini. Tak bisa kita menutup mata bahwa akhir-akhir ini umat Islam semakin ditekan. Sejak kemarahan umat pada kasus penistaan agama yang melibatkan gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, hingga berhasil menyeretnya ke jeruji besi. Umat Islam terus mengalami diskriminasi. Ulamanya banyak yang dipersekusi, terutama mereka yang vokal menyerukan keadilan dan berani mengkritik kezaliman penguasa.

Ketua umum Ikatan Da’i Indonesia (Ikadi) KH. Ahmad Satori mengingatkan bahwasanya jangan sampai ada “syahwat-syahwat” dari golongan tertentu dalam program ini. Menurutnya hadirnya sertifikasi ini bagus apabila ditujukan untuk meningkatkan kompetensi. Namun, apabila tujuan sertifikasi tersebut hanya “titipan” dari golongan tertentu sangat disayangkan. (Dikutip dari AyoBandung.com, 04/06/2021).

Kewajiban Amar Makruf Nahi Mungkar

Apabila alasan diadakannya sertifikasi dai untuk kompetensi pendakwah, dalam artian pendakwah adalah orang yang menyampaikan pemikiran Islam. Meningkatkan kompetensi harusnya terkait keilmuan yang mendukung misalnya seputar hukum-hukum Islam, fikih, Al Qur’an, Hadis, dan sebagainya. Sehingga pendakwah-pendakwah yang lahir adalah yang betul-betul memahami Islam dan mampu menyampaikan kepada umat.

Ketika pendakwah memahami syariat Islam secara kafah tentunya akan terbentuk juga cinta kepada bangsa dan tanah air. Bahkan cinta kepada seluruh bumi karena menyadari semua yang ada di bumi ini adalah amanah dan titipan dari Allah SWT yang harus dijaga sesuai dengan yang Allah percayakan kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi.

Pendakwah itu bukanlah orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi. Termasuk tidak akan merusak bangsanya. Dia tidak akan menyuarakan hal-hal yang bertentangan dengan aturan Allah SWT. Misalnya, mendukung liberalisasi pengelolaan SDA oleh investor asing padahal SDA sejatinya adalah milik umum yang tidak boleh diserahkan kepada individu/ investor.

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ

“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Pada hakikatnya, pendakwah-pendakwah yang paham Islam atau memiliki kompetensi terhadap syariat Islam tentu tidak akan berbuat kerusakan atau merusak bangsa dan tanah airnya. Mereka justru yang akan menyelamatkan bangsa dari cengkeraman penjajah. termasuk penjajahan gaya baru baik dari akidah, budaya, pemikiran, ekonomi, dan lain sebagainya.

Bisa kita lihat para ulama di masa perjuangan kemerdekaan bangsa ini mereka berada di garda terdepan untuk mengusir para penjajah dan mereka memiliki kecintaan yang besar terhadap bangsa dan Tanah Air Indonesia.

Selain itu menyebarkan Islam adalah sesuatu yang diwajibkan oleh Allah SWT. Kewajiban ini dibebankan kepada muslim laki-laki maupun perempuan sebab ini termasuk bagian dari amar makruf nahi mungkar. Tidak peduli ia memiliki sertifikat sebagai penceramah atau tidak.
Berdakwah adalah tugas mulia dalam pandangan Allah SWT, sehingga dengan dakwah tersebut Allah menyematkan predikat khairu ummah (sebaik-baik umat) kepada umat Muhammad SAW. Firman Allah SWT:

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّـهِ … ﴿١١٠﴾

“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS: Ali Imran 110)

Bukankah Allah SWT juga menganjurkan kepada kita untuk menyampaikan ilmu meski pun hanya satu ayat yang kita tahu?

Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ta’ala ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً

“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat.”_ (HR. Bukhari).

Wallahu a’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 2

Comment here