Opini

Mungkinkah Terwujud Swasembada Pangan dalam Kapitalisme?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Santy Mey

Wacana-edukasi.com, OPINI– Sebuah Rencana Besar atau Grand Desain merupakan dokumen perencanaan yang menggambarkan sebuah strategi, program, kebijakan dan kegiatan jangka panjang yang disusun berdasarkan pendekatan teknokratik, aspiratif/partisipatif, top down-bottom up dan politis. Program ini, biasanya dipersiapkan dalam jangka waktu 25 tahun ke depan. Adapun, tahapan pelaksanaannya disertai dengan peta jalan ( Roadmap).

Dengan demikian, dalam pencapaian swasembada pangan, negeri ini membutuhkan Grand Desain yang utuh, holistik dan komprehensif. Grand Desain Pencapaian Swasembada Pangan inilah yang akan menjadi arah dan pegangan segenap komponen bangsa dalam menyelenggarakan pembangunan pangan, terutama dalam mengokohkan swasembada pangan, ketahanan pangan, kemandirian pangan dan kedaulatan pangan. Sehingga sesuai regulasi yang ada, pangan merupakan urusan wajib bagi pemerintahan yang tidak terkait dengan pelayanan dasar.(Hibar, 14-11-2024)

Berdasarkan Undang Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana Besar (25 tahun) termasuk di dalamnya Renstra (5 tahun), memang harus dipersiapkan dengan matang. Oleh karena itu, Sebagai tahap awal dalam meraih rencana besar ini diperlukan kerjasama dari Kementerian Koordinator bidang Pangan, Bappenas dan Bapanas.

Swasembada Pangan, sebetulnya bukan hal baru dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat di negeri ini. Namun, rencana besar swasembada pangan beberapa kali telah mengalami kegagalan. Sehingga, sampai saat ini belum dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata di masyarakat. Salah satunya Proyek food estate yang merupakan upaya swasembada pangan yang tidak ada hasilnya.

Berdasarkan hal ini, jelas bahwa sebuah perencanaan besar harus memiliki data yang berkualitas, akurat dan terpercaya. Namun faktanya, sampai saat ini, Badan Pusat Statistik (BPS) yang paling berkompeten dalam merevitalisasi urusan pangan, belum mampu bemberikan data pangan secara transparan.

Setelah sekian lama meredup dan tidak ada perkembangan yang berarti dari program Grand Desain swasembada pangan ini, kini mulai hangat diperbincangkan lagi, setelah Presiden Prabowo dalam pidatonya menyuarakan soal pentingnya mewujudkan pencapaian swasembada pangan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Tetapi yang menjadi permasalahan untuk mencapai negara berswasembada pangan dalam sistem kapitalisme, ibarat menegakkan benang yang basah, tentunya suatu usaha yang sulit dicapai dan mustahil.

Alhasil, rencana atau usaha apapun yang dilakukan pemerintah untuk mencapai swasembada pangan, jika hanya melibatkan korporasi oligarki dan tidak melibatkan petani sebagai pemain utama, tentu tidak akan mampu mensejahterakan rakyat. Yang ada hanya untuk memuluskan kepentingan para penguasa dan pengusaha dalam meraup keuntungan.

Sehingga, dalam sistem kapitalisme tidak mustahil jika para penguasa dan pengusaha semakin kaya dan rakyat kecil semakin miskin, karena tanpa disadari telah terjadi perampasan hak dan penindasan oleh pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Semua ini bisa terjadi, karena ketidakpedulian negara dan abainya pemerintah dalam meriayah masyarakat.

Bagi umat Islam sendiri, bahwa pertanian merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Semisal, tanaman dapat menjadi sumber makanan, sumber oksigen, dapat dijadikan ladang amal jariyah dengan bersedekah dan yang lebih penting lagi tumbuhan sebagai sumber resapan air sehingga dapat mencegah terjadinya banjir dan longsor.

Oleh karena itu, Islam memiliki pandangan yang luas terhadap permasalahan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Pemerintahan Islam tidak akan memandang sebelah mata dan tidak akan membiarkan permasalahan berlarut-larut, apalagi dalam urusan periayahan karena sadar bahwa pertanggungjawabannya berat di akhirat kelak.

Dengan demikian, pemerintah harus segera melakukan perbaikan secara total, dengan cara :
1. Korporatokrasi harus dihilangkan. karena, jika kolaborasi penguasa dan korporasi masih tetap ada, maka swasembada pangan berbasis rakyat (petani) tidak mungkin terjadi. Yang ada malah lahan-lahan milik rakyat dikuasai pengusaha. Meskipun, menurut Mentan Andi Amran, program food estate dari lahan masyarakat yang tidak dikelola, tidak akan berbasis swasta seperti era Jokowi, tetapi kita lihat saja buktinya nanti.
2.Jika ingin swasembada pangan, pemerintah seharusnya memiliki konsep untuk menjaga produktivitas tanah yang jelas.
a.Melarang pemisahan aspek kepemilkan dan aspek produktivitas tanah. Artinya, jika ada yang punya lahan tapi menelantarkan sehingga tidak produktif, maka hak milik tanah tersebut hilang dan diambil alih negara, diberikan kepada yang mampu mengelola, tetapi bukan korporasi.
b.Punya politik pertanian yang mapan, seperti ekstensifikasi (memperluas lahan pertanian) dan intensifikasi (memperbaiki teknik-teknik bertani), misalnya bibit unggul, pemupukan, pengairan serta pengendalian hama dan penyakit tanaman.

Demikianlah, Islam mempunyai konsep yang jelas tentang lahan pertanian. Semuanya, tertera dengan jelas dalam kitab suci Al-Alqur’an, mulai dari berbagai macam tumbuhan hingga zakat hasil pertanian. Salah satunya yang terdapat dalam QS. Yasin ayat 35 yang berbunyi “Dan suatu tanda kekuasaan Allah yang besar bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan kami keluarkan daripadanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan”.

Pemerintahan Islam, sangat mendukung terhadap Grand Desain Pencapaian Swasembada Pangan. Namun, dari awal harus serius tidak sebatas rencana atau sesumbar di awal, tetapi harus disertai pelaksanaannya. Dan hal yang terpenting tidak berpihak pada oligarki. Maka rencana besar ini dapat terealisasi dengan baik dan kesejahteraan rakyat dapat terwujud dengan nyata, dapat segera dirasakan seluruh masyarakat.

Wallahu’alam bissawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 22

Comment here