Opini

Naiknya Harga BBM, Bagai Ritual Wajib Setiap Rezim

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Asham Ummu Laila
(Relawan Opini Konawe Selatan)

wacana-edukasi.com– Pemerintah resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi mulai hari, Sabtu (3/9). Harga BBM jenis pertalite naik menjadi Rp.10.000 per liter dari sebelumnya Rp 7.650 per liter. Lalu harga solar naik dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp. 6.800 per liter. Kemudian harga pertamax naik dari RP. 12.500 menjadi 14.500 per liter (merdeka.com).

Kenaikan harga BBM di negeri ini bagai ritual wajib, yang selalu berulang hampir setiap pergantian rezim namun sayang kenaikan BBM ini tidak pernah diiringi dengan kenaikan pendapatan (upah/gaji) masyarakat. Padahal setiap harga BBM naik akan diikuti dengan naiknya harga barang-barang lainnya (efek domino). Sehingga kondisi ini sebenarnya tidak pernah diharapkan oleh masyarakat kalangan manapun. Apalagi masyarakat kalangan menengah ke bawah.

Harga mentah minyak dunia sebenarnya sudah bergerak turun secara signifikan sejak awal Juli saat itu resesi menguat. Rata-rata harga minyak mentah Indonesia/ICP yang ditetapkan kementrian ESDM pun sudah turun dari USS 117,62 perbarel pada Juni 2022 menjadi USS106,73 per barel pada Juli. Hitungan ICP yang lebih rendah ini akan menjadi patokan dalam besaran subsidi. Naiknya BBM tidak hanya dipengaruhi oleh harga minyak global, melainkan oleh sederet parameter lainnya. Sebagaimana disinyalir oleh direktur eksekutif Institute Essential Services Reform (IESR) mengungkapkan bahwa harga minyak mentah hanya satu para meter dalam menentukan besaran subsidi (CNBC Indonesia, 4/9/2022).

Alasan pemerintah terpaksa menaikan harga BBM karena memanasnya politik global sehingga memberi tekanan besar pada harga BBM di pasar dunia yang menambah berat beban keuangan negara. Di sisi lain anggaran subsidi energi termasuk BBM dalam APBN memang terhitung cukup besar dan nilainya bergantung harga internasional yang dihitung dengan dolar. Juga bahwa selama ini mayoritas penikmat subsidi kebanyakan dari golongan mampu. Akhirnya pemerintah pun memutuskan subsidi BBM dicabut dan sebagian dananya akan dialihkan untuk bantuan sosial yang dipropagandakan sebagai “subsidi tepat sasaran”.

Naiknya harga BBM seperti memperparah penyakit yang diderita rakyat hari ini, terutama rakyat kecil. Karena BBM merupakan salah satu kebutuhan vital masyarakat, yang mempengaruhi hampir seluruh aktivitas mereka. Belum lagi pengaruh fluktuasi harga BBM dipastikan akan memicu kenaikan harga komoditas lainnya dalam jangka yang panjang. Sementara efek pandemi yang mendera juga belum usai. Karena itu, pemberian bantuan sosial juga tidaklah akan sebanding dan bahkan tak akan ada kontribusinya untuk meringankan beban hidup rakyat beberapa tahun kedepan. Sebab selama ini realita bantuan sosial yang didapat hanyalah santunan sesaat yang nominalnya jauh dari terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat.

Kebijakan kenaikan harga BBM merupakan satu dari sekian banyak kebijakan kapitalistik. Tentunya rakyat tidak pernah lupa, sebelumnya tarif dasar listrik , PDAM, gas, semua naik berkala. BBM sendiri telah mengalami kenaikan harga untuk beberapa kalinya, mulai dari rezim orde baru hingga rezim hari ini. Semakin terbukti kelemahan dan kekurangan jika sistem aturan dibuat oleh manusia (kapitalis), selalu akan memberi ruang besar bagi para kapitalis lokal maupun global untuk mengakangi kekuasaan dan dengannya mereka bisa membuat berbagai aturan untuk menguasai hajat hidup orang banyak. Termasuk menguasai sumber-sumber kebutuhan vital masyarakat, seperti sektor pangan dan energi melalui skema prifatisasi dan liberalisasi yang dilegalkan oleh undang-undang.

Bahkan tanpa disadari, sistem ini membuka lebar jalan penjajahan melalui ketundukan negara pada berbagai perjajian internasional, termasuk sistem moneter berbasis dolar dan liberalisasi perdagangan yang sejatinya sebagai alat penjajahan bagi negara-negara kapitalis global. Termasuk negeri tercinta kita Indonesia. Karena itu kita butuh solusi yang tepat untuk keluar dari semua persoalan negeri ini.

Disadari ataupun tidak, ada tiga kesalahan sistem kapitalis hari ini yang meyebabkan harga BBM selalu menjadi problem yang tidak pernah tuntas. Pertama, salah status kepemilikannya. Sejak Indonesia mengadopsi ekonomi kapitalisme, barang tambang berupa migas telah mengalami liberalisasi. Sehingga tidak heran jika rakyat sebagai pemilik sah hilang kedaulatannya atas SDA yang dimiliki. Kedua, salah pengelolaan. Akibat kapitalisasi negara perlahan melepas tanggung jawab sebagai pengelola migas. Karena migas menjadi barang publik yang dibisniskan mengikuti prinsip pasar bebas. Ketiga, Salah pendistribusian. Karena dua kesalahan tersebut akhirnya berpengaruh pada distibusinya. Seharusnya, seluruh rakyat berhak menikmati subsidi. Karena BBM adalah milik umum, siapapun berhak memanfaatkannya dengan baik.

Akan berbeda bila sistem Illahi (Islam) yang dipakai. Dalam Islam BBM termasuk dalam kepemilikan umum yang pengelolaannya ada ditangan negara. Kesejahteraan akan terwujud bersamaan dengan paradigma perihal rakyat dan penguasa. Islam memandang rakyat adalah pihak yang berhak menadapatkan pelayanan dan pemenuhan kebutuhan dengan baik. Sementara itu penguasa bertindak sebagai pelayan, pengelola dan penjamin kebutuhan dasar rakyat berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, keamanan dan kesehatan.

Jaminan kesejateraan akan diberikan oleh negara dengan cara sebagai berikut: pertama, mengembalikan status kepemilikan migas sebagai harta milik umum. Negara semata bertindak sebagai pengelola dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Harga jual kepada rakyat sebatas harga produksi, negara tidak boleh dan tidak berhak menjual kepada rakyat dengan asas mencari keuntungan semata.

Kedua, negara menjamin kebutuhan pokok berupa sandang, pangan, papan, keamanan, dan kesehatan melaui mekanisme langsung dan tidak langsung. Mekanisme langsung yaitu pelayanan jasa berupa pendidikan, keamanan dan kesehatan. Pelayanan tersebut wajib diberikan secara gratis oleh negara. Kemudian negara wajib menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana yang dibutuhkan demi keberlangsungan tiga layanan tersebut secara optimal. Adapun mekanisme tidak langsung yaitu negara menjamin tiga kebutuhan pokok berupa sandang, pangan dan papan dengan menciptakan sarana dan kondisis yang dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan tersebut. Misal, membuka lapangan kerja, memebrikan modal usaha, kemudahan akses seperti administrasi sederhana, harga murah dan sebagainnya.

Jaminan pemenuhan kebutuhan hidup ini tidak hanya diberikan bagi kaum muslim, tetapi juga kepada non muslim yang menjadi warga negara, karena semua warga negara memiliki hak yang sama baik muslim atau bukan. Penerapan politik ekonomi Islam ini telah dipraktekan dan telah dibuktikan oleh sepanjang sejarah penerapannya, sebut saja pada masa pemerintahan Umar bin Khatab hingga masa Daulah Umayya khalifah Umar bin Abdul Aziz. Kala itu rakyat hidup amat berkecukupan hingga tidak ditemukan seorang pun yang berhak menerima zakat. Demikianlah kesejahteraan yang didapatkan ketika sistem Islam itu diterapkan. Wallahu’alam Bishawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 3

Comment here