Surat Pembaca

Miras, Mengancam Generasi

blank
Bagikan di media sosialmu

Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA— Miris, Yogyakarta kini kelihangan budaya malu dalam pengonsumsian miras. Hal ini tampak dengan adanya outlet miras yang terang-terangan dan terus menggurita serta dukungan pemerintah terkait legalisasi miras. Distribusi miras akan terus berlangsung selama permintaan konsumen ada. Apalagi jika pemerintah tidak menutup kran suplayernya. Sebaliknya, justru pemerintah memberikan izin distribusi miras dengan hanya memberikan penekanan batasan umur bagi konsumen.

Meskipun sudah banyak fakta yang terjadi akibat konsumsi miras sampai pada level kriminalitas, tetapi tetap saja tidak menjadi perhatian dalam pengambilan kebijakan terkait dengan legalisasi miras. Hal tersebut jelas dikarenakan adanya manfaat materi yang diperoleh dari penjualan miras, baik dari segi pengusaha maupun pemerintah sebagai pengambil kebijakan hingga pajak miras. Dengan adanya banyak permintaan inilah justru semakin dianggap menambah nilai keuntungan. Meskipun pembidikan konsumen usia 21 tahun ke atas, nyatanya banyak juga remaja usia 12 hingga 20 tahun yang mengonsumsi miras. Wajar saja ini terjadi karena memang tidak ada pengawasan.

Sering kali, faktor utama dari tingginya permintaan miras ini dikarenakan alasan konsumsi untuk melupakan masalah dalam waktu sesaat, untuk esistensi diri, sampai pada untuk kesenangan saja. Konsumsi miras jelas akan menghilangkan pemikiran secara jernih, jika ternyata konsumen juga banyak di kalangan anak-anak dan remaja maka tidak hanya kriminalitas yang terjadi, namun dapat berdampak terhadap kualitas generasi.

Sungguh, kerusakan yang nyata hidup dalam naungan sistem kapitalisme ini. Dimana asas manfaat dan materi lebih penting. Masyarakat bahkan pemerintah seolah menutup mata terhadap dampak yang lebih berbahaya dari sekadar manfaat dan keuntungan yang didapat. Sistem yang rusak ini, seakan menyuburkan permintaan konsumen dengan terus membuka toko (outlet) penjual miras berizin di Yogyakarta dan wilayah lainnya. Seharusnya pemangku kebijakan menyadari bahwa miras dapat merubah perilaku masyarakat dan mengancam rusaknya generasi.

Jelas, dalam sistem Islam, miras adalah barang haram, sehingga dilarang untuk didistribusikan apalagi dikonsumsi. Banyak hal negatif yang diakibatkan dari konsumsi miras. Maka, sudah seharusnya persoalan miras ini bukan untuk diatur tetapi dilarang. Tentu saja, pelarangannya hanya bisa dilakukan oleh pemangku kebijakan dengan terus melakukan pengawasan. Begitulah seharusnya penguasa, berpihak pada kepentingan masyarakat.

Bukan seperti sistem demokrasi sekarang, penyusunan peraturan yang dibuat tetap memberikan celah bagi pengedar dan konsumen dengan adanya pasal karet. Alih-alih hanya untuk mendapatkan manfaat dan keuntungan materi tanpa melihat dampak yang lebih buruk.

Sungguh, sistem demokrasi tidak pantas dijadikan sebagai sistem kehidupan manusia. Segera kembali pada hukum Allah Swt. yang sempurna, yang menjadikan umat manusia hidup dalam keberkahan dan senantiasa diliputi kebaikan di dalamnya.

Linggar Esty Hardini, S.Geo
Ngaglik, Sleman, DIY

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 8

Comment here