Oleh: Ummu Balqis (Ibu Pembelajar)
wacana-edukasi.com, OPINI– Di awal kemunculan Ojek online (Ojol), masyarakat menyambutnya dengan gembira. Di satu sisi, masyarakat menilai dengan adanya ojol, dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi mereka. Adapun di sisi lain, bagi pengguna jasa ojol, tentu sangat memudahkan mereka dalam beraktivitas, khususnya di kota-kota besar.
Hanya dengan satu aplikasi online, banyak layanan dapat diakses dengan mudah. Bukan hanya layananan ojek saja, umumnya aplikasi transportasi online juga menyediakan jenis layanan lainnya, seperti layanan pesan antar makanan, antar paket dalam kota, beli kebutuhan harian di supermarket, bayar pulsa, dan lain sebagainya. Hal ini sangat menarik perhatian, sehingga sangat banyak masyarakat yang menggunakan aplikasi ini.
Pemilik perusahaan ojol tentu memperoleh penghasilan yang cukup besar, begitupun dengan drivernya. Pada tahun-tahun pertama driver ojol mampu menghasilkan keuntungan Rp5 juta hingga Rp10 Juta. Namun sayang, beberapa tahun terakhir ini, penghasilan driver ojol semakin berkurang, bahkan mereka sampai kehilangan 50% penghasilannya. (cnbcindonesia.com, 01/04/2023).
Hal ini tersebab, terjadi banyak pemotongan oleh aplikator, yaitu sebesar 20 persen hingga nyaris 40%. Sebagaimana dilansir dari tempo.co, (28/09/2022), ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati membeberkan pungutan jasa dari tarif ojol yang dilanggar aplikator. “Dalam satu orderan antar penumpang, customer membayar Rp 17 ribu. Berdasarkan aturan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) KP 667 Tahun 2022, disebutkan potongan aplikator adalah sebesar 15 persen, artinya Rp 2.250. Sehingga, pendapatan driver ojol adalah Rp 14.450. Namun yang terjadi, pengemudi ojol hanya memperoleh pendapatan sebesar Rp 10.400. Artinya, potongan aplikator melebihi ketentuan batas maksimal 15 persen. Dalam sekali pemesanan ini, aplikator pun telah memotong sebesar 38,8 persen atau setara dengan Rp 6.600 dari Rp 17 ribu tersebut.”
Sungguh sangat memprihatikan nasib driver ojol. Mereka hanya bisa pasrah dengan pemotongan komisi ini. Adapun alasan perusahaan banyak memotong komisi drivernya, disebabkan karena perusahaan belum mendapat keuntungan. Tentu alasan ini sulit diterima.
Sebagaimana pernyataan Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia Igun Wicaksono dalam laman tempo.co (21/09/2022), “Banyak perusahaan aplikator telah mencapai posisi unicorn dengan nilai valuasi perusahaan melebihi US$ 1 miliar.” Tentu ini adalah penghasilan yang fantastis. Apakah mungkin perusahaan ini belum mendapatkan keuntungan sehingga banyak sekali memangkas komisi drivernya
Driver ojol menjadi pihak yang dikorbankan. Tidak ada perlindungan dari pemerintah terhadap nasib mereka. Bahkan pemerintah dan pemilik perusahaan aplikator terkesan saling bekerjasama untuk mendapatkan keuntungan.
Para kapital pemilik perusahaan aplikator telah berbuat arogan terhadap driver ojol. Bukankah sudah seharusnya pemerintah turun tangan saat melihat kondisi seperti ini. Namun sayang, sikap semena-mena pemilik perusahaan, dibiarkan begitu saja. Pengemudi ojol tidak dapat perlindungan dari pemerintah.
Tak heran, dalam negara kapitalis, rakyat kecil selalu dijadikan “sapi perah”. Para kapital senantiasa memanfaatkan tenaga pekerja sebesar-besarnya demi mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Mereka tak peduli tentang kemanusiaan dan keadilan. Untuk melanggengkan hawa nafsunya, mereka akan bekerjasama dengan pemerintah. Mereka akan meminta agar aturan UU yang diberlakukan memihak kepadanya.
Kongkalikong penguasa dan pengusaha adalah hal yang lumrah terjadi dalam negara kapitalis. Rakyat kecil hanya bisa berteriak, teriakan mereka terbang bagaikan angin lalu saja. Tuntutan pengemudi untuk menurunkan tarif maksimal 10 persen spertinya sangat sulit untuk diwujudkan.
Mereka diambang dua pilihan, tetap bertahan dengan penghasilan yang sangat minim, atau mereka menyerah dan mencari pekerjaan lain yang lebih layak. Namun di tengah kondisi saat ini, mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang layak agar mencukupi kebutuhan hidup pun sangat sulit. Hal ini tentu menjadi dilema bagi mereka. Sudah lah ada pemangkasan komisi, mereka pun tidak mendapatkan THR sebagaimana karyawan di perusahaan lain.
Memang benar ada himbauan-himbauan dari pemerintah terhadap perusahaan aplikator untuk memberikan kemudahan dan menyejahterakan pengemudi ojol, tapi itu hanya himbauan saja. Sebagaimana surat edaran Menteri Ketenagakerjaan tentang THR 2023 bagi pekerja atau buruh mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 yang mengatur kewajiban perusahaan memberikan THR kepada pekerja, akan tetapi himbauan ini tidak dapat mengikat perusahaan aplikator.
Hal ini dikarenakan, status ojek online bukanlah hubungan kerja konvensional, tapi hubungan kerja kemitraan. Sehingga tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk memberikan THR kepada pengemudi ojol. Semua ini dikembalikan pada kebaikan pemilik perusahaan, mau memberikan THR atau tidak, sah-sah saja. Lagi-lagi kapital adalah pihak yang selalu untung, rakyat kecil (driver ojol) sudah pasti buntung.
Melihat fenomena ini, sudah saatnya kita melirik solusi alternatif untuk menyelesaikan persoalan-persoalan. Solusi alternatif itu datang dari Islam. Islam melarang mendzalimi satu sama lain dalam hal mitra bisnis. Setiap akad kontrak kerja yang dibangun, harus dengan kesepakatan kedua belah pihak, dan saling meridhoi. Tidak boleh terjadi penipuan/pengkhianatan antar kedua belah pihak.
Apabila dalam membangun kontrak kerja, ada hal-hal yang tidak diridhoi oleh salah satu pihak, maka bisa saja dia membatalkan dan keluar dari kontrak kerja tersebut. Namun disisi lain, negara Islam telah membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya khususnya bagi laki-laki. Karena kewajiban mencari nafkah berada dipundaknya. Sehingga kita tidak perlu merasa takut untuk meninggalkan pekerjaan yang dianggap merugikan sebelah pihak.
Penerapan Islam dalam sebuah negara, menjadikan UU Islam sebagai payung hukum yang dapat melindungi nasib pekerja. Apabila ada perusahaan besar yang diketahui dan terbukti melakukan kecurangan dalam kontrak kerja, maka negara Islam akan memberikan sanksi tegas pada perusahaan tersebut.
Negara Islam tidak akan membiarkan para kapital menguasai kaum lemah. Semua kalangan diwajibkan terikat dengan hukum syarak, baik dalam kontrak kerja dan sebagainya. Oleh karena itu sudah saatnya kita menerapkan Islam untuk menyelesaikan masalah ini. Wallahualam.
Views: 25
Comment here