Oleh : Nur Arofah (Member Pena Muslimah Jagakarsa)
Wacana-edukasi.com— Sejak lama slogan dari rakyat untuk rakyat didengungkan. Rakyat memilih dan mewakilkan suaranya pada pemimpin yang klaimnya adalah pejuang rakyat lewat pesta yang selalu diselenggarakan di negeri ini baik pemilu atau pilkada.
Faktanya rakyat banyak mendapatkan Cilaka akibat keputusan dari UU yang dibuat oleh wakilnya tersebut. Yang terbaru adalah pengesahan UU Omnibus law ditengah pandemi dan pada waktu yang tidak masuk akal selalu di tengah malam pada 5 Oktober 2020.
Gelombang penolakan pun terjadi mulai dari kalangan buruh, pelajar, mahasiswa, ormas hingga LSM datang silih berganti ke istana negara. Bahkan diberbagai daerah terjadi unjuk rasa, korban pun berjatuhan. Seberapa pentingkah pengesahan UU ini? Hingga nyawa rakyat tak lebih berharga dari ketok palu omnibus law.
Ironis, mereka yang duduk di parlemen yang atas rakyatlah ada di sana, namun tak bisa berbuat apa apa.
“Sebagai anggota DPR, saya termasuk yang tak dapat mencegah disahkannya UU ini. Selain bukan anggota Baleg, saya termasuk yang terkejut adanya pemajuan jadwal sidang paripurna kemarin, sekaligus mempercepat masa reses. Ini bukan apologi, tapi realitas dari konfigurasi politik yang ada. Saya mohon maaf,” kata Fadli Dzon Detiknews.com (7/10/2020).
Saat ini, meskipun ada anggota parlemen yang tidak setuju ketok palu tetap dilakukan. Karena suara yang menyetujui UU yang dibuat lebih dominan. Dalam sistem demokrasi suara mayoritas menjadi keputusan final.
Pengesahan RUU Cipta Kerja seperti sudah biasa, karena telah berulang UU yang dihasilkan oleh rezim oligarki yang pengesahannya sering dilakukan di saat rakyat masih dalam peraduan dan terkesan terburu-buru. Untuk siapa sebenarnya ?
Ternyata sampai saat ini draf UU omnibus law belum kelar. Ada alasan dibalik pengesahan UU yang seperti dikejar setoran. Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gajah Mada (UGM) Tajuddin Noer Efendi menilai, cepatnya pengesahan UU ini karena pemerintah ingin menangkap peluang investasi asing.
Pada laman Kompas.com (9/10/2020), Tajuddin menambahkan jika saat ini ada sekitar 130-an investor asing yang mengincar Indonesia. Mereka diketahui keluar dari China untuk mencari tempat usaha baru. Perang dagang antara AS dan China membuat investor-investor berlomba mendapatkan tempat subur.
Kontroversi yang ditimbulkan oleh draf RUU Omnibus law memiliki alasan kuat, sebab banyak faktor yang tidak berpihak pada rakyat.
Bisa dilihat dalam penyusunan draf RUU omnibus didominasi kalangan pengusaha, pemilik modal, dan investor. Hasilnya pun banyak menguntungkan kepentingan para investor dibanding pekerja. Buruh dan pekerja ibarat mesin produksi bagi korporasi.
Selanjutnya kepentingan rakyat yang dirugikan, investasi yang bisa menciptakan lapangan kerja hanya kamuflase dari proyek RUU ini. Investasi tidak berpengaruh apa pun, terbukti sejak dibukanya kran investasi justru angka pengangguran terbuka makin luas sebab tenaga asing banyak berdatangan.
PHK besar-besaran telah terjadi diberbagai perusahaan sebelum disahkan. Maka peluang pengangguran semakin terbuka. Sebab dalam RUU ciptaker memberi peluang perusahaan untuk tidak mengangkat pekerja menjadi karyawan tetap. Sistem kontrak putus berlaku jika RUU ini disahkan, apa yang terjadi? Dampaknya adalah generasi muda akan sulit mendapat pekerjaan stabil, lonjakan pengangguran tak terkendali.
Omnibus law adalah buah sistem kapitalisme neo liberal, memberi keuntungan sebesarnya bagi korporasi. Negara bergandengan dengan kapitalisme untuk memerah rakyat. UU dibuat hanya memberi keluasan bagi pengusaha menguasai perekonomian negara, negara menjadi lemah dan mandul tidak punya kekuatan mengahadapi rongrongan korporasi.
Negara hanya sebagai regulator para korporatokrasi. Dominasi kekuasaan bukan pada negara melainkan ada pada perusahaan besar.
Berbeda dengan khilafah (sistem pemerintahan Islam), khalifah (pemimpin negara) sebagai pelayan umat bukan korporat. Segala hukum diambil dari syariat termasuk pada masalah ketenagakerjaan.
Hukum ketenagakerjaan diambil dari akad ijarah (kontak kerja), dalam syariat hubungan antara pekerja dan pengusaha kontrak kerja yang saling menguntungkan, tidak boleh pengusaha menzalimi dan pekerja merasa dizalimi pihak lainnya. Keduanya melakukan hak dan kewajiban masing-masing karena bertanggung jawab terhadap akad mereka.
Begitupun dengan negara tugasnya adalah sebagai pelayan umat, mengurusi kepentingan dan kemaslahatan umat. Negara menjamin penghidupan, kesejahteraan, keamanan, serta kebutuhan dasar rakyat.
Sumber daya alam yang melimpah digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, tidak boleh dikuasai asing atau investor apalagi dalam bidang strategis dan vital. Investasi asing bukan penguasaan kekayaan alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Untuk mengatasi pengangguran negara akan memperluas lapangan kerja bagi rakyat. Yang tidak punya modal, diberi modal oleh negara agar ia bekerja.
Bagi yang tidak punya keterampilan diberi pelatihan agar memiliki kemampuan dan skill yang mumpuni. Islam melarang pengangguran dan bermalas-malasan. Setiap kepala keluarga wajib mencari nafkah. Maka, tenaga kerja laki laki yang akan banyak diserap.
Perempuan tidak boleh terbebani masalah ekonomi, tugasnya mendidik generasi. Negara berdiri secara mandiri tanpa bergantung pada investasi dan utang luar negeri.
Dengan demikian, hanya Islam solusi tuntas memecahkan problematika kehidupan, kembali kepada penerapan Islam kaffah dalam konstitusi negara.
Sehingga ketaatan untuk menerapkan hukum adanya saling mengingatkan antara rakyat dan pemimpin sehingga keberkahan dan rahmat Allah meliputi seluruh negeri.
Wallahu A’lam Bishowab
Views: 5
Comment here