Oleh Siti Maryam (Ibu Rumah Tangga)
wacana-edukasi.com, OPINI– Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) kini marak di sejumlah daerah. Seperti yang terjadi baru-baru ini Karhutla di kawasan Bromo akibat sepasang kekasih yang melakukan foto prewedding dengan menyalakan flare. Total lahan yang terbakar diperkirakan sekitar 500 hektar.
Selain itu, Karhutla juga terjadi di Desa Nurabelen, Kecamatan Ille Buta, Kabupaten Flores timur, Jumat (25/8) yang dipicu akibat adanya praktik pembersihan lahan dengan cara dibakar. Kebakaran itu telah melahap lahan sekitar 40 hektar.
Pantau Gambut memiliki catatan pada kejadian Karhutla yang terjadi selama Agustus 2023, setidaknya 271 area Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) yang terbakar. KHG yang terbakar tersebar pada 89 Kabupaten/kota pada 19 Provinsi di Indonesia, dimana provinsi Kalimantan barat dan Kalimantan tengah menjadi dua daerah dengan kebakaran paling sering terjadi.
Lemahnya Penanganan Karhutla
Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan seringkali terjadi salah satunya karena faktor ulah manusia yang dengan sengaja membuka lahan dengan cara pengeringan dan pambakaran. Seperti yang pernah terjadi pada tahun 1997, kebakaran besar terjadi bertepatan dengan momen pembukaan proyek lahan gambut, cetak sawahnya Soeharto yang sejuta hektar. Lahan gambut itu dikeringkan lalu lahan tersebut dibakar, agar lebih memudahkan proses penyuburan tanah karena dari abunya tersebut bisa memberi nutrisi pada tanah. Akhirnya cara seperti ini yang dipakai, karena sangat mudah, hemat, cepat dan efisien tidak perlu menggunakan pupuk yang terlalu mahal. Dan masih banyak kasus lainnya yang diakibatkan sebagian ulah tangan manusia.
Belum lagi pengaruh El-nino yang menjadi pemantik terjadinya kebakaran tersebut. Memang El-nino bukan penyebab utama kebakaran terjadi. Namun dengan keteledoran manusia ini bisa saja memantik adanya kebakaran hebat yang bisa melahap lahan dan daerah tersebut.
Kebakaran yang sering terjadi baik itu dengan skala kecil atau skala besar ini akibat kurangnya ketegasan pemerintah dalam menangani kasus Karhutla tersebut. Akibatnya masih banyak orang yang berani dengan sengaja membakar kawasan lahan dan hutan. Para pemilik modal juga ada yang sengaja membakar lahan. Tujuan untuk penyuburan tanah karena dengan cara seperti ini sangat mudah dan lebih irit biaya. Namun hal seperti inilah yang seharusnya ditangani dengan sangat tegas. Jika pembakaran lahan ini terus menerus terjadi, maka kebakaran hutan dengan skala besar pun bisa terus terulang kembali.
Belum lagi ditambah dengan banyaknya masyarakat kecil yang menjadikan pembakaran lahan sebagai cara mudah untuk membersihkan lahan tanah. Ini semakin memperparah terulangnya Karhutla di beberapa daerah akhir-akhir ini.
Dari situasi inilah, menunjukan bahwa pemerintah belum mampu mengatasi persoalan Karhutla ini. Mitigasi bencana Karhutla masih sangat minim dari pemerintah. Padahal banyak sekali faktor buruk yang terjadi akibat sering terjadinya Karhutla tersebut.
Salah satu faktor buruknya adalah keselamatan lingkungan masyarakat. Banyaknya kebakaran hutan ini mengakibatkan kabut asap yang mengganggu pemukiman warga. Akibatnya, banyak orang yang terkena dampak tersebut yaitu terkena Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
Hal inilah yang dirasakan oleh warga yang terdampak kebakaran hutan dan lahan tersebut. Setiap hari mereka disuguhkan dengan udara berasap yang mengganggu mata, hidung dan tenggorokan mereka. Belum lagi dengan cuaca kemarau panjang yang memperparah kondisi lingkungan saat ini.
Akibat terjadinya kebakaran hutan dan lahan ini tentu akan mengganggu negara tetangga. Karena asap yang diakibatkan dari kebakaran tersebut bisa saja terbawa angin ke negara tetangga. Sehingga dampaknya juga akan terjadi pada masyarakat di negeri tetangga.
Lalu Bagaimana Islam Menuntaskan Karhutla ini?
Keseriusan mitigasi merupakan keniscayaan dalam Islam. Karena dalam Islam sangat dilarang keras melakukan kemudharatan, apalagi sampai merugikan dan mengancam nyawa individu lainnya.
Kepemilikan lahan dengan skala besar oleh individu ini sangatlah dilarang. Khususnya yang berkaitan dengan hak kepemilikan umum (milkiyah ammah). Dalam Islam sangat jelas kepemilikan umum ini tidak akan diserahkan kepada individu. Demikian pula untuk pembersihan lahannya maka dilarang keras melakukan pembakaran dengan skala kecil atau besar. Karena hal ini pasti akan sangat mengganggu dan mencemari lingkungan pemukiman warga.
Dari sini sudah pasti kebakaran akibat pembakaran lahan tidak akan terjadi. Lalu jika itu merupakan keteledoran individu, maka pemerintah wajib memberikan sanksi keras bagi pelakunya agar tidak sekali-kali lagi melalukan keteledoran yang mengancam nyawa masyarakat.
Pantauan ketat di lahan dan hutan yang rawan terjadinya kebakaran akan senantiasa diperhitungkan. Apalagi jika kawasan tersebut berdekatan dengan pemukiman warga. Maka peringatan status Darurat akan selalu dinyalakan jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
Pantauan dan keseriusan seperti inilah yang senantiasa dimiliki oleh Sistem Pemerintah Islam. Karena setiap individu masyarakat yang ada di bawah kepemimpinannya merupakan amanah besar. Maka dari itu, keselamatannya sangatlah diperhitungkan, bukan hanya isapan jempol semata. Karena itulah pemerintah Islam akan mengeluarkan sebuah kebijakan yang komprehensif, solutif dan efektif dalam menjaga keselamatan umatnya.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita beralih menyelesaikan problematika Karhutlah ini dengan keseriusan. Yaitu menjadikan Sistem Pemerintah Islam sebagai satu-satunya solusi untuk mengatasi kerusakan yang terjadi di negara kita ini. Sudah saatnya umat beralih pada sistem yang betul-betul menjaga, melindungi dan mengayomi masyarakatnya, tanpa tapi dan nanti. Perubahan besar menuju sistem Islam yaitu Negara Khilafah Islamiyyah yang menjadi Rahmatan Lil a’lamiin.
Wallahua’lam bishawab.
Views: 4
Comment here