Oleh: Sonia Padilah Riski (Muslimah Kalimantan Barat)
wacana-edukasi.com–Awal tahun 2022, banyak kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah salah satunya adalah penghapusan tenaga honorer yang dimulai pada tahun 2023. Perencanaan tersebut banyak menimbulkan pro dan kontra terutama di kalangan honorer. Pasalnya, jika penghapusan tersebut dilakukan pemerintah tidak memberikan solusi pasti bagaimana nasib tenaga honorer selanjutnya.
Pegawai di pemerintahan rencananya hanya akan diisi dengan PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Isu-isu pengangkatan honorer menjadi PNS nyatanya hanyalah bualan semata. Pegawai yang sebelumnya bekerja sebagai satpam, cleaning service, dan lain-lain akan digantikan dengan jasa dari perusahaan outsourcing (Liputan6.com, 20/01/2022).
Sejak awal pemerintah terkesan tidak serius dalam mengatasi permasalahan pekerja (baik mengurangi angka pengangguran maupun pengangkatan tenaga honorer). Sebenarnya bagaimana skema pemerintah dalam mengatur urusan tenaga kerja hingga timbul berbagai protes dari kalangan rakyat?
Kuasa Pemerintah Terhadap Tenaga Kerja
Kebijakan penghapusan tenaga honorer menurut pemerintah akan memberikan keefektifan dalam peraturan tenaga kerja terutama yang berkecimpung dalam tatanan birokrasi.
Tapi, nasib tenaga honorer tentunya juga harus dipikirkan terutama yang sudah bekerja hingga belasan tahun. Jika pemerintah memberikan solusi atas kebijakan baru tersebut, banyak tenaga honorer akan merasa aman. Tetapi yang terjadi saat ini, pemerintah tidak ingin ambil pusing atas solusinya.
Seakan ingin berlepas tangan dari permasalahan yang terjadi. Pemerintah tentu sangat berkuasa atas segala keputusan baik atau buruknya suatu kebijakan. Permasalahannya terletak pada kebijakan yang dihasilkan. Bukan hanya kali ini saja pemerintah membuat kebijakan yang akhirnya memberikan ketidaksejahteraan pada rakyat. Kebijakan yang dibentuk juga tersirat tujuan tertentu didalamnya, bahkan mayoritas masyarakat juga tahu pembuatan kebijakan-kebijakan tersebut tidak dilandasi atas kepentingan rakyat melainkan kepentingan golongan tertentu.
APBD yang selama ini juga digunakan untuk membayar gaji tenaga honorer semakin dipangkas pemerintah. Alasan klasik seperti penanganan pandemi, kebutuhan daerah yang lainnya, dan sebagainya tentu tidak bisa dipikirkan secara logis. Bagaimana mungkin jika dengan alasan-alasan tersebut, beberapa pejabat kekayaannya semakin bertambah di tengah pandemi?
Jika penghapusan tenaga honorer dilakukan hanya untuk memangkas anggaran APBD, peraturan keefektifan pegawai, dan lain sebagainya kenapa pemerintah tidak memberikan solusi tuntas atas permasalahan tersebut?
Kebijakan Sesuai Pesanan Kapitalis
Kapitalisme sebagai sistem ekonomi yang sudah mendarah daging dalam tata pemerintahan demokrasi tentunya tidak akan pernah lepas satu sama lain. Tatanan birokrasi sebagian besar juga dikuasi oleh para kapital. Tak heran tata pemerintahan ini menuju plutokrasi (elit pemilik modal yang berkuasa di pemerintahan).
Berikut halnya dengan kebijakan yang dicetuskan. Bahkan beberapa daerah dengan gamblang membuat berbagai kebijakan bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan setempat untuk membangun daerah tersebut. Tak heran jika kebijakan yang dihasilkan pun, disesuaikan dengan keputusan para kapital. Buruknya pengelolaan ini membuat masyarakat sebagian besar tidak bisa berkutik dengan keputusan-keputusan pemerintah yang jauh dari kata “mensolusikan.”
Kapitalisme memberikan ajang bagi siapapun yang bisa memberikan modal terbanyak ialah yang berhak berkuasa. Nasib rakyat kecil? Hanya dijadikan bahan tertawaan bagi elit pemilik modal. Seperti halnya tenaga honorer, meskipun belasan tahun mengabdi tak ubahnya tenaga mereka hanya sesuatu yang tidak dianggap.
Tenaga Kerja Dalam Negara Islam
Di sisi lain, Negara Khilafah yang menjadikan Islam sebagai ideologinya tentu akan memberikan solusi tuntas mengenai tenaga kerja.
Khalifah tidak akan pernah memberikan bentuk pekerjaan berupa tenaga honorer. Karena semua rakyat yang beragama Islam berhak untuk memasuki tatanan pemerintah Negara Islam. Berbeda halnya, jika pegawai yang bekerja dalam kapitalisme hanya untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi tetapi pegawai dalam Negara Islam dipilih sesuai dengan kebutuhan Khalifah. Begitupun dalam pelaksanaannya, pekerjaan dilakukan bukan hanya semata-mata hanya untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi melainkan menjalankan syariat sesuai dengan kehendak Allah swt.
Hingga memunculkan kesadaran pada setiap umatnya (baik rakyat maupun pegawai dalam tatanan pemerintahan), setiap aktifitas dilakukan semata-mata karena Allah swt bukan karena materi, bukan juga karena kepentingan kelompok atau individu tertentu.
Wallahu a’alam
Views: 8
Comment here