Oleh: R. Nugrahani, S.Pd.
wacana-edukasi.com, OPINI– Hari Tuberkulosis (TBC) sedunia diperingati setiap tanggal 24 Maret yang kali ini, diadakan secara daring. Dalam kesempatan itu, Direktur Pencagahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PTM) Kemenkes, Imran Rambudi, M.P.H.M menyampaikan bahwa di tahun 2023 ini, kasus TBC di Indonesia masih tergolongan sangat tinggi. Terbukti bahwa Indonesia menempati urutan kedua setelah India di urutan pertama, sebagai negara penyumbang terbanyak berkaitan dengan adanya kasus TBC.
Melansir data dari Global TB Report (GTR) pada tahun 2022 tercatat perkiraan kasus TBC sejumlah 969.00 berdasarkan kasus yang ditemukan sebanyak 354 per 100 ribu penduduk. Bahkan sejak tahun 2021 secara signifikan kasus TBC di Indonesia meningkat. Tahun 2021 tercatat 443.235 kasus. Tahun 2022 meningkat menjadi 717.941 kasus. Di awal tahun 2023 sementara tercatat 118.438 kasus.
Meskipun kasus TBC produktif di Indonesia ada pada usia 45 hingga 54 tahun, nyatanya kasus TBC anak pun meningkat tajam. Terdapat sekitar 42.287 kasus di tahun 2021. Kemudian di tahun 2022 mengalami peningkatan menjadi 100.726 kasus. Sedangkan di awal tahun 2023 masih tercatat sejumlah 18.144 kasus. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa kasus TBC pada anak mengalami kenaikkan lebih dari 200 persen.
Sementara kasus TBC yang terjadi di usia produktif, tercatat 54.887 kasus ada pada kalangan buruh. Kemudian 51.941 kasus ada pada peternak atau nelayan. Di kepegaiwaian swasta atau BUMD atau BMUN tercatat sebanyak 37.235 kasus. Sedangkan 4.778 kasus ada pada kalangan PNS. Dari sini terlihat bahwa kasus terbanyak ada di kalangan buruh, berikutnya petani-nelayan, pegawain swasta, dan baru lainnya.
Melihat data diatas, tampak bahwa dalam kurun kurang dari tiga tahun kasus TBC di Indonesia mengalami peningkatan kasus yang sangat besar. Padahal penanggulangan penyakit TBC di Indonesia telah dilaksanakan lebih dari 70 tahun lalu.
Memang kasus penyakit TBC tak lagi menjadi isu dalam negeri. Kasus ini telah menjadi isu dunia internasional. Bahkan pada tahun 2022 Stop TB Partnersip telah menerbitkan Global Plan to End TB 2023 – 2030. Dalam dokumen tersebut dijelaskan bahwa dari tahun 2023 hingga tahun 2030 dibutuhkan invesatasi dunia sebanyak US$250 juta untuk mengakhiri ancaman dari penyakit TBC di tahun 2030. Hal ini menjadi tantangan secara internasiolan dikarenakan adanya efek Covid-19 dan adanya efek dari perang di Ukraina.
Di Indonesia sendiri, pemerintah secara resmi telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) no. 67 tahun 2021 tentang penggulangan TBC. Upaya penanggulangan penyakit TBC di Indonesia pun tidaklah mudah. Dengan adanya pandemi Covid-19, maka fokus program kesehatan untuk sementara dialihkan pada penanggulangan pandemi. Karena itu, kondisi seperti ini bisa menyebabkan mudahnya penularan TBC yang tentunya akan menambah jumlah kasus serta sumber penularan dari penyakit TBC.
Menindaklanjuti Perpres tersebut, maka Kementrian Ketengakerjaan (Kemenaker) mengeluarkan Peraturan Mentri (Permen) no. 13 tahun 2022 tentang penanggulangan Tuberkolusis di tempat kerja. Yang menjadi sasaran pelaksanaan permenaker ini, yaitu pengusaha dan pengurus perusahaan, dokter perusahaan, buruh atau pekerja dan pengawas ketenagakerjaan melakukan pengawasan atas pelaksanaan penanggulangan TBC di tempat kerja masing-masing.
Kita bisa mengakui bahwa pemerintah telah melakukan langkah-langkah untuk mencegah, menanggulangi, bahkan memberantas kasus penyakit TBC. Namun, upaya yang telah ditempuh ternyata tidak mampu menghentikan jumlah penderita TBC.
Dari sektor kesehatan, banyaknya wilayah padat penduduk di Indonesia dengan sanitasi dan penataan ruang yang buruk, terutama di kota-kota besar padat penduduk. Penyebaran tenaga kesehatan terampil dan teknologi serta ketersediaan obat tidak merata. Kulitas pengobatan dan tenaga medis tidaklah seimbang, dan sebagainya.
Dari sektor pendidikan, rendahnya pengetahuan masyarakat yang berkaitan dengan penyakit TBC. Mulai dari pencegahan, gejala hingga pengobatan.
Dari sektor perekonomian, tingginya kemiskinan, stunting, tidak terjangkaunya biaya medis untuk pengobatan penyakit TBC dikarenakan pengobatan bagi penderita penyakit ini merupakan pengobatan jangka panjang dan harus rutin. Untuk kebutuhan sehari-hari saja, masyarakat banyak yang kewalahan. Apalagi untuk biaya pengobatan. Fakta permasalahan di tengah-tengah masyarakat inilah yang memberikan kontribusi besar atas meningkatnya jumlah penderita TBC.
Solusi yang ditempuh oleh pemerintah hanyalah solusi yang hanya mampu menyentuh permukaan saja. Bukanlah solusi mendasar. Sehingga solusi tersebut tidak akan menyelesaikan akar permasalahannya.
Islam Mengatur Masalah Kesehatan
Kasus penyakit menular seperti halnya peyakit TBC, merupakan masalah kesehatan. Maka Islam sebagai agama dan sistem kehidupan yang sempurna tentu ada penyelesaiannya.
Islam sebagai sistem kehidupan, yaitu dengan adanya aturan-aturan yang berkaitan dengan kehidupan manusia pun membahas dan memberikan solusi atas permasalahan dalam kesehatan. Aturan-aturan tersebut berdasarkan sumber hukum yang ada dalam Islam. Al-Qur’an sebagai sumber hukum pertama dan utama. Hadits, ijma’ shahabat, dan qiyas sebagai sumber penjelas.
Dalam aturan Islam, negara wajib menjamin kebutuhan dasar atas setiap warga negaranya. Selain itu, tanggung jawab kesehatan dan keamanan ada pada negara yang disejajarkan dengan kebutuhan manusia akan pangan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh negara. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Siapa saja di antara kamu yang bangun di pagi hari sehat badannya, aman jiwanya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan ia telah mendapatkan dunia dan seisinya.”
Berdasarkan hal ini maka jelaslah bahwa dalam sistem Islam, pelayanan kesehatan merupakan aturan dari Allah yang diperuntukkan untuk negara dalam pengaturannya secara totalis, berkualitas tinggi, dan tidak dikomersilkan.
Berkaitan dengan masalah pembiayaan, maka Islam mengatur bahwa pembiayaan kesehatan merupakan pembiayaan yang berkelanjutan. Menjadi pos pengeluaran yang bersifat mutlak dari baitul mal. Yang tidak kalah penting adalah berkaitan dengan kualitas kesehatan. Karena itu, berkaitan dengan kesehatan akan menjalankan konsep administrai yang mudah, penangganan yang cepat dan dilakukan oleh tenaga medis yang memiliki kapabilitas.
Upaya lain yang juga perlu disiapkan oleh negara adalah upaya preventif, kuratif, rehabilitatif, dan pemeliharaan serta peningkatan mutu kesehatan. Mendidik masyarakat dengan melakukan upaya promotif sehingga masyarakat memahami standar kesehatan. Ditambah lagi dengan penangganan negara melalui upaya preventif, kuratif, rehabilitatif.
Langkah-lagkah yang berkaitan dengan penanganan kesehatan ini hanya bisa ditempuh jika sebuah negara menggunakan Islam sebagai aturan kehidupan. Sehingga secara mendasar akan mengatur kehidupan manusia baik individu, masyarakat, maupun negara dengan menggunakan aturan Islam sebagai problem solving.
Hal ini menunjukkan bahwa manusia butuh akan adanya sebuah negara yang menggunakan Islam sebagai landasan utama dalam mengatur kehidupan, yaitu dengan adannya Daulah Khilafah Islamiyah. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Views: 21
Comment here