Surat Pembaca

Naluri Ibu Sirna, Impitan Ekonomi Menggema

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Setiawati

Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Baru-baru ini publik sering kali dikejutkan berita yang tidak menyenangkan hati. Yaitu terjadinya peristiwa perdagangan bayi. Seperti yang telah dilansir dari media, Polrestabes Medan telah berhasil meringkus 4 orang wanita yang terlibat jual beli bayi dengan harga Rp 20 juta, di Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, (Tempo.co, 16/8/2024).

Polrestabes Medan Ajun Komisaris
Madya Yustadi, mengatakan bahwa kasus ini terungkap dari informasi masyarakat bahwa ada seorang ibu yg ingin menjual anak yang baru dilahirkannya. Mt 55 tahun warga Medan Perjuangan yang sedang menggendong bayi, untuk diserahkan ke temannya Yu 56 tahun dan Nj 40 tahun menyerahkan bayi yg didapatkan dr Ss 27 tahun sebagai ibu kandungnya yang akan dijual dengan harga tersebut di atas.

Dikarenakan faktor Ekonomi, hilanglah akal sehat dan naluri seorang ibu untuk merawat, membesarkan dan mengurus anaknya dengan alasan mereka takut tidak dapat membesarkan anak-anak mereka dengan layak, mereka takut anak-anak meraka tidak bisa bersekolah dan banyak lagi dalih yang membuat seorang ibu telah tega menghancurkan masa depan darah dagingnya sendiri.

Mereka pun lebih rela memberikan anak-anak mereka kepada orang lain, dengan alasan anak mereka akan hidup layak dengan orang tua angkatnya, tetapi dengan cara yang salah, mereka memberikan anak-anak mereka kepada para oknum sindikat jual beli anak dengan mengharapkan imbalan berupa uang untuk memenuhi kebutuhan hidup nya sendiri. Jelas ini melanggar Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

Betapa miris hanya karena impitan ekonomi orang tua yang seharusnya menjadi tempat berlindung untuk anak-anaknya justru mereka tega menjual anak-anak mereka sendiri, apakah mereka tidak mengerti hukum jual beli anak yang di dalam Islam hukumnya adalah haram dan termasuk dosa besar. Rasulullah SAW telah bersabda dalam sebuah hadis qudsi:
“Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW beliau bersabda: Allah berfirman:
“Ada tiga golongan yg aku (Allah) akan menjadi lawan pada Hari Kiamat nanti;
Seorang yang bersumpah dengan menyebut nama-Ku lalu berkhianat, seorang yang menjual seorang yang merdeka (bukan budak) lalu memakan hasil nya, dan seorang yang memperkerjakan seorang pekerja (lantas) ketika pekerja itu menyelesaikan kan pekerjaan nya,orang itu tidak membayar upah nya.”(HR.Muslim;no 2114).

Berdasarkan dalil tersebut jelas Haram memperdagangkan bayi pada masa sekarang ini, karena bayi jaman sekarang hakikatnya adalah orang merdeka, bukan budak, dengan alasan apa pun tidak dibenarkan menjual anak sendiri/bayi. Dan dosa itu akan berlipat ganda jika si bayi adalah hasil hubungan haram atau zina, karena perbuatannya sendiri adalah dosa dan menjual bayi adalah perbuatan dosa lebih besar lagi.

Semua itu didukung pula oleh paradigma sekuler liberalisme, sehingga banyak masyarakat telah merasa bebas dan mudah melakukan hal yang dianggap ringan dalam kehidupannya, padahal perbuatannya justru mengundang azab dari Sang Pencipta, disebabkan telah melanggar hak hidup manusia.

Solusi untuk perdagangan bayi tidaklah cukup menegakkan hukum oleh kepolisian dan aparat hukum lainnya, juga harus ada perubahan dari masyarakat secara menyeluruh. Yaitu tidak mengadopsi sistem demokrasi sekuler yang anti syariat Islam dengan mengganti aturan Islam dengan mengutamakan nilai-nilai kebajikan yang berdasarkan syariat Islam dan menjujung tinggi nilai kemanusiaan.

Oleh karena itu, haruslah ada peran negara yang utama dan mampu mencegah perdagangan manusia. Dan sudah menjadi tanggung jawab negara lah untuk meriayah umat dan mencukupi kebutuhan primer (sandang, pangan, papan) dengan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya, disamping itu ada pos pengeluaran (Baitul mal/kas negara) yang khusus diberikan kepada fakir miskin.
Adapun hukum bagi pelaku dalam sistem Islam tegas dan membuat efek jera. Itulah gambaran secara umum, bahwa Islam mampu memberikan solusi problematika umat.

Kemudian, umat bukan hanya diberikan keluasan mencari nafkah untuk para kepala keluarga, namun dibangun mentalnya agar mengetahui apa tujuan manusia diciptakan oleh Allah Yang Maha Mengatur kehidupan ini. Dan menghubungkan kepada akhirat sebagai tujuan dari akhir kehidupan yang fana ini. Sehingga naluri seorang ibu tidak akan sirna dan seorang ibu dapat memberikan kasih sayang kepada seorang anak dengan sepenuh jiwa. Sebagaimana hadis, dari Abdullah RA Nabi bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak, (HR Bukhari dan Muslim). Wallahu A’lam Bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 28

Comment here