Tabligul Islam

Moderasi Beragama Buah dari Sekularisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Sri Retno Ningrum

Wacana-edukasi.com — Kebijakan mengejutkan datang dari Kemenag. Pasalnya, Andi Syaifullah selaku Analisis Kepegawaian Kementerian Agama (Kemenag) Sulawesi Selatan mengatakan adanya kebijakan penempatan guru beragama Kristen di sekolah Islam atau madrasah sejalan dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) Republik Indonesia tentang pengangkatan guru madrasah. Andi Syaifullah menambahkan bahwa kebijakan tersebut sesuai PMA Nomor 90 Tahun 2013 telah diperbaharui dengan PMA Nomor 60 Tahun 2013 dan PMA Nomor 66 Tahun 2016, dimana pada Bab VI Pasal 30 dicantumkan tentang standar kualifikasi umum calon guru madrasah (khususnya pada point a), yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. “Tidak disebutkan bahwa harus beragama Islam.” terang Andi Syaifullah, dikutip dari laman resmi Kementerian Agama Sulawesi Selatan (Suara Sulsel.id, 30/1/2021).

Gayung pun bersambut, Eti Kurniawati seorang guru sudah menerima SK pengangkatan dirinya sebagai guur Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan ditempatkan untuk mengajar di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Tana Toraja. Eti adalah guru yang beragama Kristen, tetapi ditempatkan di sekolah Islam. “Awalnya saya kaget ketika menerima SK dan mengetahui bahwa saya ditempatkan di MAN Tana Toraja. “Saya pikir akan ditempatkan di sekolah umum sesuai agamaku.” ungkap Eti (Suara Sulsel.id, 30/1/2021).

Kebijakan Kemenag memberikan tugas guru nonmuslim untuk mengajar di sekolah Islam merupakan bentuk dari moderasi beragama. Seperti yang diketahui bahwa nonmuslim memiliki akidah yang berbeda dengan umat Islam. Adapun pengertian akidah adalah keyakinan. Kemudian, akidah itu akan menjadi landasan untuk menentukan kepribadian seseorang. Kepribadian sendiri adalah penyatuan antara aqliyah (pola pikir) dengan nafsiyah (pola sikap). Apabila seseorang memiliki aqliyah dan nafsiyah Islam maka dapat dikatakan orang tersebut memiliki syakhsiyah Islamiyah. Sebaliknya, apabila seseorang memiliki aqliyah dan nafsiyah yang tidak berdasarkan Islam, maka dia tidak memiliki syakhsiyah Islam. Maka dari itu, ketika ada guru non muslim mengajar di sekolah Islam atau madrasah, guru tersebut tidak sekadar transfer ilmu. Akan tetapi, secara tidak langsung membawa kepribadian yang berbeda dan mempengaruhi anak didiknya. Ini tentu sangat membahayakan bagi generasi muslim, meskipun guru tersebut mengajar pelajaran akademik bukan pelajaran agama.

Lebih jauh lagi, kebijakan tersebut akan memperparah keadaan generasi muslim. Ya, kondisi generasi sekarang ini sedang mengalami dekadensi moral. Berbagai permasalahan remaja pun terjadi, seperti: pergaulan bebas, hobi pesta narkoba dan minuman keras, tawuran, tidak patuh pada orang tua, dan sebagainya. Semua ini terjadi tentu tidak lepas dari diterapkannya sistem kapitalisme yang memiliki asas sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan).

Sekularisme menjadikan agama dipisahkan dari kehidupan. Sehingga tidak mengherankan kebijakan yang ada malah menjauhakn umat dari agamanya sendiri. Begitu pula, dengan sistem pendidikan yang lahir dari rahim sekularisme, kurikulum yang ada menginginkan generasi tidak memahami ajaran-ajaran Islam secara keseluruhan , yakni dengan cara menyingkirkan kurikulum pendidikan yang membahas urgensitas khilafah, jihad fisabilillah, kegemilangan peradaban Islam, dan sebagainya.

Sungguh, perlu bagi rezim ini menyadari bahwa moderasi beragama yang menjadi buah diterapkannya sistem sekuler akan mengakibatkan pendangkalan akidah bagi generasi ini. Sebaliknya, perlu rezim ini berbenah dan melirik sistem yang pernah membawa kebaikan bagi umat, khususnya generasi. Sistem tersebut adalah sistem Islam atau khilafah. Sistem tersebut sudah terbukti lebih dari 1300 tahun membawa kesejahteraan pada seluruh manusia. Dengan khilafah pula, maka generasi akan senantiasa terjaga keimanannya karena pemimpin dalam sistem tersebut selalu mengarahkan umatnya untuk bertaqwa kepada Allah Swt. secara totalitas. Hal tersebut tentu berbeda dengan pemimpin yang lahir dari sistem kapitalisme, justru menjauhkan umat dari agamanya sehingga kehidupan sempit dirasakan umat.

Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Thaha ayat 124, artinya:

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”

Wallahua’lam bisshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 351

Comment here