Surat Pembaca

Moderasi Beragama, Mampukah Menyatukan Perbedaan?

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Para guru dan pelajar di Kabupaten Bandung dinilai kurang memiliki rasa toleransi terhadap agama lain. Minimnya pengajaran tentang perbedaan dan toleransi dalam proses belajar mengajar diduga menjadi penyebabnya. Hal inilah yang ditegaskan oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Golkar saat menjadi pembicara pada kegiatan Sosialisasi Penguatan Moderasi Beragama Angkatan III/2022 di Hotel Sutan Raja Soreang pada hari Jumat 11 November 2022 lalu.

Pada kesempatan tersebut beliau juga mengatakan bahwa permasalahan kerukunan beragama biasanya terwujud melalui: sikap merasa paling benar, fanatisme berlebihan, polemik dalam pendirian rumah ibadah serta adanya ujaran kebencian. Untuk mengatasinya moderasi beragama dianggap dapat menjadi solusi yang tepat. (Opininews, Jumat 11/11/2022)

Proyek sosialisasi moderasi beragama makin gencar diaruskan dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut masuk dalam rencana strategis (renstra) pembangunan bidang keagamaan lima tahun ke depan. Penguatan Islam moderat begitu serius dilakukan, baik melalui jalur formal maupun non formal. Menyasar pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi. Penyebaran kian gencar karena dilakukan oleh pemerintah maupun organisasi non pemerintah melalui seminar, diskusi, konferensi dan lain sebagainya.

Moderasi dianggap mampu menyatukan perbedaan yang terdapat di negeri ini, serta menjadi jalan tengah bagi semua elemen dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa. Melalui program ini diharapkan umat akan memahami dan mengamalkan agama secara moderat, memiliki komitmen kebangsaan yang kuat, toleransi yang kuat, menghindari kekerasan dan senantiasa menghargai budaya lokal.

Bak racun berbalut madu, moderasi beragama atau moderasi Islam nampak baik di permukaan namun terkandung kebusukan di dalamnya. Faktanya umat diajak menjauh dari ajaran agamanya juga pengamalannya. Moderasi beragama bukan lagi saling menghormati antara pemeluk agama tetapi sudah ke arah mencampuradukan ajaran agama bahkan meragu-ragukan terhadap ajaran agama (Islam). Inilah buah kapitalisme, dengan asas sekuler yang dianut negeri ini. Sekulerisme adalah sebuah ide menjauhkan agama dari kehidupan. Ia hanya merupakan simbol yang baru dibutuhkan dalam proses peribadatan. Aturannya tidak boleh dihadirkan dalam masalah kehidupan.

Cendikiawan muslim, Ismail Yusanto menyatakan bahwa moderasi beragama merupakan proyek besar musuh Islam untuk membidik Islam beserta umatnya. Proyek ini ditujukan untuk menancapkan paham tertentu yang disebut Islam moderat. Begitu gencar disebarkan ke berbagai lapisan masyarakat terutama kalangan milenial, karena mereka dipandang sebagai agen yang pas untuk penguatan moderasi. Selanjutnya menyasar para guru agama, sesama milenial, mahasiswa, hingga kalangan pesantren.

Musuh-musuh Islam sangat memahami jika umat Islam berpegang teguh terhadap seluruh ajaran agamanya maka akan bangkit menjadi sebuah kekuatan mendunia sebagaimana di masa lampau. Itulah yang ditakutkan oleh mereka. Maka sebutan radikal, intoleran, bahkan dituduh sebagai pemecah belah persatuan dan kesatuan di tengah masyarakat yang beragam kebudayaan, agama dan suku, ditujukan kepada ajaran Islam dan orang-orang yang menyerukan kepada pengamalan Islam secara menyeluruh.

Wahai kaum muslimin, saat ini sistem Islam belum tegak. Maka sangat tidak adil menuduh Islam sebagai pemecah belah. Justru kapitalisme sekular lah yang telah melahirkan berbagai kerusakan hampir di seluruh bidang kehidupan; pendidikan yang kapitalistik, ekonomi yang carut marut, kerusakan moral, ketidakadilan hukum, termasuk perpecahan. Bandingkan dengan sistem Islam.

Di masa kejayaannya, selama hampir 14 abad menguasai kurang lebih 2/3 dunia, Islam yang dibawa Rasulullah saw. tidak memperlihatkan arogansi keagamaan maupun kesukuan, justru mengantarkan semangat persaudaraan. Salah satu hadis Nabi menunjukkan hal demikian: “Barang siapa menyakiti seorang zimmi (Nonmuslim yang tidak memerangi umat Muslim), maka sungguh dia telah menyakitiku. Barang siapa yang telah menyakitiku maka sesungguhnya dia telah menyakiti Allah.”

Berbagai suku bangsa yang pada awalnya bertentangan dan bermusuhan, dipersaudarakan oleh kalimat “Laa ilaaha ilallah”. Jadi jelas yang mempersatukan semua umat itu adalah diterapkannya hukum Allah Swt secara menyeluruh dalam hal ekonomi, sosial, politik, pendidikan, pemerintahan, dan yang lainnya, bukan dengan ide Islam moderat.

Wallahualam bishshawwab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 43

Comment here