Opini

Nikah Muda Dilarang, Pergaulan Bebas Menjulang

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Sri Suarni

wacana-edukasi.com, OPINI– Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi Kalbar bersama USAID Tepat berkolaborasi dalam menggelar Mini Lokakarya yang membahas Rumusan kesepahaman bersama OPD Strategi di Lingkungan Pemprov Kalbar terkait Pencegahan Perkawinan Anak.

Usai membuka acara tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kalbar, Harisson mengatakan bahwa angka perkawinan usia anak di Kalbar masih tinggi menurut Susenas tahun 2020 yakni di angka 23 persen. Sedangkan angka nasional sudah 11 persen. Dikatakannya banyak sekali faktor penyebab perkawinan pada usia anak ini, khususnya di Kalbar juga demikian. (Tribunpontianak, 21/10)

Di Indonesia, perkawinan anak sudah dibatasi dengan berbagai aturan, hal ini dilakukan karena perkawinan pada usia anak dianggap dapat berdampak negatif bagi tumbuh kembang anak dan akan menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar anak. Seperti, hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil anak, hak kesehatan, hak pendidikan dan hak sosial anak.

Sebagaimana diungkapkan Nani Wirdayani, Komisioner KPPAD Kalbar, dampak dari pernikahan dini sangat kompleks. Baik dari sisi kesehatan reproduksi anak yang rentan hingga putus sekolah, belum matangnya berpikir sehingga mudah emosional serta penyumbang tingginya perceraian dan stunting.

Untuk daerah Kalimantan barat angka pengajuan perkawinan anak masih relatif tinggi yaitu sebesar 32,72 persen. Terjadinya pernikahan anak di Kalbar umumnya dilatar belakangi oleh persoalan serius yang melanda generasi muda. Mirisnya, lebih besar diakibatkan karena kehamilan di luar nikah. “Dalam kasus yang kami tangani, mereka (orang tua) terpaksa menikahkan anak karena hamil diluar nikah” tutur Nani Wirdayani (Selasa, 19/4/22)

Istilah pernikahan anak atau pernikahan dini muncul sebagai respon terhadap fenomena pernikahan pasangan usia muda (sebelum delapan belas tahun) yang mayoritas disebabkan salah pergaulan. Tidak hanya tumbuh subur di kota-kota besar, pergaulan bebas antara muda-mudi pun kian marak di kota-kota kecil. Banyak Undang-undang dibuat, dikusi-diskusi digelar untuk mengantisipasi, namun persoalan pernikahan usia dini tak kunjung usai malah semakin meningkat dan menimbulkan permasalahan yang kompleks.

Sistem Kapitalisme Suburkan Pergaulan Bebas

Walau banyak faktor lain penyebab pernikahan usia anak, namun mayoritas disebabkan pergaulan bebas. Kapitalisme yang berasaskan sekularisme merupakan sistem hidup yang ditabbani dunia saat ini, berorientasi pada kesenangan duniawi (materi). Sistem ini menjamin kebebasan berperilaku atas dasar Hak Asasi Manusia yang melahirkan Ide kebebasan.

Selain paham kebebasan, pendidikan yang hanya berorientasi pada materi berpengaruh besar. Kurikulum saat ini hanya untuk menghasilkan SDM yang berdaya saing tinggi, tapi minus pemahaman agama yang benar.

Sistem yang membunuh karakter umat Islam dengan paham kebebasan ini yang membuat generasi Islam tak mau lagi terikat syariat. Tak ayal, memperturutkan hawa nafsu dan segala perbuatan yang menurut seseorang bisa menghantarkan pada kesenangan duniawi akan dilakukan yang menghantarkan remaja kepada pergaulan bebas.

Kapitalisme tak mengenal istilah wajib, sunah, haram, dan makruh. Sebab negara yang menganut kapitalisme sekuler tidak menjadikan aturan Ilahi sebagai rujukan atau sumber dalam menetapkan undang-undang.

Kapitalisme sekuler, sistem rusak yang datang dari Barat, namun berhasil memutilasi syariat Islam. Mengkotakkan syariat hanya pada ranah ibadah yang bersifat individual, dan menyingkirkan hukum syara yang seharusnya mengatur kehidupan publik, seperti hukum, ekonomi, politik, sosial (keamanan), pemerintahan dll.

Perkara pergaulan pun dipandang sebagai sekedar hubungan seksualitas (kelelakian dan keperempuanan). Hingga aktivitas pacaran dan sejenisnya, bahkan prostitusi dianggap sebagai gaya hidup. Mirisnya lagi, generasi muda hanya disibukkan perkara asmara yang melenakan. Energi positif masa mudanya menguap, teralihkan dengan persoalan virus merah jambu.

Dalam sistem kehidupan sekuler kapitalisme, negara seolah kehilangan nyali dalam mengatur warganya karena momok demokrasi yang mengharuskan mengakomodasi semua kepentingan. Fungsi masyarakat dan negara menjadi mandul, tidak tegak di atas landasan takwa. Apalagi urusan moral, bukan menjadi urusan negara. Bahkan negara menjadi produsen kerusakan dengan penerapan aturan yang bukan dari Islam.

Walhasil, remaja tumbuh di dalam habitat yang jauh dari harapan umat. Ketahanan ideologi mereka lemah selemah ketahanan ideologi keluarga, masyarakat dan negara. Maka wajar jika negeri kita mudah dijajah dan didikte negara Barat.

Negara gencar mencegah pernikahan anak dengan berbagai program. Padahal, permasalahan pernikahan usia dini seharusnya dipandang dan disikapi secara adil dan menyeluruh. Tidak hanya melihat secara satu sisi. Bahwa pernikahan pada usia dini bukanlah sesuatu yang harus ditakuti apalagi dicegah. Seharusnya justru dilakukan pembimbingan dan edukasi.

Pernikahan Dalam Sudut Pandang Islam

Allah sebagai Al Khaliq dan Al Mudabbir tidak membiarkan manusia begitu saja dalam pemenuhan naluri maupun kebutuhan jasmaninya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan seperangkat aturan yang akan menjadi panduan manusia dalam hal pemenuhan naluri maupun kebutuhan jasmani. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Surat An-Nur ayat 32:

“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Lagi Maha Mengetahui.”

Pernikahan dalam Islam dianggap sah manakala mengikuti syaratnya, dan apabila mereka belum siap menikah, Islam memberikan aturan pemisahan kehidupan antara laki-laki dan perempuan. Seperti dilarang berdua-duaan tanpa mahrom, larangan ikhtilat dan bercanda yang melebihi aturan syara’, dan lain sebagainya. Terdapat kewajiban yang harus dilakukan seperti menutup aurat antara satu dengan yang lain. Sebab Islam secara tegas melarang segala aktivitas yang mendekati zina.

Pernikahan dalam Islam tidak dibatasi oleh umur. Pernikahan bukan pula sebagai ajang melampiaskan hawa nafsu semata, melainkan sebagai cara melestarikan keturunan sesuai dengan fitrah penciptaannya.

Dengan adanya potensi pada anak-anak dan remaja harus disadari umat, keluarga dan masyarakat jangan sampai melewatkan peluang ini karena paham kapitalisme sekuler telah melakukan berbagai upaya pembajakan potensi remaja muslim.

Sejatinya dalam pandangan Islam, ketahanan keluarga diwujudkan dengan mekanisme sinergi antar tiga pilar, yakni individu, masyarakat, dan negara. Dengan adanya ketakwaan individu, sehingga terhindar dari perbuatan maksiat. Demikian pula keluarga yang merupakan institusi kecil dan berharga, sangat strategis bagi peradaban sebuah bangsa. Terlebih, ketahanan keluarga adalah bagian dari maqashid Syari’ah yang harus diwujudkan dengan implementasi syariat.

Kerena itulah, dalam Islam tidak ada dikotomi ranah private atau ranah publik ketika dihadapkan dengan syariat. Kemudian dengan adanya kontrol di masyarakat, sehingga memungkinkan berjalannya proses amar ma’ruf nahyi mungkar terhadap segala perbuatan maksiat. Bahkan negara akan benar-benar memastikan fungsi pengaturan dan perlindungan pada institusi ini.

Demikianlah Islam memastikan semua individu memiliki paradigma yang sama mengenai ketaatan, tanggung jawab dan menjauhkan diri dari kemaksiatan dan kejahatan. Maka, ketika pun mereka memutuskan menikah diusia balighnya tersebut, mereka sudah siap membangun rumah tangga seperti yang diperintahkan Allah.

Sistem kapitalis liberal menciptakan kehidupan masyarakat yang individualis, permissive dan hedonis, negara yang memberikan ruang kebebasan tanpa batas. Maka wajar, dalam sistem sekarang bahwa perkawinan anak ini jadi masalah. Wallahu a’lam bi shawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 18

Comment here