wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Seorang pria bernama Jali Kartono membakar istrinya sendiri, Anie Melan, di rumahnya, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Jali nekat membakar istrinya hidup-hidup lantaran terbakar api cemburu usai mengetahui istrinya chatting dengan pria lain. “Si laki-laki ini teramat sangat cemburu, sebab melihat istri yang disayangi dan betul-betul tulus dicintainya bisa berhubungan dengan laki-laki idaman lain. Makanya dia gelap mata,” ujar Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro. Dilansir Kompas.com,(05/12/2023).
Peristiwa yang terjadi Kebayoran Lama ini, telah menambah daftar panjang kasus KDRT yang terjadi di negara kita. Hingga lima tahun terakhir, angka laporan kasus KDRT kepada kepolisian menduduki peringkat tertinggi. Catatan Mabes Polri hingga Juli 2023, laporan kasus KDRT hingga mencapai 2.261 kasus.
Tentu ada banyak penyebab yang melatarbelakangi KDRT. Baik faktor eksternal maupun internal. Berawal dari misi membangun rumah tangga yang keliru. Mengabaikan aspek sakinah, mawadah, dan warahmah. Semuanya karena asas sekularisme yang bercokol dalam kehidupan. Bahtera rumah tangga tak lagi dibangun berdasarkan landasan Islam. Saat rumah tangga jauh dari aturan Islam, maka perselisihan antar suami pun tak terelakan, hingga berujung kekerasan.
Hari ini, banyak suami yang tidak mengetahui fungsi pemimpin dalam rumah tangga. Ia hanya bisa memberi cinta dan kasih sayang, memberikan riski dan perhatian saja. Padahal, pemimpin dalam keluarga berkewajiban memahamkan istri dan anak-anak beserta keluarga dengan pemahaman-pemahaman Islam tanpa batas waktu. Agar seisi rumah paham akan fungsinya masing-masing. di mana suami sebagai kepala keluarga, istri sebagai manajer dan pendidikan anak-anak, sementara fungsi anak yaitu berbakti kepada orangtua.
Nah, pemahaman-pemahaman tersebut dilakukan agar mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Bukan menjadi keluarga yang jauh dari kata harmonis. Agar semua terkondisikan bahwa seorang istri harus taat kepada suami kepada hal-hal yang tidak melanggar hukum syariat. Tidak selingkuh, dan tidak melakukan hal-hal yang menimbulkan keretakkan rumah tangga. Namun, apalah daya. Cara pandang kehidupan yang berdasarkan sekularisme dan kapitalisme telah menjauhkan fungsi sakinah mawadah warahmah dari keluarga. Karena keluarga tidak diatur dengan Islam, maka masing-masing anggota keluarga tidak memahami perannya lagi. Maka tidak salah kota menyebut sekularisme ini sebagai borok dalam rumah tangga.
Berbeda dengan Islam yang memiliki aturan paripurna. Islam mengatur peran anggota dalam rumah tangga maupun dalam kehidupan umum berjalan dengan sempurna. Islam mewajibkan rumah tangga dibangun dengan tujuan ibadah, bukan sekadar untuk melampiaskan gharizah nau yakni naluri melestarikan keturunan. Selain itu, Islam juga memerintahkan suami-istri untuk mengajarkan tentang agama terhadap semua anggota keluarganya. Keluarga adalah tempat penanaman nilai moral Islam melalui pemahaman, penyadaran dan praktek dalam kehidupan sehari-hari, dan pada akhirnya terciptalah suasana keagamaan di dalamnya.
Islam memiliki aturan dalam menjalankan rumah tangga, dengan segala pernak-perniknya sehingga terwujud baiti jannati. Negara pun akan mendidik masyarakat agar mampu mengendalikan dirinya agar semua berjalan dengan baik, tidak membahayakan diri dan juga yang lain. Sungguh indah jika sebuah keluarga hidup di bawah bimbingan Islam agar mewujudkan keluarga yang harmonis. Wallahu’alam!
Oleh. Eva Ariska Mansur (Anggota Ngaji Diksi Aceh)
Views: 5
Comment here