Oleh: Nurlaini
Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Masyarakat kecil selalu menjadi perhatian pemerintah. Sayangnya perhatian tersebut bukan dalam hal kesejahteraan, melainkan sebaliknya. Rezim saat ini seakan tak kehabisan ide untuk memungut tetes keringat rakyat dengan mengatasnamakan pajak. Dengan dalih pembagian makan bergizi gratis, pajak PPN akan dinaikkan menjadi 12% mulai Januari 2015. Sudahlah rakyat menjadi kambing hitam, pemerintah me-klaim bahwa kenaikan pajak ini tidak akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Apakah benar demikian?
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan program prioritas Presiden Prabowo Subianto, yakni makan bergizi gratis merupakan salah satu alasan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN 12 persen resmi berlaku mulai 1 Januari 2025.
Airlangga menyampaikan, kenaikan tarif PPN sebesar satu persen dari 11 menjadi 12 persen tersebut dinilai dapat meningkatkan pendapatan negara sehingga dapat mendukung program prioritas pemerintahan Prabowo pada bidang pangan dan energi (beritasatu.com, 16/12/2024).
Pro dan kontra terus mencuat terkait rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen yang dijadwalkan berlaku mulai Januari 2025. Kebijakan ini memicu beragam pendapat di tengah masyarakat dan pelaku usaha mengenai dampaknya terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu memastikan, dampak kebijakan ini terhadap inflasi dan ekonomi akan sangat minimal (https:beritasatu.com, 21/12/2024).
Petisi penolakan kenaikan PPN sudah diterima Sekretariat Negara. Sayangnya, hal tersebut seperti angin lalu yang tak digubris sama sekali. Kenaikan PPN tetap diberlakukan. Meski pemerintah memberikan batasan barang-barang yang terkena kenaikan PPN, tetapi sejatinya kebijakan tersebut tetap memberatkan rakyat. Sebagai peredam, pemerintah memberikan program bansos dan subsidi PLN.
Akan tetapi program tersebut bukanlah solusi mumpuni yang pada akhirnya penderitaan rakyat tetap tak terelakkan. Kenaikan pajak yang diklaim tidak akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi pada akhirnya tak bisa dipungkiri akan berimbas pada kenaikan harga barang pokok di pasaran. Harga yang sudah tinggi, akan semakin tinggi saja. Jika sudah demikian, siapa yang terkena dampak ini? Tentu saja seluruh lapisan elemen masyarakat. Inilah adalah contoh kebijakan penguasa yang populis otoriter.
Islam menjadikan penguasa sebagai raa’in dan junnah. Islam menetapkan bagaimana profil penguasa dalam Islam dan juga mengatur bagaimana relasi penguasa dengan rakyatnya. Penguasa dalam Islam wajib mengurus rakyat dan mewujudkan kesejahteraan individu per individu. Islam mewajibkan penguasa membuat kebijakan yang tidak menyulitkan hidup rakyat. Sumber-sumber pendapatan negara menurut Islam: yaitu ghanimah, sedekah, infaq, zakat, ‘ushr, fa’i, jizyah, kharaj, pajak atas pertambangan dan harta karun, serta wakaf.
Dengan berbagai sumber pendapatan negara seperti diatas seharusnya tidak perlu ada kenaikan PPN jika hanya untuk alasan makan gratis. Selain itu, pajak sudah ada sejak jaman Rasulullah, akan tetapi dalam pelaksanaannya ada aturan-aturan yang diterapkan sehingga tidak semua rakyat memiliki kewajiban membayar pajak. Hal ini sungguh berbeda dengan negara saat ini bukan? Jika demikian bukankah sekarang saatnya kita menerapkan Syariat Islam secara kafah?
Views: 2
Comment here