Oleh : Dzakiyah Kadziyah Al Khansa Wahdah, S.Pd., Gr
(Guru dan Pemerhati Remaja)
wacana-edukasi.com, OPINI– Pelecehan dinegeri ini bukanlah hal tabu, Hampir disetiap harinya terjadi kasus pelecehan. Namun parahnya, belakangan ini diketahui adanya kasus pelecehan yang pelakunya adalah anak SD berusia 8 tahun. Diketahui pelaku pelecehan ini terdiri dari 3 orang siswa yang merupakan teman bermain sang anak korban pelecehan. Pelaku melakukan aksinya sudah berulang-ulang kali hingga membuat korban trauma. Saat kejadian orang tua hanya mengawasi anak bermain dari ruang tamu sehingga orang tua tidak melihat kejadian tersebut.
www.liputan6.comhttps://www.liputan6.com/health/read/5186400/kasus-siswi-tk-di-mojokerto-diperkosa-3-anak-sd-dampak-lain-ketika-edukasi-seks-dianggap-tabu
Edukasi Seksual
Melihat fakta ini, sebagai orang tua kita dituntut agar lebih mengawasi dan membimbing anak tentang pergaulan dan pengetahuan dini tentang pengendalian naluri nau’ atau naluri berkasih sayang. Usia diatas 7 tahun sudah diharuskan diberikan edukasi seks. Namun, kebanyakan orang tua tidak memahaminya. Selain itu orang tua menganggap anak SD belum saatnya mengetahuinya. Padahal, dengan melihat fakta yang terjadi dan bebasnya anak mengakses internet tidak dipungkiri mereka lebih sering melihat dan menonton hal yang tidak seharusnya. Tontonan seperti video porno, video asusila dan lainya beredar luas dijagat maya. Kebebasan dalam mengkases inilah yang membuat anak berani melakukannya karena adanya dorongan naluri nau’nya. Seharusnya anak seusianya fokus belajar dan belum saatnya bangkit naluri nau’nya namun karena seringnya melihat tidakan asusila maka bangkitlah naluri nau’nya. Semua ini tidak lepas dari kontrol orang tua dalam mengawasi anaknya.
Kondisi ini diperparah dengan merebaknya kerusakan moral di masyarakat. Paham kebebasan menjadikan individu bebas melakukan apa pun yang disukainya, termasuk seperti pornografi dan pornoaksi, sementara itu, masyarakat makin permisif membiarkan individu melakukan apa saja dan mengabaikan fungsi kontrol sosial. Jika hal ini dibiarkan maka tidak menutup kemungkinan hal yang terjadi di Mojokerto akan terjadi lagi di daerah lainnya. Sebagai orang tua kita harus memberi pemahaman pada anak bahwa ada beberapa bagian tubuh yang tidak boleh orang lain selain orang tua.
Keluarga yang digadang-gadang menjadi benteng terakhir ternyata tidak luput dari kerusakan. Kesibukan orang tua, termasuk ibu yang ikut bekerja, membuat anak tidak terpantau dengan baik perkembangan moral dan agamanya. Disatu sisi proses perusakan anak justru banyak berlangsung dilingkungan yang paling dianggap aman yaitu rumahnya. Merebaknya kejahatan anak bukanlah disebabkan satu faktor saja, melainkan banyak faktor. Namun, inti atau akar masalah dari semua kejahatan dan kerusakan yang terjadi karena sekulerisme yang menjauhkan agama dari kehidupan.
Peraturan Islam yang Paripurna
Islam sebagai suatu sistem yang sempurna bersumber dari sang pencipta manusia dan seluruh alam semesta. Islam sangat menjaga pergaulan perempuan dan laki-laki. Islam telah memberikan solusi terkait masalah kejahatan anak. Sayangnya masyarakat belum mengambil solusi cemerlang dari ideologi islam dalam menyelesaikan setiap masalah dalam segala aspek.
Islam mengatur pergaulan dengan sangat baik mulai anak balig hingga dewasa. Batasan balig laki-laki adalah al-ihtilam atau bermimpi basah, sedangkan bagi anak perempuan haid dan kehamilan. Umumnya anak laki-laki mengalami balig pada usia 12-15 tahun, sedangkan anak perempuan pada usia 9-12 tahun. Ketika anak sudah berusia 7 tahun maka wajib tidur sendiri dan terpisah dari orangtua. Anak juga tidak boleh satu tempat tidur dengan saudaranya dan tidak boleh dengan satu selimut. Ketika anak sudah berusia 7 tahun maka wajib memiliki tanggung jawab terhadap sholatnya dan di pahamkan terkait hukum-hukum syara’.
Pentingnya Kontrol Negara
Negara sangat berperan sebagai kontrol negara, karena negara berperan sebagai benteng untuk melindungi anak, tanpa sebuah negara maka hukum islam tidak bisa diterapkan dan kontrol negara juga tidak bisa dilaksanakan. Anak secara psikologi lebih mudah dipengaruhi oleh lingkungannya. Oleh karena itu, Ketika ia melihat anak seusianya melakukan kejahatan dan lantas dijatuhi hukuman tegas, akan muncul dalam dirinya ketakutan yang lebih besar sehingga ia akan tercegah dari melakukan perbuatan serupa. Dengan demikian, satu atau dua anak yang dijatuhi hukuman bisa menyelamatkan sekian banyak anak lainnya dari perbuatan kejahatan.
Negara pun akan membentengi akidah dan akhlak anak dengan melarang peredaran miras, narkoba, produk-produk bermuatan pornografi dan seluruh pemikiran sesat yang merusak. Negara pun akan menjamin Pendidikan berkualitas bagi anak dan seluruh warga untuk membentuk akidah, kepribadian, dan karakter keilmuan berlandaskan islam. Negara pun akan menjamin disegala aspek, tidaknya sistem ekonomi dan sosial, tapi menyeluruh keseluruh aspek dalam kehidupan. Ketika negara telah ada maka khalifah akan menjadi tameng atau pelindung bagi ummat.
Telaah Hadis
Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan hadits dari jalur Abu Hurairah ra, bahwa Nabi shalla-Llahu ‘alaihi wa Sallama, bersabda:
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ ، وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ [رواه البخاري ومسلم]
“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Khalifah menjadi junnah (perisai) bagi umat Islam, khususnya, dan rakyat umumnya, meniscayakan Imâm harus kuat, berani dan terdepan. Kekuatan ini dibangun karena pondasi pribadi dan negaranya sama, yaitu akidah Islam.
Wallâhu a’alam bish-shawâb wa shallallâhu ‘alâ nabiyyinâ Muhammad.
Views: 2
Comment here