Oleh: Miliani Ahmad
Wacana-edukasi.com — Seabad sudah berpuluh negeri muslim terlepas dari induknya. Kesatuan yang mengikat terurai dan tercerai-berai. Negeri-negeri yang awalnya begitu kaya menjadi negeri pesakitan. Negeri-negeri yang awalnya begitu berkah berubah menjadi nestapa. Dari ujung barat hingga timur suara tangisan nyaring terdengar. Pekik keperihan, rintihan kepedihan menjadi teman dalam keruntuhan.
Khilafah sebuah keagungan yang menaungi keselamatan umat telah pergi. Terusir oleh syahwat penjajah yang tamak kepadanya. Hancur terkubur oleh kebencian kafir terhadap kedigdayaannya. Di bulan Rajab seabad lalu, Kamal At-tarturk la’natullah seorang agen penjajah penjajah yang mengeksekusinya. Khalifah terusir dan wafat dalam pengasingan. Kafir penjajah tertawa bahagia. Bergembira atas keberhasilan mereka mencampakkan khilafah dan marwahnya. Mereka membagi-bagi wilayah khilafah laksana kue yang terpotong-potong.
Tak terbendung sudah semua derita. Semenjak kepergiannya umat hidup dalam nestapa. Tanpa khilafah banyak kepedihan yang mewarnai negeri muslim di seluruh dunia. Diantaranya:
Pertama, lepasnya akidah dalam benak kaum muslim secara perlahan. Selepas kafir penjajah berkuasa, aturan yang dijalankan bukan lagi syariah. Mereka menjadikan sekularisme sebagai akidah mengatur negara. Sistem ini meletakkan agama tak lagi pada tempatnya. Segala hal yang berkaitan dengan kehidupan tak boleh melibatkan unsur agama dalam pelaksanaannya. Akibatnya, bercokollah berbagai macam paham yang sesat lagi menyesatkan. Pluralisme, liberalisme, permisivisme, hedonisme, sinkritisme, dan berbagai isme-isme lainnya yang bertentangan dengan syariat Islam.
Umat dipaksa untuk mengadopsinya melalui berbagai macam skema sistem yang disempalkan ke dalam tubuh kaum muslim. Di bawah jargon kebebasan semua boleh dilakukan. Di bawah jargon HAM semua boleh bertindak. Syariat dianggap sesat. Ajarannya banyak dipertentangkan. Akidah murni ajaran Islam perlahan tapi pasti terlepas dari diri kaum muslim.
Kedua, konflik berkepanjangan di negeri-negeri kaum muslim. Selepas daulah khilafah runtuh, barat melakukan banyak kebijakan yang begitu menyesakkan. Di beberapa wilayah, kaum muslim hidup bak penumpang meski tinggal di tanah mereka tersendiri. Palestina menjadi wilayah konflik yang menumpahkan banyak darah. Begitupun Suriah, hingga sekarang masih dirundung duka. Afganistan dan Pakistan diinvasi atas berbagai macam tuduhan. Sebrenica menjadi tempat pembantaian massal yang menghilangkan banyak nyawa. Cechnya juga menjadi objek kezaliman yang menyakitkan.
Begitupun juga Rohingya dan Uyghur tetap berada dalam kesedihan berkepanjangan. Pattani pun bernasib serupa. Yaman pun sudah lama dalam konflik kelaparan akibat konflik kepentingan. Tak ada yang tersisa dari tanah kaum muslim selain derita.
Ketiga, penjarahan massal sumber daya alam negeri-negeri muslim. Sejatinya perang yang terjadi di atas tanah kaum muslim merupakan salah satu strategi kafir penjajah untuk mengeruk SDA yang berlimpah ruah. Minyak yang begitu menggiurkan di tanah Irak, Pakistan dan negeri lainnya membuat mereka saling berebutan. Gunung-gunung emas yang banyak tersimpan menjadi harta karun yang sangat menggiurkan. Ketika perang sudah tak lagi relevan dengan keadaan, mereka pun menjebak negeri muslim dengan berbagai kebijakan melalui konvensi dan ratifikasi. PBB sebagai anak emas sekaligus kepanjangan tangan penjajah, telah menjebak banyak negeri untuk mengikuti arahannya. Skema kebijakan ekonomi global dijalankan. Pasar bebas, globalisasi, WTO dan segala macam bentuk lainnya tak lain adalah alat penghisap yang digunakan untuk menyedot segala kekayaan.
Anehnya, banyak penguasa negeri muslim yang tak bisa membaca arah kebijakan tersebut. Mereka bahkan bangga bergenggam mesra dan menyatakan siap untuk menjalankan segala kebijakan agar diakui eksistensinya di dunia. Mereka pun bahkan menjadi agen pengarus kebijakan agar negeri-negeri muslim lainnya mengikuti jejak mereka. Pada akhirnya, penghisapan kafir penjajah berbuah keuntungan yang luar biasa. Sementara rakyat yang hidup dalam negeri semakin melarat, menderita kelaparan, gizi buruk bahkan bencana kematian menjadi fenomena biasa di banyak negara.
Keempat, nasib perempuan dan generasi makin memprihatinkan. Ketika Islam tegak, perempuan dan generasi begitu dimuliakan. Segala kebutuhan yang sifatnya primer bahkan tersier tercukupkan. Negara memberikan hak mereka dengan penuh kemaksimalan. Tak ada wanita dan generasi yang menderita karena kezaliman yang menimpa mereka. Namun, kini perempuan dan generasi hidup dalam kepiluan.
Perempuan memikul peran ganda. Peran yang sebelumnya tak pernah mereka rasakan. Sulitnya penghidupan telah memaksa mereka menegakkan tulang-tulangnya. Tangannya yang gemulai berubah menjadi perkasa. Kelembutannya tergilas kerasnya kehidupan. Atas nama pertumbuhan ekonomi perempuan menjadi mesin produksi.
Penjajahan yang menyebabkan kemiskinan telah memaksa mereka meninggalkan rumah. Tak ada pilihan selain menjalankan. Jika tak bekerja mereka mau makan apa. Semua ini karena tak ada negara yang membantu meringankan beban mereka. Kebutuhan harus mereka cukupi sendiri dengan penuh kepayahan akibat tingginya harga yang harus dibayarkan.
Sementara itu, anak-anak yang masih membutuhkan ibunya harus rela tumbuh dan berkembang sendiri dengan pendampingan dan kasih sayang seadanya. Kurang belaian dan perhatian. Pada akhirnya, tak ada yang bisa memastikan anak-anak akan tumbuh dengan pemikiran seperti apa, dan akan menjadi apa. Sungguh, ketiadaan khilafah telah menjadi noktah kegagalan pembentukan generasi.
Inilah wajah dunia tanpa khilafah. Nestapa dan derita umat terpampang dengan nyata. Apakah ini semua akan terus berlangsung? Atau harus diselesaikan dengan jalan perubahan? Jawabnya hanya satu. Selesaikan dan hentikan dengan perubahan. Umat sudah saatnya bangkit menghapus semua kezaliman. Sebagaimana bangkitnya para sahabat yang begitu gigih memperjuangkan syariat Islam. Umat tak perlu ragu memilih jalan Islam sebagai metode perubahan. Nabi saw. pun pernah melakukan hal yang sama untuk mengubah fase kegelapan menuju cahaya. Asalkan umat yakin dan dengan istikamah meniti metode Rasulullah saw. dalam menerapkan Islam linsyaallah atas izin Allah perubahan itu akan tiba. Layaknya siang menggantikan malam.
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Q.S An-nur : 55)
Wallahua’lam bishshawab
Views: 28
Comment here