Surat Pembaca

Minimnya Kesadaran Politik Perempuan

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Ketua Komisi I DPRD Kalbar, Angeline Fremalco mengkritisi Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten dan Kota yang ditetapkan pada 17 April 2023. Dia mendesak KPU segera merevisi aturan itu lantaran dianggap mencederai hak perempuan dalam politik dan berpotensi menjadikan keterwakilan perempuan di bawah 30 persen. (https://pontianakinformasi.co.id/ 11/05/2023).

Menurutnya implementasi keterwakilan 30 persen perempuan di parlemen saat ini sudah berjalan ke arah lebih baik meski belum optimal. Menurutnya, pada Pemilu legislatif 2014 lalu hanya tujuh perempuan, kini sudah terdapat 12 anggota DPRD yang berasal dari kaum perempuan.

Ketua Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KKPI) Kalbar ini berpendapat, PKPU ini tidak sejalan dengan semangat pemerintah yang memberikan peluang kepada politisi perempuan berkiprah di dunia politik. Pasalnya dalam klausul Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 mengatur soal pembulatan desimal ke bawah, dalam teknis penghitungan proporsi jumlah perempuan di satu daerah pemilihan.

Jauh panggang dari api. Sebenarnya jika politikus perempuan menghendaki lebih banyak perempuan terlibat dalam politik dengan harapan suara perempuan akan mewarnai kebijakan penguasa, pada kenyataannya tidak terbukti memberikan kebaikan bagi “nasib” perempuan. Negeri ini pernah dipimpin oleh seorang perempuan, tetapi apakah kebijakannya prorakyat? Kita semua telah tahu jawabannya. Pergantian orang di kursi kekuasaan sudah berkali-kali dilakukan, bahkan pernah perempuan menduduki posisi tertinggi sebagai penentu kebijakan ataupun di legislatif, tetapi keadaan tidak kunjung berubah, justru makin parah.

Tuntutan kuota perempuan di dalam parlemen dan tuntutan independensi hak suara perempuan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu bukti bahwa indikator peran politik perempuan dewasa ini diukur oleh keberadaannya dalam parlemen semata.

Meski perempuan memang harus cerdas dan harus memiliki kesadaran politik, tanpa melihat latar belakang ataupun profesinya. Bahkan seorang ibu rumah tangga pun harus cerdas dan juga memiliki kesadaran politik. Ini karena seorang perempuan, di satu sisi ia sebagai ibu yang memiliki tugas mulia sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya sehingga di tangannyalah tumbuh kembang anak bisa berlangsung selamat. Di sisi lain, sebagai bagian dari masyarakat ia pun berperan dalam mengantarkan masyarakat kepada kemajuan, menentukan corak kehidupan masyarakat yang akan dibentuk di masa mendatang.

Secara imani dan realistis, penyelesaian mendasar dari semua persoalan ini hanyalah dengan mencampakkan sistem yang rusak dan kembali kepada Islam yang berasal dari Yang Maha Sempurna dan Maha Adil, yaitu sistem Islam. Membawa rahmat bagi manusia secara keseluruhan, baik laki-laki maupun perempuan.

Ketika perempuan muslimah memainkan peran politiknya, ia tidak boleh abai terhadap status hukum masing-masing aktivitas yang akan dijalankannya. Diatur dengan seperangkat hukum yang terkumpul dalam al-ahkam al-khamsah (lima hukum perbuatan manusia: wajib, sunah, mubah, makruh, dan haram). Peran politik perempuan dalam melakukan muhasabah atau koreksi terhadap penguasa juga bukan sekadar teori, tetapi benar-benar telah terjadi dalam kehidupan masyarakat Islam.

Oleh : Yeni A., M.Sos
Pontianak- Kalbar

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here