Oleh: Imas Sunengsih, S.E., M.E (Aktivis Muslimah Intelektual)
Wacana-edukasi.com, OPINI– Di awal tahun nampaknya rakyat kembali menjerit, pasalnya pemerintah kembali menaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%. Kenaikan ini jelas memiliki dampak yang signifikan untuk kenaikan harga, terutama harga kebutuhan pokok. Jika disurvei, banyak harga kebutuhan pokok melonjak tajam di awal tahun ini seperti telur, ayam, cabe dll.
Walaupun pemerintah berdalih, bahwa kenaikan PPN 12% hanya untuk barang mewah, sebagaimana yang di lansir dari: Liputan6.com, Jakarta Pemerintah resmi menetapkan kenaikan PPN darı 11 persen menjadi 12 persen dikenakan khusus terhadap barang dan jasa mewah. Sebelumnya direncanakan kenaikan PPN menjadi 12 persen juga terjadi pada beberapa barang lain, tetapi pemerintah kembali menetapkan untuk barang dan jasa mewah.
Namun, fakta dilapangkan justru kebutuhan pokok lah yang mengalami kenaikan secara signifikan. Kondisi ini menyebabkan keadaan rakyat semakin dipersulit, sebab kenaikan PPN 12% akan berimbas kesemua sektor seperti sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan, transportasi, dll.
Rakyat pun protes dengan kenaikan tersebut, namun lagi-lagi pemerintah mengeluarkan jurus peredam dengan memberikan subsidi listrik 50% selama dua bulan yaitu Januari dan Februari. Diskon listrik ini menyasar pelanggan rumah tangga dengan daya listrik 450 VA hingga 2.200 VA. Rakyat dibuat senang dengan kebijakan ini, tapi sayang setelah dua bulan berlalu maka tarif listrik akan naik selamanya. Jadi, seharusnya rakyat jangan seneng dulu dengan kebijakan ini karena kebijakan ini hanya seperti lips servis saja. Andai saja listrik ini digratiskan seterusnya, tentu rakyat akan senang, namun ini tidak akan mungkin terjadi di negeri ini selama sistem masih kapitalistik.
Sistem kapitalisme memberikan ruang bagi swasta untuk bermain disektor publik yang dimana itu merupakan kepemilikan umum, seperti listrik, BBM, kesehatan, pendidikan dll. Seperti disektor listrik ini, orientasinya hanya untuk mencari keuntungan yaitu dilihat dari untung atau rugi. Jadi berbagai macam cara dilakukan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dengan menekan biaya operasional, itulah sistem kapitalisme dimana keuntungan materi yang selalu dicari walaupun harus mengorbankan rakyat sendiri.
Begitupun dengan kenaikan PPN 12% ini, rakyat ditekan dengan dipersulit untuk membayar berbagai jenis pajak termasuk PPN ini. Anggaran yang defisit menjadikan negara mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan pajak, karena memang pendapatan paling tinggi negeri ini dari pajak. Menurut data dari BPS tahun 2024, pendapatan negara paling tinggi dari pajak sebesar 82,4%.
Inilah gambaran negara yang mengadopsi sistem kapitalisme, berbeda dengan negara Islam yang mengadopsi sistem Islam dimana negara tidak menjadikan pajak sebagai pendapatan negara tapi negara akan mendapatkan pemasukan dari pos pendapatan, seperti APBN Negara Islam yang secara ringkasnya menurut Syekh Abdul Qodim Zallum (2003) terdiri dari 12 kategori yaitu pendapatan dari harta rampasan perang (anfaal, ghaniimah, fai dan khumus); pungutan dari tanah yang berstatus kharaj; pungutan dari non-Muslim yang hidup dalam Negara Islam (jizyah) ; harta milik umum; harta milik negara; harta yang ditarik dari perdagangan luar negeri (‘usyur) ; harta yang disita dari pejabat dan pegawai negara karena diperoleh dengan cara haram; harta rikaz dan tambang; harta yang tidak ada pemiliknya; harta orang-orang murtad; pajak; dan zakat. Semua ini akan masuk ke Baitul mal yang akan dikelola oleh negara, dan khalifah yang akan mengatur pendapatan dan pengeluarannya.
Posisi pajak dalam negara Islam, hanya akan diberlakukan ketika Baitul mal kosong dan kebutuhan yang darurat seperti terjadi bencana, kelaparan, kekeringan dll. Pemberlakuan ini hanya akan diperlakukan kepada muslim laki-laki yang kaya saja, tidak diberlakukan kepada wanita atau kafir. Dan pajak ini sifatnya temporal, sewaktu-waktu saja ketika urgent negara membutuhkannya. Maka, begitu sempurnanya sistem Islam mengatur tatanan negara dan rakyat ini. Kehidupan rakyat tidak akan dipersulit dalam sistem Islam, justru akan dimudahkan dan fasilitas dengan pelayanan terbaik. Berbeda dengan hari ini, kehidupan rakyat dipersulit karena negara defisit.
Ingatlah dengan doa Nabi Saw yang berbunyi:
َوَعَنْ عَائِشَةَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا-
قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اَللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ ) أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
Dari ‘Aisyah radhiyallāhu ‘anha beliau berkata, Rasulullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
“Ya Allāh, barangsiapa yang mengurusi umatku lantas dia merepotkan (membuat susah) umatku, maka repotkanlah dia.”
(HR Muslim).
Doa Nabi Saw ini, Allah kabulkan dan sungguh luar biasa yang akan dialami oleh seseorang yang telah membuat repot kaum muslimin maka ia akan direpotkan didalam kehidupannya. Maka, untuk para penguasa hati-hatilah dengan doa ini, sudah seharusnya kembali kepada sistem Islam yang telah memberikan keberkahan dunia dan akhirat.
Views: 10
Comment here