Oleh: Nur Azizah (Aktivis Muslimah Balikpapan)
Belum lama Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No 10 Tahun 2021 terkait Bidang Usaha Penanaman Modal. Dalam lampiran III Perpres ini, terdapat aturan yang mengatur minuman keras (miras) yakni adanya kebolehan bidang usaha miras di daerah tertentu yaitu Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. Hal inipun menuai kontroversi ditengah masyarakat. Ada yang pro dengan perpres ini, tetapi tidak sedikit juga yang menolaknya.
Fraksi Partai Golkar misalnya, yang mendukung perpres miras selama masih sesuai dengan koridor yang berlaku, terlebih perpres ini dinilai memberi angin segar bagi perekonomian di Indonesia yakni mampu menambah devisa negara juga pendapatan daerah (detik.com, 28/02/21).
Adapun yang menolak baik dari kalangan pejabat, tokoh ulama, hingga masyarakat biasa tentu bukan tanpa alasan. Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar keberadaan miras tentu sangat bertentangan dengan prinsip hidup seorang muslim. Minuman keras/khamr termasuk minuman beralkohol yang diharamkan dalam islam sebab dzatnya yang memabukkan serta dapat menghilangkan akal.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Allah melaknat khamr dan juga melaknat peminumnya, orang yang memberi minum, orang yang memerasnya (membuatnya), orang yang meminta diperaskan (minta dibuatkan), penjualnya, pembelinya, pembawanya, orang yang dibawakan kepadanya, dan orang yang memakan hasil penjualan khamr.” (HR. Ahmad)
Tak hanya itu, miras juga menjadi induk dari berbagai kriminalitas. Baik kekerasan, pemerkosaan, kecelakaan, pembunuhan, dan sebagainya. Organisasi Internasional Kesehatan Dunia (WHO) juga mengestimasi sebanyak 237 juta pria dan 46 juta wanita di dunia terkena dampak buruk dari kebiasaan mengonsumsi alkohol. Sehingga, sudah selayaknya kaum muslim menolak legalitas adanya miras karena perintah Allah Swt. yang tentunya akan membawa kebaikan yakni menjauhkan kemudharatan yang disebabkan oleh minuman beralkohol.
Dalam QS. Al Maidah ayat 90 Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Akan tetapi nyatanya, hari ini kita hidup dalam sebuah sistem kapitalisme. Sekalipun kini penguasa telah mencabut izin investasi M
miras yang tertuang dalam perpres tersebut tampaknya masih penuh tanda tanya. Sebab, hal ini bukan tabiat dari kapitalisme itu sendiri. Sistem kapitalisme menilai boleh tidaknya segala sesuatu berdasarkan asas manfaat/untung rugi. Semua menjadi boleh ketika ada manfaat atau keuntungan di dalamnya sekalipun harus menabrak syariat.
Dalam kacamata sistem kapitalisme juga tidak hanya minuman keras (miras) saja yang bisa berubah menjadi “Halal”. Prostitusi, konten pornografi, riba, dan sebagainya bisa saja berubah hukum dari haram menjadi halal ketika memberikan manfaat, seperti memberikan pemasukan pajak, lapangan pekerjaan, membangun negara ataupun lainnya. Walau akhirnya harus menggadai moral generasi bangsa. Semakin menjauhkan mereka dari gelar terbaiknya yaitu khairu ummah. Begitulah tabiat kapitalisme. Menjadikan asas manfaat sebgaai timbangan halal dan haram. Kapitalisme akan selalu menjadikan para pemilik modal yang memiliki kekuatan besar sebagai pemegang kendali. Salah satunya penentu kebijakan publik. Sistem ini pula yang menimbulkan ketimpangan sosial dalam kehidupan.
Berbeda dengan sistem Islam. Sistem Islam sangat menjaga martabat manusia. Asas manfaat tak berlaku dalam sistem ini karena standar boleh tidaknya sesuatu berdasarkan aturan Allah bukan aturan manusia yang berasal dari akalnya yang terbatas. Apa yang dikatakan haram dalam pandangan syariat akan tetap menjadi haram dan tidak boleh dilakukan atau diambil sekalipun mengandung banyak manfaat seperti minuman keras/khamr yang memberi pemasukan bagi perekenomian negara, pun sebaliknya apa yang dikatakan halal oleh syara akan tetap menjadi halal meski manusia tak suka dan ditolak seperti dakwah khilafah.
Sistem Islam juga mampu menjamin terjaganya akal dengan menjauhkan serta menghilangkan segala penyebab yang dapat merusak akal manusia seperti minuman keras, narkoba, pornografi dan lainnya. Aturan akan dibuat beserta sanksi tegasnya bagi para pelanggar agar memberikan efek jera yang semua itu dilaksanakan semata-mata sebagai bentuk ketaatan kepada Allah Swt. bukan timbangan untung rugi. Karena segala apa yang menjadi perintahnya tentu mengandung kebaikan serta apa yang dilarang oleh-Nya pasti terdapat kemudaratan di dalamnya.
Penting bagi kaum muslim untuk melek terhadap akar persoalan agar tidak hanya melihat suatu masalah dari permukaannya saja. Sistem kapitalisme yang tengah diberlakukan di berbagai belahan dunia dinilai sukses memutarbalikkan hukum-hukum Islam. Membuat umat merasa nyaman dengan belenggu kemaksiatan. Membawa umat kepada jurang kehancuran serta kesengsaraan di dunia dan di akhirat. Oleh karenanya, sudah sepatutnya kita mencabut akar permasalahan kehidupan yaitu dengan membuang jauh-jauh sistem jahiliyah (kapitalisme) ini kemudian menggantinya dengan sistem Islam yang akan mendatangkan berkah di dunia dan akhirat serta meraih predikat ummat terbaik (khairu ummah) yang taat pada syariat.
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah: 50)
Views: 37
Comment here