Oleh Ari Wiwin (Pegiat Literasi)
wacana-edukasi.com– Tahun 2022 segera berlalu, masyarakat pun antusias menyambut liburan natal dan tahun baru (Nataru). Banyak yang menjadikan momen tersebut untuk sekedar jalan-jalan atau berkumpul dengan keluarga. Biasanya, mereka mempersiapkan stok bahan makanan lebih dari hari-hari biasa. Oleh karenanya, pemerintah harus mengantisipasi agar tidak terjadi kekurangan pasokan hingga memicu lonjakan harga.
Untuk mengatasinya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat sudah jauh-jauh hari memastikan ketersediaan 11 stok komoditas bahan pangan strategis di 27 Kabupaten/Kota menjelang libur Natal dan Tahun Baru 2023. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, memastikan ketersediaanya aman sampai akhir November 2022, bahkan mengalami surplus. (bandung.pojoksatu.id 8/12/2022)
Sebenarnya apa yang dibutuhkan masyarakat selain tersedianya stok pangan, tentu saja harganya normal. Jangan sampai momen-momen tertentu mengakibatkan kesulitan bagi masyarakat untuk mendapatkannya. Kejadian selalu berulang, setiap kali ada permintaan pangan naik akan diikuti dengan kenaikan harga.
Setidaknya ada tiga faktor utama yang menjadi penentu melonjaknya harga kebutuhan pokok. Pertama, yaitu naiknya tingkat permintaan di pasaran. Kedua, berkurangnya ketersediaan pasokan kebutuhan pangan. Dan ketiga adalah ketidaklancaran pendistribusian dari produsen kepada pengecer.
Untuk mengatasi naiknya harga-harga merupakan kewajiban negara untuk menyelesaikan ke 3 poin tersebut. Namun sampai hari ini kegusaran rakyat terus berulang. Melambungnya harga jelas menyusahkan rakyat terlebih bagi rakyat miskin. Sementara pangan adalah kebutuhan pokok yang tidak bisa ditangguhkan untuk mendapatkannya.
Kewajiban negara bukan hanya menyediakan stok pangan aman. Akan tetapi juga harus memastikan individu rakyat mudah mengaksesnya. Apalah artinya stok berlimpah tapi sulit menjangkaunya karena mahal. Berarti harus ada upaya memenuhi stok sekaligus menciptakan kestabilan harga.
Karena negeri ini mengemban sistem kapitalisme, kestabilan harga sulit tercapai. Kapitalisme yang mengedepankan keuntungan, alias tidak mengenal halal haram, menjadikan momen-momen liburan dijadikan kesempatan meraup keuntungan sebesar-besarnya. Bisa dengan jalan penimbunan, ataupun menaikan harga. Tidak peduli dengan kesulitan rakyat miskin, yang penting para pengusaha untung besar. Penguasa negeri ini tidak mampu menghentikan para korporat yang mempermainkan harga.
Inilah akibat pengadaan pangan diserahkan kepada swasta atau pihak asing. Negara hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator saja, karena semua sudah digenggam oleh para kapital. Wajar saja persoalan ini selalu berulang tanpa ada titik pemecahannya. Berbagai kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah umumnya tidak berpihak pada rakyat. Negara justru lebih cenderung berpihak pada korporat yang menyebabkan stabilitas harga tidak pernah terwujud.
Lain halnya dengan sistem Islam yang memiliki seperangkat aturan dalam menyelesaikan seluruh permasalahan hidup umat manusia. Dalam sistem Islam, seorang kepala negara berperan besar dalam mengurusi dan mengayomi umat. Sesuai sabda Nabi Muhammad saw.:
“Sesungguhnya seorang penguasa adalah pengurus (raain) dan ia bertangung jawab terhadap umatnya.” (HR Muslim)
Penguasa muslim akan mengayomi seluruh urusan rakyatnya tanpa adanya intervensi dari pihak asing atau swasta. Negara juga akan menjamin kelancaran pasokan ketersediaan kebutuhan makan yang cukup bagi rakyat. Jika terjadi kenaikan harga di pasaran, pemimpin negara akan segera turun tangan untuk mencegah terjadinya monopoli perdagangan dan penimbunan oleh mafia pangan yang telah diharamkan Islam. Jika terbukti melakukan kejahatan oleh pedagang atau siapapun, pemimpin negara akan memberikan sanksi ta’zir atas kejahatannya.
Dikisahkan pada masa khalifah Umar bin Khaththab, pada masa itu Hijaz tidak diguyur hujan selama 9 bulan sehingga mengalami kekeringan dan kekurangan bahan pangan. Akibatnya harga pun semakin mahal karena sedikitnya pasokan kebutuhan pokok yang tersedia. Maka khalifah Umar mengirimkan surat kepada Amir bin Al-Ash selaku Gubernur Mesir yang berbunyi “Salam, wahai saudaraku apakah anda akan membiarkan saya dan penduduk Hijaz mati kelaparan, sedangkan rakyat anda hidup berkecukupan”. Mendengar hal itu Gubernur segera mengirimkan bantuan makanan, pakaian, dan bahan logistik lainnya demi mengatasi krisis ekonomi di Hijaz pada waktu itu, karena hanya seorang khalifah saja yang bisa menyelesaikan masalah dengan cepat.
Namun, semua kebijakan yang mampu menstabilkan harga ataupun ekonomi itu akan terwujud hanya dengan menerapkan aturan Allah Swt. secara kafah (menyeluruh). Dan hanya dalam naungan Islam segala permasalahan kehidupan bisa teratasi.
Wallahu a’lam bi shawab
Views: 11
Comment here