Oleh: Hani Handayani (Penggiat Literasi)
Wacana-edukasi.com— Pemerintah sepertinya tiada henti membuat narasi radikalisme, narasi ini makin liar bak bola salju yang terus digulingkan semakin hari semakin besar. Dikutip dari CNNIndonesia 11/12/2019, Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi membuat berbagai macam gebrakan narasi yang memantik reaksi umat Islam.
Pertama, saat menyatakan ingin membatasi penggunaan cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintah. Kedua, Fachrul menggagas sertifikasi penceramah guna merespon gerakan radikalisme yang sudah masuk ke mimbar-mimbar masjid. Ketiga, Menag menerbitkan Peraturan Menteri Agama Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim. Keempat, Kemenag merombak pelajaran agama Islam, terutama terkait khilafah. Kelima, perpanjangan surat keterangan terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI).
Narasi itu terus berlanjut seperti tiada henti dengan mencitrakan anak good looking yang hafiz Quran adalah anak yang berpotensi terpapar radikalisme, belum lagi dengan narasi ketika anak-anak perempuan sedari kecil diajarkan menutup aurat juga di stigmakan sebagai radikalisme.
Ada apa sebenarnya dengan berbagai narasi ini? Maka ini perlu disikapi oleh umat Islam terkait narasi yang dikeluarkan oleh pemerintah yang seakan selalu menyudutkan ajaran Islam dalam setiap narasi radikalisme.
Jelas hal ini akan membuat takut dan bisa jadi tertanam bahwa radikalisme adalah perbuatan kejahatan yang harus dijauhi bahkan dilawan. Maka istilah radikalisme akan menyebabkan umat muslim semakin menjauhi ajaran Islam yang rahmatan lil alamiin.
Radikal dan Radikalisme
Terdapat perbedaan mendasar antara istilah radikal dan radikalisme. Radikal diambil dari bahasa Latin yakni radix yang berarti akar. Dalam Kamus Besar Indonesia (KBBI), kata radikal memiliki arti: mendasar (sampai pada hak yang prinsip); sikap politik amat keras menuntut perubahan (undangan-undang pemerintahan); maju dalam berpikir dan bertindak.
Secara bahasa, Islam adalah ajaran yang radikal. Sebabnya, Islam terdiri atas akidah (yang sangat mendasar) dan syariah (sebagai implementasi dari akidah).
Akidah memberi jawaban yang komprehensif dari pertanyaan mendasar tentang kehidupan, yaitu kita hidup dari mana? Setelah hidup kita mau ke mana? Hidup kita untuk apa? Islam menjawab: kehidupan berasal dari Allah, setelah kehidupan ini manusia akan menghadap Allah, manusia hidup ini tak lain adalah untuk beribadah kepada Allah. Jelas akidah Islam sangat mendasar atau radikal.
Adapun istilah radikal ditambah “isme” di belakangnya sehingga menjadi radikalisme, menurut KBBI, memiliki arti: pemahaman atau aliran yang dikenal dalam politik; paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; sikap ekstrem dalam aliran politik.
Radikalisme dengan arti ini jelas bertolak belakang dengan Islam. Di dalam Al-Quran, misalnya disebutkan: La ikraha fi ad-din (Tak ada paksaan dalam memeluk Islam) (QS al- Baqarah [2]: 256).
Dengan demikian jelas berbeda antara radikal dan radikalisme. Bisa dikatakan bahwa Islam adalah radikal, namun Islam menolak radikalisme. Mungkin ada yang mengatakan itu sikap tidak konsisten, yakni menyebut radikal, namun menolak radikalisme. Sebenarnya tidak. Contoh: Islam mengakui manusia sebagai makhluk sosial, tetapi menolak sosialisme. Islam mengakui bahwa berbisnis butuh kapital (modal), tatapi Islam menolak kapitalisme. Tambahan kata isme itulah yang membuat arti sebuah kata berubah secara fundamental.
Sayang, narasi yang berkembang didukung media dalam pemberitaannya membuat istilah radikalisme ini melekat pada orang yang teguh dalam menjalankan ajaran Islam. Seperti yang terjadi saat ini, seperti celana cingkrang, cadar, jilbab, kerudung, anak good looking, Hafidz Quran dan para ulama yang Istikamah dalam menyeru Islam kaffah akan dicap sebagai Muslim berpaham radikalisme.
Sentimen terhadap Islam
Inilah yang terjadi saat ini, istilah radikalisme dimaknai dengan sempit, sehingga hal ini berdampak negatif pada Islam yang sering dikaitkan dengan terorisme dan julukan-julukan yang dimaksud untuk memberikan kesan buruk.
Istilah radikalisme merupakan skenario pihak asing untuk menghancurkan umat Islam. Pihak asing sadar betul bahwa Islam adalah ancaman bagi mereka. Hal ini karena kedengkian mereka atas Islam dan umatnya dengan sistem Islam pada masa silam telah mengalahkan hegemoni mereka atas dunia Islam.
Sikap yang Tepat
Ketika narasi radikalisme ini semakin ngawur jangan sampai rakyat Indonesia terbius sehingga melupakan permasalahan-permasalahan strategis di negeri ini. Seperti; Ekonomi yang terpuruk, pajak-pajak yang semakin mencekik rakyat, BPJS, tol, cukai dan listrik yang sewaktu-waktu bisa naik, kelangkaan BBM, kenaikan harga kebutuhan pokok, penegakan hukum yang semakin amburadul dan sikap pemerintah kepada ulama, jangan sampai terlupakan hanya karena pemerintah memantik narasi radikalisme yang tiada henti.
Oleh karena itu, sikap kaum muslimin: Pertama: umat Islam tidak boleh merasa takut menunjukkan identitas dirinya. Sebagai seorang muslim memiliki keyakinan akidah terhadap Islam yang kaffah. Kedua: Umat Islam harus dapat membuktikan bahwa apa yang dituduhkan dengan isu radikalisme adalah sebuah kesalah pahaman terhadap Islam. Terus mendakwahkan bahwa Islam adalah rahmatan Lil alamiin. Ketiga: Harus dipahami bahwa isu radikalisme adalah upaya dari musuh Islam untuk menjauhkan Islam dari kesejatiannya yakni Islam kaffah.
Oleh karena itu, perang melawan radikalisme adalah perang melawan umat Islam. Umat dan bangsa ini harus menolak setiap narasi yang diembuskan di negara ini. Sebab, tudingan radikalisme upaya untuk menghambat penerapan Islam secara kaffah, juga dijadikan alat untuk memukul semua orang yang mengkritik kezaliman rezim. Narasi ini hanya sebagai alibi untuk menyerang ajaran Islam.
Maka umat Islam harus bangkit dan bersatu untuk melawan narasi radikalisme. Teruslah berjuang hingga Allah memenangkan agama ini dengan kembali tegaknya kehidupan Islam secara kaffah di dalam institusi Khilafah Rasyidah Islamiyah.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Views: 6
Comment here