Penulis : Sri Indrianti (Pemerhati Sosial dan Generasi)
wacana-edukasi.com– Pandemi Covid 19 masih belum usai. Sampai detik ini angka kasus harian mencapai ribuan per hari. Memang angka kasusnya menunjukkan grafik melandai, namun belum zero kasus. Sehingga kewaspadaan terhadap kemungkinan gelombang ketiga harus tetap dilakukan. Protokol kesehatan ketat tetap dijaga jangan sampai lengah.
Namun, pemerintah mengabaikan hal itu. Landainya angka kasus membuat para pemangku kebijakan mengalami euforia. Ya, Lagi-lagi kebijakan pemerintah tidak sejalan dengan penanganan pandemi yang semestinya. Alih-alih berusaha menjadikan zero kasus, sebaliknya penguasa malah tergesa-gesa “mengemis” penghapusan RI dari red list perjalanan. Kebijakan yang terlihat serampangan
Permintaan penghapusan RI dari red list perjalanan itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, saat pertemuan tinggi di Sidang Majelis Umum ke-76 PBB di New York pada 24/9/2021. Permintaan itu disampaikan atas dorongan bahwa kasus Covid 19 di Indonesia lebih baik dari negara lainnya (cnbcindonesia.com, 24/9/2021)
Tepatkah permintaan tersebut? Benarkah demi rakyat atau demi para konglomerasi bisnis?
Pandemi Belum Usai
Alasan utama pemerintah RI meminta dihapus dari red list perjalanan tentu dalam rangka membuka kembali sektor pariwisata. Dengan dalih ketika sektor pariwisata kembali dibuka maka akan meningkatkan perekonomian rakyat. Sehingga pembukaan kembali sektor pariwisata dinilai sebagai solusi efektif mengatasi perekonomian yang lesu selama pandemi.
Pemerintah terkesan gegabah berencana membuka sejumlah destinasi wisata untuk menarik para wisatawan mancanegara. Padahal negara-negara di sekeliling Indonesia belum benar-benar bebas kasus Covid 19. Beberapa negara yang menghadapi gelombang ketiga pandemi Covid 19 diantaranya: Singapura, Finlandia, Inggris, Jepang, dan Amerika Serikat. Tentu saja lonjakan kasus di negara-negara tersebut perlu diwaspadai juga oleh RI yang begitu bersemangat akan membuka destinasi wisata di bulan Oktober nanti.
Semestinya lonjakan kasus di bulan Juni-Juli menjadi pelajaran bagi pemerintah Indonesia. Lonjakan kasus tersebut dipicu oleh tetap dibukanya jalur penerbangan India yang saat itu mengalami tsunami kasus Covid 19. Jangan sampai kondisi berulang kembali, sebab nyawa rakyat yang dipertaruhkan.
Rencana kebijakan pembukaan sejumlah destinasi wisata harus benar-benar dipertimbangkan kembali. Jangan hanya karena mendapatkan desakan dari para konglomerasi bisnis lantas menjadikan nyawa rakyat sebagai tumbal. Alih-alih perekonomian meningkat, jika terjadi lonjakan kasus tentu saja perekonomian akan semakin melemah dan kocar-kacir karena meningkatnya kebutuhan negara dalam mengatasi pandemi. Yang lebih mengkhawatirkan lagi yakni adanya varian baru yang lebih ganas.
Islam Mengatasi Pandemi
Pemerintah RI memang menjadikan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan pembangunan nasional. Sehingga
pemerintah berharap besar pada sektor pariwisata yang dianggap sebagai kunci pertumbuhan ekonomi. Ibaratnya, pemerintah hanya mengharapkan pendapatan recehan dan melepaskan sumber penerimaan negara yang besar. Sebab sumber daya alam melimpah ruah yang semestinya menjadi sumber penerimaan negara utama nyatanya dengan mudahnya diserahkan pengelolaan dan kepemilikannya kepada pihak swasta. Tentu saja pada akhirnya Indonesia sebagai pemilik sebenarnya hanyalah mendapat sisa-sisa dari pengelolaan tersebut. Sedangkan pihak swasta asing berpesta karena mendapat keuntungan besar.
Rakyat sama sekali berada pada pihak yang dirugikan, sebab melimpahnya sumber daya alam sama sekali tidak berimbas pada rakyat. Bahkan kerap kali rakyat berada pada posisi terjepit dan tercekik. Bagaimana tidak, sumber daya alam yang semestinya merupakan kepemilikan umum dan hasil pengelolaannya dikembalikan untuk kepentingan umat malah dikuasai sendiri oleh pengelola yang merupakan pihak swasta dan segelintir penguasa yang diuntungkan.
Semestinya dengan angka kasus yang mulai melandai, pemerintah semakin meningkatkan upaya untuk lebih serius lagi menangani pandemi sehingga sampai pada titik kondisi yang benar-benar aman. Karantina wilayah sebagaimana solusi Islam juga harus tetap dilaksanakan. Dengan cara inilah penularan virus bisa ditekan dan tidak memunculkan varian virus baru yang lebih ganas. Dengan catatan adanya pemenuhan kebutuhan pokok masing-masing individu rakyat selama dilaksanakan karantina wilayah.
Fasilitas kesehatan yang memadai juga diberikan untuk penderita yang sakit sehingga memiliki peluang yang besar untuk sembuh. Selain itu, protokol kesehatan yang ketat juga harus tetap dilaksanakan. Sehingga dengan langkah-langkah seperti ini negara dapat menghambat laju penularan virus yang begitu cepat. Walaupun perekonomian melemah sebab membengkaknya biaya pengeluaran untuk menangani pandemi, namun ketika pandemi lekas selesai maka perekonomian akan kembali membaik.
Dengan demikian, solusi jitu menangani pandemi memang hanya didapatkan saat Islam diterapkan sebagai sistem kehidupan. Sebab berharap penanganan pandemi secara tuntas pada sistem kapitalisme demokrasi bagaikan pungguk merindukan rembulan.
Wallahu a’lam bish showab.
Views: 4
Comment here