Opini

Nasib Sengsara Ulama dan Agama dalam Sistem Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Eti Ummu Nadia

wacana-edukasi.com– Kasus penyerangan Ulama kembali terjadi untuk kesekian kalinya. Kali ini peristiwa tersebut terjadi di Batam. Bukan hanya itu, pembakaran mimbar masjid yang dilakukan oleh seorang laki-laki di Makassar, Sulawesi Selatan sontak mendapat tanggapan langsung dari Menteri koordinator Bidang Politik (Menko Polhukam) Mahmud MD yang dilansir dari detik.com Sabtu (25/9/2021/) yang menyatakan bahwa pemerintah sangat menyayangkan peristiwa tersebut dan mengutuk keras. Mahmud MD pun meminta mengusut kasus tersebut dan meminta agar pelaku ditindak dengan tegas.

Selain itu, dua hari sebelum kasus penyerangan yang terjadi pada Ustadz Chaniago di Batam, pada tanggal 18 September 2021 lalu, seorang Ustadz bernama Marwan atau yang dikenal Alex, tewas setelah mengalami luka tembak di depan rumahnya di Kecamatan Pinang Tangerang tanhgal 18 September 2021.

Seperti yang dilansir dari okezone.com (22/9/2021), Marwan atau Alex terkena tembakan di pinggang bagian kanan, yang mengakibatkan timah panas tersebut menembus hingga ke bagian pinggang sebelah kirinya. Ustadz Marwan atau Alex pun meninggal, setelah sempat mendapat pertolongan dari rumah sakit. Kasus tersebut pun masih dalam proses penyelidikan pihak Polres Metro Tangerang Kota yang dibantu Diktrimun Polda Metro Jaya.

Entah sampai kapan kasus penyerangan terus terjadi pada ulama kita. Masih ingat dan segar dalam ingatan, kasus penusukan yang terjadi pada mendiang guru kita Ustadz Muhammad Syekh Ali Jaber yang ditusuk oleh seorang laki-laki ketika Syekh sedang berdialog dengan anak kecil di Masjid Falahuddin Lampung Minggu (13/8/2020). Sehingga dari kejadian tersebut beliau mengalami luka yang cukup parah di bahu kanannya. Dari keterangan, pelaku disebut orang yang terganggu kejiwaannya (gila).

Sungguh miris yang terjadi pada ulama kita. Selain perusakan masjid, penyerangan pun kerap terjadi seperti adanya penganiayaan, hingga berujung si pelaku dengan kejinya menghilangkan nyawa seorang ulama. Inilah gambaran kegagalan negara dan bukti lemahnya hukum dalam melindungi para ulama dan tempat ibadah atau masjid. Sudah seharusnya negara wajib memberikan perlindungan yang berlapis kepada para ulama. Supaya kasus tersebut tidak terus terjadi. Karena, setiap kasus penyerangan yang menimpa ulama, ustadz atau pun kyai, setiap penyelidikannya selalu berakhir pada keputusan bahwa pelaku adalah orang dengan gangguan kejiwaan (gila).

Seharusnya para penyidik tidak boleh memberikan statement kejiwaan atau menyimpulkan bahwa pelaku adalah orang gila. Sebelum pelaku diperiksa terlebih dahulu oleh ahli kejiwaan. Begitu pun dengan penyampaian kondisi kejiwaan pelaku, bukanlah kewenangan otoritas kepolisian karena itu kewenangan ahli.

Bukan hanya itu, tidak adanya upaya preventif dari para penyidik, guna mencegah kejahatan supaya tidak terulang kembali, belum terlihat. Begitu juga dengan penindakan tegas bagi para pelaku. Faktanya, setiap penyerangan yang terjadi terhadap ulama, kyai, atau ustadz, berujung pada statement, bahwa pelakunya adalah orang terganggu kejiwaannya (gila). Tak heran, kasus tersebut sering terulang dan berakhir dengan si pelaku bebas dari jerat hukuman.

Maka pantas, jika masyarakat bingung dengan kasus yang berulang kali tersebut. Hal ini menjadi pertanyaan besar, kenapa orang gila selalu menyasar ulama, kyai, atau ustadz, kenapa tidak yang lain? Sungguh menjadi pertanyaan besar, kenapa hal tersebut bisa terjadi.

Selain itu, sistem sekarang jaminan keamanan bagi setiap warga negara tidak dirasakan. Penyerangan demi penyerangan kerap dirasakan oleh para ulama, baik secara tuduhan, teror, bahkan serangan fisik. Padahal mereka adalah orang berilmu agama yang harus dimuliakan. Apa yang di sampaikan itu adalah kebenaran yang berasal dari wahyu Allah SWT.

Sungguh, terlihat nampak sekali ketidaksukaan mereka terhadap Islam. Ajaran nya di hinakan, bahkan para pengemban dakwahnya baik Ulama, Kyai, Ustadz selalu mendapat persekusi.

Inilah potret kegagalan sistem yang di emban sekarang sistem demokrasi sekuler yang terbukti gagal memberikan rasa aman. Menjaga simbol Islam dan melindungi para ulamanya. Padahal, peran ulama, kyai atau ustadz sangat penting untuk kehidupan. Seperti mendidik dan membina umat ke jalan yang lurus. Ulama yang lurus adalah panutan dan tauladan kita. Bisa dikatakan bahwa ulama adalah pewaris para Nabi yang senantiasa berpegang teguh berpedoman pada Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak pernah menyalahi syari’at Islam yang diwariskan Rasulullah Saw. Sudah sepantasnya kita menghormati, memuliakan dan mencintai ulama. Seperti Hadits Rasulullah Saw:

Bukan termasuk umatku orang yang tak menghormati orang tua, tidak menyayangi anak-anak dan tidak memuliakan alim ulama.” (HR Ahmad, Thabrani, Hakim).

Tapi sayang, selama umat masih tinggal di habitat salah, sistem demokrasi sekuler, mustahil semua itu bisa rasakan. Karena, hakikatnya sistem sekuler ini adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Seperti halnya agama hanya diambil dan diterapkan sebagai ibadah ritual saja. Sedangkan untuk yang lainnya, tidak diambil atau diterapkan.

Berbeda dengan sistem Islam, negara akan memberikan hak berbicara kepada setiap warganya. Selain itu, negara akan menjaga simbol keagamaan seperti Masjid, menjaga Ulama, menghormati dan memuliakan seorang Ulama. Karena seorang Ulama dihormati dan dimuliakan karena ilmunya, yang menjadi pelita atau penerang bagi umat.

Dalam syariat Islam, sanksi tegas dan berat pun akan diambil bagi pelaku kejahatan guna memberikan efek jera bagi pelaku dan yang lainnya. Supaya kasus tersebut tidak terulang kembali. Seperti adanya Jawabir (penebus dosa) yang mana seseorang membunuh akan dibunuh juga sebagai balasannya. Karena sanksi uqubat dapat menebus sanksi akhirat. Begitu juga dengan jawabir (pencegah) yang berarti dapat mencegah manusia dari tindak kejahatan. Otomatis mereka akan takut dan tidak akan melakukan tindak kejahatan. Dengan demikian kejahatan bisa di minimalisir.

Oleh karena itu, aturan yang adil adalah Islam yang di dalamnya terdapat seperangkat aturan yang khas dimana setiap peraturannya mampu mendatangkan kemaslahatan bagi umat. Selain itu, negara juga akan melindungi, menjamin keselamatan warganya, termasuk kepada para ulama. Karena Islam memandang, satu nyawa manusia itu sangatlah berharga. Seperti dari firman Allah SWT:

“Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya” ( QS. Al- Maidah: 32).

Sungguh ketika syari’at Islam diterapkan dan diambil sebagai aturan hidup, tidak akan ada kasus penyerangan terjadi kepada ulama, atau warga yang lainnya. Karena negara Islam yang di pimpin oleh Khilafah sebagai perisainya (penjaga).

Wallahu’alam Bishawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here