Oleh: NS. Rahayu (Pengamat Sosial)
Wacana-edukasi.com — Pasca munculnya nikah dini ala event organizer (EO) Aisha Weddings yang kontroversial, gayung pun bersambut di tengah masyarakat. Baik pro maupun kontra, ragam alasan dan penjelasan yang disesuaikan dengan kepentingannya masing-masing.
Ternyata sebelum heboh Aisha Weddings, nikah dini telah terjadi cukup lama. Dari data permintaan dispensasi nikah dini dari tahun ke tahun di Pengadilan Agama baik dari data wilayah daerah, propinsi maupun data nasional.
Termasuk Propinsi Jatim menyumbang lonjakan permintaah nikah dini. Merujuk data dari PA yng diperoleh Dinas Pemberdayan Perempuan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jatim, sepanjang tahun 2020 selama pandemi Covid-19 terjadi 9.453 kasus pernikahan dini atau setara 4,97 persen dari total 197.068 pernikahan di PA (Kumparan.com, 26 Januari 2021).
Bahkan wilayah kecil seperti Ngawi, Pengadilan Agama dua minggu yang lalu, telah mencatat pada bulan Januari terdapat 33 permohonan dispensasi nikah. Dan 20 permohonan telah diputus, kata Humas PA Ngawi Ludiansyah, Rabu 10/2/2021. Adapun alasan yang mendominasi pernikahan dini tersebut adalah kehamilan di luar nikah dan peraturan perubahan usia menikah menjadi 19 tahun (Radarmadiun.co.id).
Miris! Karena alasan pertama yang mendominasi pernikahan dini adalah kehamilan di luar nikah. Hal ini membuktikan adanya kerusakan akut pada cara pandang generasi saat ini. Artinya pergaulan bebas penyebab pertama peningkatan pernikahan dini.
Jika ditelisik lebih mendalam lagi tentu akan ditemukan korelasi sistem kehidupan yang salah, justru membuka banyak pintu untuk melakukan pergaulan bebas. Sehingga hal ini akan terus berulang dari waktu ke waktu. Padahal data yang terekam hanya sebagian kecil dari gunung es yang ada. Banyak kasus-kasus lain dari pergaulan bebas ini, termasuk aborsi (kehamilan yang tidak diinginkan).
Sistem salah sekuler kapitalis ini, telah membuat nikah dini menjadi tren solutif menyelesaikan kehamilan di luar nikah di tengah masyarakat.
Hal ini disebabkan beberapa hal: (1) lemahnya keimanan yang dimiliki individu, (2) keluarga yang tidak paham cara mendidik anak secara benar, pendidikan hanya diserahkan pada pihak sekolah. Padahal peran pertama orang tua adalah mendidik putra putrinya, (3) kurikulum sekolah yang sekuler, (4) pergaulan bebas hedonis (mencari kebahagiaan diri sendiri), baik karena pergaulan yang salah dari teman, tontonan, bacaan dll).
Alasan kedua adalah perubahan batas usia nikah. Adanya UU no 16 tahun 2019 yang merevisi batas usia pernikahan, yang semula mensyaratkan umur 16 tahun, kini menjadi 19 tahun. UU ini justru tidak melindungi mereka, malah menyulitkan seseorang untuk menikah, karena masih dianggap di bawah umur. Sehingga wajar terjadi, pengajuan dispensasi nikah dini menjadi marak, di sistem sekuler kapitalis ini.
Liberalisme Merasuki Pergaulan Remaja
Angka nikah dini yang tinggi akan selalu ada dan terus berulang tiap tahunnya. Karena kehidupan serba bebas (liberal) yang ada di tengah masyarakat, terutama para remaja bak persemaian jamur. Cepat sekali pertumbuhannya. Remaja menjadi sasaran empuk para kapitalis, meracuninya dengan ide kebebasan.
Liberalisme menjamur hampir di seluruh negeri mulai dari perkotaan hingga di pelosok desa. Para remaja yang masih mencari jatidiri teracuni oleh peradaban sekular liberal yang dipertontonkan secara masif di semua stasiun TV, youtube, sosmed, dan lain-lain. Tontonan vulgar tanpa filter yang tidak mendidik mudah diakses kapan pun, oleh siapa pun, dan di mana pun berada.
Kerusakan generasi muda nampak diaruskan menjadi ladang keuntungan besar di sistem kapitalis ini. Hal yang wajar jika buah dari pergaulan bebas ini salah satunya adalah pernikahan dini karena masih banyak dampak-dampak kerusakan lainnya.
Dari sini sudah sangat jelas bahwa pengarusan kerusakan di negeri ini terencana dan tersistemik. Untuk melakukan pencegahan liberalisasi remaja yang berakibat hamil di luar nikah dan akhirnya dispensasi nikah dini dianggap sebagai solusi.
Perlunya kebijakan yang tegas dan tuntas untuk menanganinya, tidak cukup ke individu dan keluarga saja yang berubah, tapi dibutuhkan peran negara dengan sistem yang benar juga.
Islam, Sistem yang Tepat Mengatasi Nikah Dini
Islam adalah agama wahyu yang umat meyakini kebenarannya sekaligus sebagai sebuah ajaran yang akan membuat rahmatan lil alamin bagi seluruh penghuninya, ketika aturannya diterapkan sebagai sistem dalam kehidupan. Sistem Islam memiliki aturan terperinci, mulai dari individu, masyarakat, dan UU negara.
Salah satu aturannya adalah sistem pergaulan Islam yang mengatur bahwa kehidupan lelaki dan perempuan itu terpisah kecuali dalam hal muamalah. Dengan demikian, campur baur dan berdua-duaan bisa dihindari.
Negara Islam berkewajiban memberikan pendidikan akidah Islam kepada seluruh rakyat sehingga perbuatan yang dilakukan semuanya atas dorongan keimanan. Secara individu wajib bagi lelaki dan perempuan menutup auratnya sesuai aturan syar’i. Untuk para perempuan menutup tubuhnya dengan jilbab (jubah) dan khimar (kerudung) serta tidak tabaruj. Jika berada di tempat umum maka dianjurkan untuk menjaga pandangan.
Bentuk masyarakatnya pun adalah masyarakat yang peduli dengan sesama, saling menasehati dan berperan menjadi kontrol sosial di tengah masyarakat. Sehingga pandangan tentang hubungan di luar mahram, pacaran adalah hal yang dilarang dalam Islam.
Allah Swt. berfirman dalam surah Al Isra, ayat 32:
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
Sehingga pergaulan liberal yang bebas tanpa batas, yang dibawa sistem sekuler dapat dicegah. Nikah dini akibat hamil di luar nikah tidak terjadi.
Dalam hal ini peran negara sangat penting dalam membuat UU. Negara tidak akan membuat UU yang melarang remaja menikah dini dalam batasan usia, karena Islam menganggap dewasa dalam ukuran balig. Juga akan mempermudah para pemuda untuk bersegera menikah jika sudah mampu, jika terkendala secara finansial, maka negara akan membantu dan memfasilitasinya agar tidak terjadi perzinaan.
Di sinilah peran negara dengan sistem Islam mengurusi rakyat sebagai bentuk tanggungjawab menyejahteraan sekaligus menjaga dari perbuatan maksiat.
Wallahua’lam bishshawab
Views: 21
Comment here