Oleh Mahganipatra
(Pegiat literasi dan Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Wacana-edukasi.com– “Jika ada yang sulit, mengapa harus menggunakan yang mudah” ungkapan ini mungkin dapat mewakili berbagai kritik yang dilayangkan oleh netizen kepada pemerintah terkait penerbitan dan registrasi aplikasi MyPertamina di sosial media. Mulai dari error yang terjadi pada aplikasi MyPertamina, kontroversi penggunaan ponsel sebagai sarana pembayaran di SPBU, pembayaran lewat aplikasi yang hanya tertaut pada Link Aja, hingga aplikasi tersebut yang mendapat review jelek di Playstore. Bahkan, MyPertamina menjadi salah satu topik paling trending, dengan 10,5 ribu tweet. Dilansir dari detikfinance,1/7/2022.
Pemerintah bersama dengan PT Pertamina (Persero) telah membuat kebijakan baru dalam memberikan pelayanan BBM murah dan memadai dengan menerbitkan aplikasi MyPertamina sebagai kompensasi untuk memperoleh BBM bersubsidi. Namun, fakta dilapangan lahirnya kebijakan ini dianggap semakin mempersulit rakyat dalam memenuhi kebutuhan BBM. Alih-alih dapat memberikan kemudahan dalam rangka menyediakan BBM dengan harga murah yang lebih memadai bagi seluruh lapisan masyarakat. Malah justru kembali mendulang kecaman dan kontroversi karena tidak semua rakyat dapat mengakses dan menggunakan teknologi canggih.
Selain itu kebijakan ini juga dianggap bahwa pemerintah telah memaksa rakyat untuk mengkonsumsi BBM pertamax.
Bahkan dengan penerbitan aplikasi ini juga dinilai sebagai ajang baru bagi oligarki koptokrasi untuk semakin mengeruk keuntungan dari Hulu hingga hilir dengan penggunaan aplikasi tertaut pada link Aja sebagai penyedia layanan jasa pembayaran berbasis server.
Mirisnya lagi, secara diam-diam PT Pertamina juga sedang menyiapkan strategi pembelian Liquefied Petroleum Gas (LPG) subsidi agar tepat sasaran. Secara diam-diam PT Pertamina (Persero) sedang dan sudah melakukan uji coba kepada 114 ribu penduduk untuk menggunakan MyPertamina. Saat ini untuk pembatasan pembelian LPG melalui Mypertamina itu sudah masuk ke dalam tahapan keenam uji coba.
Realitas Ekonomi Kapitalisme Melahirkan Ketimpangan Lingkungan dan Sosial Masyarakat
Himpitan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat saat ini terasa kian berat. Peran pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan kebutuhan publik dengan regulasi kebijakan untuk kemudahan rakyat dalam menikmati fasilitas-fasilitas publik. justru saat ini terus melahirkan kebijakan yang semakin ‘mencekik’ dan tidak pro rakyat. Inkonsistensi setiap kebijakan seolah menjadi tabiat para penguasa, tak peduli siapa pun presidennya. Rakyat terus dipaksa agar bersikap sabar dan pasrah, tanpa memiliki pilihan yang lain.
Benarkah sebagai masyarakat harus senantiasa sabar dan pasrah? Tentu saja sebagai salah satu negeri muslim terbesar di seluruh dunia. Umat muslim di Indonesia memahami betul bahwa di dalam akidah Islam, setiap muslim diseru untuk senantiasa bersabar dan pasrah dalam menghadapi kondisi kesulitan hidup. Karena hal ini merupakan bagian dari konsekuensi terhadap keimanan pada rukun Iman.
Maka sudah menjadi kewajiban bagi umat Islam untuk terus bersabar dan pasrah. Akan tetapi kesabaran ini tentu harus sesuai dengan realitas kehidupan yang sedang dihadapi. Apakah kesempitan hidup yang menyerang saat ini timbul sebagai bentuk ujian kehidupan dari Allah Swt atau justru lahir dari akibat keserakahan dan kerusakan yang timbul dari ulah tangan-tangan manusia?
Allah Swt berfirman di dalam Al Qur’an surat Ar Ruum ayat 41;
ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ
أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ
Artinya:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Jika kita telisik lebih mendalam, kesempitan hidup yang terjadi saat ini disebabkan oleh keserakahan manusia karena diterapkannya sistem kehidupan yang berdasarkan kepada sistem kapitalisme sekuler. Yaitu sebuah sistem yang menjadikan kekuasaan berdasarkan pada sistem aturan yang memisahkan aturan agama dengan aturan kehidupan manusia. Menjadikan kekayaan dari sekelompok manusia yang memiliki kuasa untuk membuat sistem aturan bagi kehidupan manusia yang lain. Maka tidaklah mengherankan jika timbul beragam kesempitah hidup yang menimpa manusia. Sebab tabiat dari sistem buatan manusia adalah menciptakan berbagai perselisihan yang memicu lahirnya kerusakan di alam semesta ini.
Demikianlah pula dengan sengkarut yang timbul akibat pengelolaan negara ini. Seluruhnya disebabkan oleh berbagai kebijakan yang dibuat oleh oligarki yang sedang berkuasa. Semua dampak yang terjadi, sejatinya tidak lepas dari kebijakan sistem politik ekonomi yang ditetapkan oleh pemerintah. Yaitu sistem politik ekonomi kapitalisme sekuler yang senantiasa menjauhkan peran pemerintah dalam menunaikan tugasnya.
Pemerintah telah menyerahkan tugas pelayanan urusan pemenuhan kebutuhan masyarakat kepada mekanisme pasar. Dengan terus berupaya menghentikan berbagai subsidi terhadap masyarakat karena selain dianggap sebagai beban juga dianggap telah merusak mekanisme harga pasar. Inilah sesungguhnya tabiat dari sistem politik ekonomi kapitalisme yang telah mereduksi kesejahteraan bersama dan kepemilikan komunal menjadi privatisasi.
Pemerintah dalam setiap kebijakannya selalu mempersoalkan subsidi sebagai beban negara yang harus dihilangkan. Sehingga berbagai upaya yang ditempuh dalam melahirkan kebijakannya selalu mengarah pada upaya pencabutan subsidi total secara bertahap terhadap masyarakat. Namun, sikap pemerintah akan bertolak belakang terhadap beban pembayaran utang beserta bunganya yang sangat besar. Padahal, justru pembayaran utang dan beban bunga utang tersebutlah yang sesungguhnya lebih membebani APBN.
Oleh sebab itu, maka untuk menghadapi kondisi ini di butuhkan peran para tokoh dan mubalighah untuk mendampingi umat. Agar terus senantiasa menguatkan akidah umat dengan terus membangun taqarub ilallah serta muraqabah dalam setiap aktivitas menyelesaikan problematika kehidupan umat saat ini. Mereka harus senantiasa memberikan kekuatan yang bersifat spiritual kepada umat dan juga pendampingan berupa pencerdasan politik sosial di masyarakat.
Peran dan kewajiban para mubalighah saat ini tidak cukup dengan menguatkan akidah saja. Akan tetapi harus mulai membangun kesadaran politik yang berdasarkan pada paradigma politik Islam. Yaitu mampu menggambarkan kondisi dan fakta kerusakan realitas ekonomi yang terjadi saat ini disebabkan oleh sistem ekonomi kapitalisme sekuler yang diterapkan oleh negara. Berupa kerusakan di tengah-tengah masyarakat dalam bentuk ketimpangan ekonomi yang menyebabkan kezaliman, kemiskinan dan berbagai kerusakan sosial dan lingkungan. Sehingga muncul kesadaran masyarakat untuk mengubah realitas rusak ini dengan sistem pengganti yaitu sistem politik ekonomi Islam sebagai solusi.
Sebab di dalam sistem politik ekonomi Islam, pemerintah merupakan pelayan bagi seluruh elemen masyarakat. Termasuk pelayanan dalam distribusi kebutuhan ekonomi masyarakat. Karena tugas pemerintah memiliki tujuan untuk masa depan yakni visi akhirat yang menghasilkan nilai-nilai Islami. Dimana realitas sosial masyarakat akan terbentuk berdasarkan hubungan yang dilandasi ketakwaan, ketundukan dan ketaatan hanya kepada syariat.
Oleh karena itu sudah saatnya peran para tokoh dan mubalighah muncul sebagai bagian dari aktor pembangunan dan perubahan masyarakat. Berperan sebagai pembina umat untuk hidup bersama-sama mengawal proses pemerintahan dengan turut aktif melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar. Serta bertugas untuk mengontrol dan membina umat dengan menyeru kepada pemerintah dan umat untuk mengadopsi pemikiran dan pendapat Islam. Untuk segera menegakkan syariah dan khilafah sebagai sebuah sistem kehidupan masyarakat. Umat harus dibimbing untuk memahami sistem Islam kaffah, dengan menyampaikan fakta dan realitas yang terjadi di tengah-tengah mereka. Kemudian mengajak mereka untuk berpikir dan menyelesaikan persoalan mereka dengan memberikan pemahaman tentang pemikiran-pemikiran Islam sebagai way of the life.
Wallahu a’lam bish-showab
Views: 1
Comment here