Surat Pembaca

Nestapa Negeriku, Busung Lapar di Tanah Kaya Emas

blank
Bagikan di media sosialmu

Sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan di negeri ini terbukti gagal mensejahterakan rakyat. Bahkan kemiskinan dan pemiskinan secara sistematis terjadi di daerah-daerah sekitar tambang yang dikuasai oleh asing.

Oleh : Alfiah, S.Si

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Ayam mati di lumbung padi demikian pepatah yang tepat untuk menggambarkan derita warga Papua yang meninggal di tanah yang kaya emas dan tembaga. Sebanyak enam orang warga meninggal dunia akibat bencana kekeringan yang melanda Distrik Lambewi dan Distrik Agandugume, Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Dari enam orang tersebut, satu orang di antaranya adalah anak-anak. (www..kompas.com, 30/07/2023)

Para korban meninggal usai mengalami lemas, diare, panas dalam, dan sakit kepala. Menurut data Kementerian Sosial, ada 7.500 jiwa yang terdampak kekeringan. Imbasnya mereka mengalami kelaparan lantaran gagal panen. Kekeringan yang terjadi disebut sebagai dampak Badai El Nino sejak awal Juni 2023. Badan Meteorologi dan Geofisika menjelaskan, kondisi kekeringan diperkirakan akan terjadi sampai dua bulan ke depan.

BMKG telah melaporkan bahwa musim kemarau terjadi sejak Maret 2023. Harusnya sejak awal baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah bisa mengantisipasi dampak dari terjadinya kekeringan. Apalagi Papua adalah daerah yang rawan konflik dimana Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua masih belum bisa dilumpuhkan. Kondisi tentu menyulitkan pihak pemberi bantuan karena terdapat kendala dalam penyaluran bantuan, yaitu faktor keamanan dan akses.

Seperti diketahui wilayah bencana yakni Distrik Lambewi dan Distrik Agandume hanya bisa dijangkau dengan jalan kaki dari Distrik Sinak. Cara lainnya ialah dengan pesawat terbang. Namun penyalur bantuan kesulitan mendapatkan layanan penerbangan lantaran faktor ancaman Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Wilayah itu masuk dalam kawasan pelintasan KKB.

Sungguh amat miris, kelaparan di Papua sampai menghilangkan nyawa. Ironisnya, Papua kaya akan SDA (Sumber Daya Alam). Bahkan di Papua sendiri ada PT Freeport yang mengelola tambang emas dan tembaga di Papua. Dilaporkan bahwa tambang emas di Papua termasuk tambang emas terbesar di dunia.

Kasus kelaparan ini menggambarkan betapa buruknya ketimpangan pembangunan di wilayah Papua yang sejatinya kaya, apalagi Repubik ini sudah merdeka selama 78 tahun.

Sistem ekonom kapitalis yang diterapkan di negeri ini terbukti gagal mensejahterakan rakyat. Bahkan kemiskinan dan pemiskinan secara sistematis terjadi di daerah-daerah sekitar tambang yang dikuasai oleh asing.

Hanya sistem ekonomi dan politik Islam yang mampu mengurusi dan mensejahterakan rakyatnya. Tidak ada pembedaan pembangunan dan pelayanan baik di pusat maupun di daerah. Daerah-daerah yang memang membutuhkan perhatian serius dalam masalah ekonomi dan keamanan, naka negara akan benar- benar serius mengurusnya.

Harusnya para pemangku negeri ini belajar dari Khalifah Umar bin Al Khattab mengatasi dampak kekeringan. Kemarau yang panjang ternyata juga pernah dihadapi Khalifah Umar bin Khattab. Tahun Abu (Amar Ramadah) menjadi sebutan ketika musim paceklik tiba. Hujan sama sekali tak mengguyur Semenanjung Arab selama sembilan bulan. Segala usaha pertanian dan peternakan hancur total. Hewan ternak kurus kering. Unta dan domba tak mampu menghasilkan susu.

Melihat kondisi kaum Muslimin yang begitu memprihatinkan, Umar bersumpah tak akan makan daging dan samin sampai semua kembali seperti sedia kala. Dia memegang teguh sumpahnya hingga paceklik berakhir. Khalifah Umar lantas mengirim surat kepada Abu Musa al-Asy’ari di Bashrah dan Amr bin Ash di Mesir. Kedua gubernur itu mengirimkan bantuan yang besar lewat laut melalui Madinah.

Abu Ubaddah juga mengirim bantuan berupa 4.000 hewan tunggangan yang dipenuhi dengan makanan. Dengan cepat, Umar mendistribusikan semua bantuan yang diterima kepada kaum Muslimin.

Umar juga melakukan shalat Istisqa untuk meminta hujan. Imam at- Thabarani meriwayatkan, Umar Radhiyallahu ‘anhu keluar untuk melaksanakan doa minta hujan. Dia keluar bersama al-Abbâs Ra dhiyallahu ‘anhu, paman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan memintanya berdoa minta turun hujan.

Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Ya Allah Azza wa Jalla sesungguhnya apabila kami ditimpa kekeringan sewaktu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, maka kami meminta kepada-Mu melalui Nabi kami; dan sekarang kami meminta kepada-Mu melalui paman Nabi kami Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Kepemimpinan, kecerdasan sekaligus empati — atas petunjuk Allah SWT — yang ditunjukkan Umar Ra membawa rakyatnya keluar dari mala petaka. Keteladanannya patut untuk ditiru para pemimpin di negeri ini yang sedang menghadapi kemarau panjang ini.

Sudah saat negeri ini tunduk pada aturan Pemilik Semesta agar berkah kekayaan alam dinikmati oleh seluruh rakyat yang selama ini kekayaan alam hanya dinikmati oleh para korporat dan pejabat. wallahualam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 38

Comment here