Oleh: Hasna Huseini, S.Kom
“Kapan Negara ini bisa maju kalau semua dikaitkan dengan agama”.
Wacana-edukasi.com — Ungkapan ini sudah biasa kita dengar, apalagi diera digital saat ini, banyak sekali ungkapan sejenis ini bertebaran di media sosial. Sepintas ketika kita baca seolah ungkapan ini tidak ada yang salah. Bahkan sebagian orang mengganggap ungkapan ini benar. Dari ungkapan di atas jelas bahwa agama seolah-olah membuat manusia menjadi terbelakang atau agama sebagai penghambat majunya suatu negara.
Mereka beranggapan bahwa negara tidak akan maju jikalau semua masalah dikaitkan dengan agama, hanya karena agama dijadikan sebagai solusi. Misalnya ketika terjadi bencana alam, dalam Islam ketika seseorang ditimpa sebuah bencana bisa saja ini adalah teguran dari Allah. Jadi sudut pandang orang Islam dalam menyikapi bencana tidak hanya dari faktor alam yang menyebabkan bencana itu terjadi. Namun lebih dari itu, Islam punya tuntunan dalam menyikapi sebuah musibah. Jadi wajar jika seorang muslim selalu mengikutsertakan agama dalam kehidupannya.
Sadar atau tidak, ungkapan ini hasil dari paham liberalisme (kebebasan) yang menghasilkan sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Dalam paham sekuler ini agama hanya sebagai ibadah ritual semata, agama hanya urusan individu dengan Penciptanya saja. Manusia bebas menentukan apa yang dikehendaki, manusia bebas berbuat semaunya, manusia berhak membuat aturan dalam kehidupannya. Pokoknya agama tidak boleh ikut campur dalam kehidupan.
Lalu bagaimana dengan Islam? Islam adalah agama paripurna. Agama yang mengatur semua aspek kehidupan. Karena Islam tidak hanya sebagai agama semata, tetapi juga sebuah akidah yang melahirkan aturan. Aturan dalam kehidupan. Seorang muslim terikat terhadap aturan tersebut. Dimana seluruh perbuatan manusia terikat oleh hukum syara’. Semua yang dikerjakan di dunia ini akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt.
Sebagimana yang ada dalam Al-Qur’an surah adz-Dzaariyaat ayat 56:
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”
Dan ibadah dalam Islam bukan hanya ibadah mahda saja (ritual), Islam bukan hanya hablum minallah (mengatur hubungan manusia dengan penciptanya) seperti salat, puasa, zakat, naik haji. Namun lebih dari itu, Islam juga mengatur hablum minannas (hubungan dirinya dengan sesamanya), misalnya adab anak kepada orang tua, adap bertetangga, saling menasihati dan yang lainnya. Tidak ketinggalan Islam juga mengatur hablum binafsih (hubungannya dengan dirinya sendiri), seperti pakain dan makanan.
Aturan di dalam Islam itu bukan layaknya makan prasmanan, jika kita suka kita ambil, dan ketika kita tidak suka kita tinggalkan. Namun, sudah menjadi keharusan bagi seorang mukmin untuk bersegera dalam kebaikan dan kebenaran. Segala apa yang Allah dan Rasul perintahkan kepada kita ‘sami’na wa atho’na’ kami dengar dan kami taat, tanpa memilah-milah, mengambil aturan yang kita suka dan meninggalkan aturan yang tidak kita suka. Namun, kita diperintahkan Allah untuk berislam secara totalitas.
Allah berfirman dalam Al-qur’an surah Al-Baqarah ayat 208:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
Dengan demikian, dalam sudut pandang Islam sudah jelas bahwa ungkapan di atas keliru. Karena belum ada fakta bahwa agama membawa kemunduran bagi negara. Justru ketika muslim menjadikan agamanya sebagi solusi dalam kehidupannya. Menjadikan agamanya sebagai aturan hidupnya. Apa pun yang terjadi dikaji dari sudut pandang Islam. Sejatinya itulah kemajuan yang sesungguhnya bukan keterbelakangan. Bukankah negara ini juga akan lebih aman jika setiap manusia selalu terikat terhadap hukum lenciptanya. Bukankah negara akan maju ketika kasus kriminal di negara ini jarang kita temui. Karena manusia selalu melibatkan Allah dalam kehidupannya. Manusia sadar bahwa Allah senantiasa mengawasinya.
Lalu apa alasan kita untuk tidak bersegera kepada aturan Allah. Bukankah Allah-lah yang lebih tahu apa yang terbaik untuk makhluk ciptaan-Nya. Allah lebih tahu aturan atau hukum apa yang terbaik pula untuk makhluk ciptaan-Nya.
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS. Al-Maidah 50)
Wallahua’lam bishshawab
Views: 134
Comment here