Oleh: Eviani (Muslimah Ketapang, Kalbar)
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Jalan merupakan infrastruktur yang sangat penting bagi masyarakat baik di kota dan di desa ataupun di kampung. Sayangnya jalan yang rusak bahkan tidak beraspal masih di rasakan masyarakat bagian daerah hulu. Seperti jalan akses utama penghubung Kecamatan Tumbang Titi, Jelai Hulu dan Kecamatan Marau yang penuh dengan lumpur. Saking parahnya kendaraan yang ingin melewati jalan ini antri hingga 1 kilometer (mediakalbarnews.com). Diperparah lagi ini bukan satu-satunya jalan yang rusak, masih banyak lagi jalan rusak yang ada di kabupaten Ketapang. Masyarakat hanya bisa berharap kepada pemerintah agar memberikan solusi untuk perbaikan jalan. Fakta dilapangan membuktikan meskipun perbaikan sudah sering dilakukan, jalan yang di perbaiki tidak bertahan lama.
Dengan rusaknya jalan ini akan menimbul dampak bagi masyarakat. Seperti aktivitas perjalanan terhambat, waktu tempuh ke tempat tujuan menjadi lama dan aktivitas perekonomian masyarakat pun lumpuh sehingga berpengaruh pada naiknya kebutuhan pokok masyarakat. Kondisi jalan yang belum optimal menjadi salah satu faktor terjadinya inflasi khususnya saat menghadapi Bulan Ramadhan dan idul Fitri nanti. Walaupun pemerintah saat ini mengadakan pasar murah untuk menekan inflasi yang kemaren dilakukan di Pasar Hajisani dan Pasar Melati namun harga kebutuhan pokok tetap saja mahal. Akumulasi dari infrastruktur jalan yang rusak akan mempersulit upaya pengendalian inflasi di daerah masing-masing, karena masalah inflasi juga berkaitan dengan biaya distribusi. Termasuk daerah yang inflasinya tinggi bisa dilihat kondisi infrastrukturnya.
Pada masa pemerintahan sekarang, kita bisa melihat perbaikan jalan tidak begitu dihiraukan oleh pemerintah. Pemerintah justru bekerjasama dengan swasta bahkan asing untuk membuat jalan tol, yang tentunya itu lebih menghasilkan keuntungan di bandingkan memperbaiki jalan yang rusak bagi rakyat. Saat ini pemerintah hanya menjadikan rakyat sebagai beban. Jadi wajar pengurusan urusan rakyat seperti itu karena penguasa “terkesan” terpaksa, bukan memang menjadi tanggung jawab pemerintah dalam mengurusi rakyatnya.
Solusi yang mereka berikan yaitu dengan CSR dari perusahaan untuk perbaikan jalan. Pemerintah menganggap CSR itu sudah cukup membantu, padahal CSR merupakan bentuk abainya negara dalam memenuhi kemaslahatan bagi rakyat.
Paradigma kapitalis menganggap infrastruktur dijalankan demi kepentingan semata atau berorientasi pada materi bukan untuk kepentingan rakyatnya tetapi untuk kepentingan para korporasi. Misalnya saja jalan tol dibangun bukan demi mengurusi urusan rakyat tetapi untuk melayani para korporat dalam memperoleh keuntungan. Jalan tol yang berbiaya mahal hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang yang berduit sedangkan rakyat yang ekonomi nya ke bawah harus terbiasa dengan jalan yang rusak. Tata kelola infrastruktur yang berdasarkan peran para korporat telah mengkerdilkan peran negara sesungguhnya. Jalan umum yang merupakan kewajiban negara kepada rakyat jadi terabaikan.
Jika kita merujuk pada aturan didalam Islam, infrastruktur merupakan hal yang penting dan sangat di perhatikan oleh negara karena menyangkut kepentingan rakyat dan pembangunan akan berjalan sesuai prioritas. Dengan ekonomi yang kuat negara akan mampu dalam menyelesaikan masalah jalan rusak dengan cepat dan tidak bertele-tele. Proyek pembangunan pun tidak di serahkan kepada swasta dan asing tetapi negara akan menyerahkan kepada tenaga ahli nya dan negara lah yang bertanggung jawab atas pembiayaan.
Salah satu infrastruktur yang pernah dibangun pada saat Islam diterapkan seperti pada masa akhir Kekhalifahan Utsmani, dunia Islam berupaya dipersatukan dengan jalur kereta api Hijaz. Diperintahkan oleh Sultan Abdul Hamid II pada 1900, jalur kereta api Hijaz dibangun untuk memudahkan jemaah haji saat menuju Makkah. Sebelumnya, mereka melakukan perjalanan dengan menunggangi unta selama berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Bisa dipastikan sistem Islam diterapkan hanya untuk kemaslahatan rakyat nya bukan yang lain.
Wallahu’alam bi shawab.
Views: 21
Comment here