Penulis: Rita Razis (ibu Rumah Tangga, Boyolali)
Wacana-edukasi.com — Kabupaten Boyolali yang terkenal sebagai kota susu, ternyata berubah menjadi merah karena penyebaran covid-19 dalam klaster baru. Lebih parahnya lagi klaster penularan COVID-19 justru terjadi di kalangan petugas pengawas pemilu. Tercatat sudah ada 70 kasus positif yang berasal dari klaster tersebut. Terus bermunculan kasus positif di kalangan petugas pemilu menjadi pukulan berat bagi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Terlebih lagi, mereka harus melaksanakan tugas penting yaitu mempersiapkan dan mengawasi jalannya Pilkada 2020 yang akan berlangsung akhir tahun ini
(merdeka.com, 6/9/2020).
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali, Ratri S. Survivalina, mengatakan penambahan kasus di antaranya di Kecamatan Nogosari sebanyak tiga orang, Kecamatan Banyudono sebanyak delapan orang, dan Kecamatan Kemusu sebanyak tiga orang. Selanjutnya, Kecamatan Mojosongo sebanyak empat orang, Kecamatan Selo sebanyak lima orang, Kecamatan Musuk sebanyak tiga orang, Kecamatan Cepogo tujuh orang, dan Kecamatan Teras sebanyak tiga orang (solopos.com, 5 September 2020)
Tidak cukup di kalangan Bawaslu saja tetapi Dinas Kesehatan (Dinkes) Boyolali akan melakukan tes swab massal di Pasar Sapi Sunggingan. Hal ini menyusul ditemukan dua orang belantik atau pedagang sapi positif virus Corona atau COVID-19.
“Kita menemukan ada beberapa klaster itu yang mempunyai profesi yang hampir sama, yaitu pedagang sapi atau di bahasa Jawa istilahnya belantik. Dengan adanya kesamaan profesi ini, maka besok pagi itu, kebetulan kan pasarannya Pahing ya, Selasa Pahing, itu Dinas Kesehatan akan melakukan screening massal di Pasar Sapi Sunggingan,” kata Kepala Dinkes Boyolali, Ratri S Survivalina, di ruang kerjanya, Boyolali, Senin (7/9/2020).(detik.com, 7/92020).
Benar-benar memprihatinkan penyebaran virus covid-19 semakin meraja rela. Pasti tidak hanya di Boyolali saja, masih banyak daerah-daerah yang mengalami kenaikan grafik setelah dibuka kebijakan new normal. Selain masyarakat yang sudah mulai bosan dan jenuh dalam kondisi pandemi, ditambah lagi ketidak tegasan pemerintah untuk mengambil keputusan dan penanganan virus. Sudah kita ketahui dari awal virus ini menyebar di Indonesia, kebijakan pemerintahpun sudah menunjukkan jika mereka tidak sejalan utuk menangani pandemi.
Pemerintah masih menimbang-nimbang untung rugi dan kondisi ekonomi negara, bukan keselamatan dan kesehatan rakyatnya yang diutamakan dan menjadi prioritas. Sudah setengah tahun kita hidup dalam kondisi pandemi. Kondisi ini telah membuka tabir bahwa sistem sekarang tidak mampu menangani kondisi pandemi. Mall, mini market, pasar, hotel, pariwisata dsb. sudah mulai dibuka sedangkan sekolah, kampus, dan tempat beribadah masih ditutup dengan alasan dapat memicu klaster baru. Kenyataannya yang sudah dibuka pemerintah meski menerapkan protokol kesehatan masih bisa menjadi pemicu klaster baru.
Semua masyarakat pasti ingin segera pandemi ini segera berlalu. Selain dengan doa kepada Allah SWT meminta keselamatan, perlindungan, dan kesabaran untuk menghadapi kondisi sekarang. Kita juga perlu kebijakan dan penangan yang tegas, jelas dan tepat. Tidak bisa jika penangan yang tepat hanya diterapkan di suatu daerah saja atau suatu bagian pulau saja. Tapi harus serentak secara keseluruhan, yang dapat mengkoordinir adalah kebijakan dan keputusan dari pemerintah pusat. Pemerintah harus berani mengambil keputusan yang lebih mengugamakan keselamatan dan kesehatan rakyatnya. Kebijakan yang tepat agar tidak ada lagi susulan klaster-klaster baru. Kita tahu bahwa rakyat adalah amanah yang harus dilindungi dan diurus oleh pemerintah. Rakyat adalah tugas pokok yang akan dimintai pertanggung jawabannya. Kita butuh pemerintah yang taat kepada Allah SWT. Semua yang dilakukan pemerintah untuk mendapat RidhoNya bukan kemewahan dunia. Dengan demikian rakyat akan lebih sejahtera, damai, terjaga dan terlindungi hak-haknya.
Wallohualam Bishowab.
Views: 1
Comment here