Oleh : Irohima
wacana-edukasi.com, OPINI– Judi online menjadi salah satu persoalan genting di negara ini, setelah sebelumnya kita dikejutkan dengan realita bahwa Indonesia menduduki peringkat pertama dunia sebagai negara dengan jumlah pemain judi online terbanyak yang telah menembus hingga 3,2 juta orang, kini kita kembali ditampar kenyataan bahwa pejabat publik yang duduk di Parlemen ikut terpapar judi online.
Miris, tapi itulah temuan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengungkap bahwa terdapat lebih dari 1.000 orang anggota legislatif setingkat DPR dan DPRD hingga kesekjenan bermain judi online. Dalam rapat dengan DPR tanggal 26 Juni 2024, Ivan Yustiavandana selaku Ketua PPATK mengatakan bahwa PPATK telah mencatat sekitar 63 ribu transaksi dengan pemain 1000 orang beserta angka transaksi yang mencapai miliaran ( tirto.id, 27/06/2024 ). Temuan judi online di llingkungan legislatif akan segera dilaporkan kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Judi online berkembang sejak adanya pandemi Covid-19. Bisnis judi ini sangat terorganisir dan dioperasikan dari wilayah Mekong Raya ( Cambodia, Laos, Myanmar ). Judi online merebak bermula dari pembatasan mobilisasi para travelers yang tidak bisa berjudi di negara tersebut, mereka kemudian mengembangkan judi online yang merambah ke negara-negara Asia termasuk Indonesia.
Indonesia sendiri menjadi target pasar yang besar dan disebut sebagai “surga” bagi promosi bisnis judi online. Mudahnya akses internet dan banyaknya penyedia judol membuat judol semakin menjamur dan berkembang pesat di sini. Para pemilik bisnis juga berlaku curang dengan mengemas judi online dalam beberapa modus seperti game dan situs donasi dan lain-lain yang terkadang mengecoh dan membuat masyarakat terperangkap. Putaran uang judol telah menyentuh angka Rp 327 triliun selama 2023, tak heran jika Indonesia disebut sebagai surganya judi online. Di sisi lain, kita dikejutkan kembali dengan fakta bahwa dari 3,2 warga Indonesia yang bermain judol, 2,1 juta diantaranya adalah masyarakat miskin atau masyarakat yang berpenghasilan rendah seperti buruh, petani, mahasiswa, ibu rumah tangga bahkan siswa sekolah. Fakta yang begitu menyedihkan, negara dengan mayoritas penduduk muslim namun juga terbanyak menjadi pelaku judol.
Penemuan PPATK menambah bukti bahwa judi online telah menjadi penyakit sosial yang akut di masyarakat karena terjadi merata hampir di semua lini dan level pranata masyarakat. Temuan ini juga sangat memprihatinkan, karena mereka yang kita percayakan sebagai wakil rakyat di parlemen nyatanya berani melanggar aturan demi kesenangan, mereka yang harusnya fokus pada urusan rakyat ternyata berintegritas lemah, tidak amanah dan berkredibilitas rendah.
Sejatinya, marak dan suburnya judol di negeri ini tak lepas dari dampak sistem sekuler kapitalisme yang meniadakan peran agama dari kehidupan, sistem ini membuat pemahaman dan keimanan umat menjadi lemah. Di tengah kesulitan perekonomian dan mental yang tak sehat dan malas, masih banyak orang yang menjadikan judol sebagai jalan alternatif atau jalan pintas untuk menghasilkan uang tanpa susah payah. Di samping itu, keuntungan besar dari bisnis judol membuat banyak pengusaha berlomba-lomba menumbuh suburkan bisnis ini tanpa memedulikan dampak buruk terhadap kehidupan masyarakat, dan lagi, bisnis judi online semakin sulit diberantas karena adanya dukungan oknum penguasa yang punya kepentingan di dalamnya.
Judi online memberi banyak dampak buruk pada kehidupan masyarakat, salah satunya produktivitas kerja yang menurun akibat kecanduan. Akibat dari kecanduan bisa merembet pada masalah lain seperti naiknya kriminalitas, karena seseorang yang sudah kecanduan akan melakukan apapun untuk memenuhi keinginan bermain judi. Dia sanggup merampok, mencuri, menjual narkoba, melakukan pinjol dan lain sebagainya, dia bahkan sanggup mengorbankan kehidupan keluarga. Judol nyatanya tak hanya memiskinkan harta tapi juga memiskinkan jiwa si pelaku.
Dalam sekuler kapitalisme, terbukti sulit memberantas judol hingga ke akar-akarnya. Berbagai solusi seperti pembentukan satgas judol, mengedukasi masyarakat, melaksanakan patroli siber, memblokir rekening dan menutup banyak situs judol nyatanya tak efektif, sampai saat ini justru judol makin subur layaknya cendawan di musim hujan, dan yang lebih memprihatinkan, muncul ide untuk mengambil pajak dari judol dari kalangan pejabat. Naudzubilllah min dzalik. Bagaimana kita terbebas dari judol jika orang yang kita harapkan memberantasnya justru terlibat sebagai pelaku atau penyokong.
Judi adalah semua jenis permainan yang melibatkan taruhan, di mana salah satu pihak mengambil keuntungan dari pihak lain, baik secara offline ataupun daring. Dalam Islam, permainan itu hukumnya jelas haram, karena mengandung unsur zalim dan makan harta orang lain dengan cara yang batil. Islam juga akan menerapkan hukum tegas bagi para pelaku judol baik masyarakat biasa maupun pejabat. Negara dalam Islam tak hanya sekedar menghapus ribuan situs judi atau memberikan edukasi, namun lebih dari itu, negara akan memutus semua yang terkait dengan judol dan kemaksiatan lainnya. Negara juga akan bertanggung jawab untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat hingga kemiskinan bisa terhapus dan mimpi menjadi kaya raya lewat judi akan pupus.
Dalam sekuler kapitalisme, banyaknya pejabat yang terpapar judi online, itu tak lain dikarenakan keserakahan. Saat ini anggota dewan lebih banyak melegalisasikan kepentingan penguasa dan oligarki daripada berpihak pada rakyat. hal ini juga menggambarkan adanya perekrutan wakil rakyat yang bermasalah karena tidak mengutamakan kredibilitas dan juga representasi masyarakat.
Lain halnya dengan Islam, wakil rakyat, dalam hal ini Majelis Umat merupakan representasi dari umat. Majelis Umat dalam sistem Islam memiliki peran penting dalam menjaga penerapan hukum syara oleh pejabat negara dan menyalurkan aspirasi rakyat. Anggota Majelis Umat pun telah dipilih setelah melalui proses perekrutan yang terpercaya. Mereka terpilih dikarenakan memiliki kapasitas, amanah, bertanggung jawab dan akan selalu memprioritaskan kepentingan umat.
Wallahualam bis shawab
Views: 19
Comment here