Oleh Novianti
wacana-edukasi.com, OPINI– Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) tak henti menuai masalah. Jadwal penyelesaiannya molor dan biayanya membengkak mencapai US$ 1,4 miliar atau sekitar Rp 21,8 triliun dengan asumsi kurs Rp 15.596.
Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan pihaknya membutuhkan dukungan DPR untuk menyetujui Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp.3,2 triliun. Sisanya berupa pinjaman ke China Development Bank (cnbcindonesia.com, 01/11/2022).
Lalu bagaimana dengan analisis perhitungan KCBJ. Direktur Utama Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi, mengatakan harga tiket dipatok Rp.150 rb – Rp.350 rb. Ditargetkan saat sudah beroperasi, penumpangnya bisa mencapai 31.215 penumpang per hari. Investasi akan kembali dalam 38 tahun.
Meski disebut Kereta Cepat Jakarta-Bandung, ternyata tidak sampai jantung pusat kota. Ada empat titik perberhentian yaitu Statiun Halim, Karawang, Padalarang dan Tegalluar. Penumpang harus naik kendaraan lagi untuk mencapai pusat kota Bandung.
*Investasi Untung atau Buntung*
Kereta cepat membutuhkan investasi besar, karenanya hingga kini masih didominasi negara-negara maju. Tak mudah meraih keuntungan di tahun-tahun awal. Tingginya modal yang dibutuhkan berdampak pada kinerja keuangannya. Terbukti dari 15 proyek kereta cepat di dunia, yang menguntungkan baru kereta Tokaido Shinkansen (Tokyo-Osaka) dan kereta cepat TGV Paris-Lyon.
Amerika dan Malaysia menghentikan proyek kereta cepat karena terus merugi dan sepi peminat. Di Cina sendiri masih mencatat kerugian. Butuh volume penumpang yang besar untuk mengembalikan modal atau menetapkan harga tiket yang mahal.
Lantas bagaimana dengan KCJB? Sejak awal proyek ini sudah menuai kritikan. Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, mengatakan proyek KCJB bisa dibilang proyek serba “nanggung”.
Peneliti Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas juga mengkhawatirkan proyeksi penumpang KCJB berpotensi tak sesuai harapan dan dapat membebani keuangan negara. Sulit mencapai target penumpang 30 ribu per hari. Berdasarkan data ada total 145518 orang yang melintas Jakarta-Bandung per hari. 127133 diantaranya menggunakan mobil pribadi, hanya 2000-2500 yang menggunakan kereta api Agro Parahyangan.
Pengendara mobil pribadi bisa point to point dengan jadwal fleksibel. Tak mudah mengalihkan mereka menjadi penumpang KCJB yang lokasi statiun terakhir ada di pinggiran. Perlu waktu tambahan dan kendaraan lagi untuk sampai di tujuan. Ditambah jalan arteri Padalarang-Bandung terkenal dengan kemacetannya.
Wajar banyak yang khawatir KJCB ini tidak bakal untung malah buntung. Siapa yang menanggung jika rugi?
*Proyek Ambisius buat Siapa?*
Di era Jokowi, proyek-proyek pembangunan infrastruktur memang pesat. Mulai dari pembangunan jalan tol, bandara, pelabuhan hingga IKN. Namun, diantaranya menimbulkan persoalan.
Beberapa bandara yang belum lama diresmikan sepi penumpang hingga membuat Angkasa Pura menanggung kerugian. Bandara H Aroeppala Selayar, Sulawesi Selatan sudah dua bulan tidak beroperasi karena sepi penumpang. Bandara Kertajati sempat beralih fungsi jadi tempat foto prewedding. Setelah mati suri sekian lama dibuka kembali November 2022 untuk melayani umrah.
Alih-alih mengevaluasi, ketika persoalan KCJB belum selesai berikut beberapa proyek lainnya malah merugi, pemerintah masih merencanakan proyek kereta cepat Jakarta Surabaya. Mengapa di akhir masa jabatanya, presiden terkesan ngebut dengan proyek-proyek ambisiusnya. Apa sebetulnya yang ingin dicapai?
Mudah menggelontorkan dana untuk KCJB sedang subsidi bagi kebutuhan rakyat banyak dicabut. Nasib rakyat seharusnya diprioritaskan bukan mengejar proyek mercusuar yang hanya menguntungkan asing dan pemilik modal.
*Transportasi Dalam Islam*
Transportasi baik darat, laut maupun udara sejatinya merupakan hajat hidup orang banyak. Keberadaannya sangat menunjang mobilitas dan pengurusan rakyat oleh negara.
Salah satu tugas negara adalah menjamin pendistribusian kebutuhan rakyat ke berbagai tempat. Dengan transportasi yang efisien dapat memangkas biaya sehingga menekan harga barang.
Selama ini pemenuhan kewajiban negara terhadap layanan publik masih terabaikan. Layanan yang nyaman hanya dinikmati kalangan tertentu. Sementara masyarakat kebanyakan terpaksa harus menerima layanan ala kadarnya yang jauh dari standar keamanan, keselamatan serta kenyamanan.
Dalam pandangan Islam, negara berkewajibsn menyediakan transportasi dengan layanan terbaik karena Rasulullah bersabda ,”Pemerintah adalah ra’in (pengurus) dan penanggung jawab urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari).
Bahkan, jika ada teknologi baru untuk meningkatkan kualitas transportasi demi kepentingan rakyat, negara harus mengusahakannya. Namun tidak dengan mengancam kedaulatan negara seperti yang dilakukan pemerintah saat ini.
Rasulullah bersabda ,” Tidak ada bahaya, dan tidak ada membahayakan baik diri sendiri maupun orang lain.” (HR. Ibnu Majah).
Rencana Jokowi mengajak presiden Cina, Xin Jiping untuk uji coba KCJB menjadi simbol bahwa posisi Indonesia sudah ter-subordinasi. Meski akhirnya batal namun jelas Indonesia tergantung pada Cina.
Proyek KCJB bagian dari kesepakatan Indonesia dengan Cina dalam skema BRI (Belt and Road Initiative) atau sebelumnya dikenal OBOR. Investor terbesarnya adalah China Railway Grup Limited. Jelas orientasinya adalah komersil, jauh dari niat pelayanan terhadap rakyat.
Islam tidak mengharamkan teknologi namun tidak dengan mengorbankan rakyat menjadi budak mesin pencetak uang untuk para kapital apalagi kepentingan negara lain. Teknologi yang dibangun di atas idiologi Islam akan menopang negara makin mandiri, kuat dan berwibawa di hadapan negara lain.
Views: 24
Comment here