Oleh: Azimatur Rosyida (Aktivis Muslimah)
wacana-edukasi.com, Qalam Ramadan– Setiap tahun, umat muslim selalu memperingati Nuzulul Quran sebagai momen untuk lebih mencintai Al-Quran. Kini Ramadhan telah hadir di tengah-tengah kita, memberikan kesempatan yang selebar-lebarnya bagi umat muslim untuk semakin dekat dengan Al-Quran. Terkait kapan diturunkannya Al-Quran, ada 2 pendapat yang bisa dijadikan hujjah. Pertama, Al-Quran diturunkan pada malam lailatul qadar. Sesuai firman Allah SWT dalam Surat Al-Qadr ayat 1, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Quran) pada malam qadr.” Kedua, Al-Quran diturunkan pada 17 Ramadhan berdasarkan penjelasan Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya al-Bidayah wa an-Nihayah, bahwa wahyu pertama kali yang diturunkan pada Rasulullah SAW adalah pada hari Senin, 17 Ramadhan.
Sebagai Pembeda yang Haq dan Bathil
Sayangnya, banyak umat muslim tidak menyadari bahwa Al-Quran diturunkan oleh Allah sebagai pembeda antara perkara yang haq dan bathil. Imam Ibnu Katsir menukil perkataan Urwah bin Zubair bahwa Al-Quran diturunkan pertama kali pada yaumul furqan, yaitu hari pembeda tatkala Allah SWT membedakan antara yang haq dan bathil. Pada saat itu Allah SWT memerintahkan umat muslim berperang dengan kaum kafir di medan Badar. Perang Badar terjadi pada hari Jumat tanggal 17 atau 19 Ramadhan tahun ke-2 Hijriyah. Tepat pada waktu Allah menurunkan Al-Quran. Jumlah personil umat muslim hanya 300 pasukan, sedangkan pasukan kafir Qurais lebih banyak berjumlah 1000 pasukan.
Dari peristiwa perang Badar tersebut Allah hendak menunjukkan kepada umat manusia, khususnya kepada umat Muslim bahwa Al-Quran sebagai pemisah antara siapa yang kafir dan siapa yang taat kepada Allah. Dalam Quran surat Al-Anfal ayat 41, Allah SWT berfirman, “Jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Atas izin Allah, perang Badar dimenangkan oleh kaum muslimin, meski secara jumlah pasukan kafir Qurais lebih banyak.
Tantangan Di Era Modern Sekuler
Era modern sekuler menjadikan sistem kehidupan umat manusia berada pada ketidakjelasan hukum. Paham sekuler memberlakukan hukum kebenaran itu relatif yang darinya kebebasan berpendapat dan berperilaku diagungkan. Konsep kehidupan yang seperti ini tidak sesuai dengan tujuan Allah menurunkan Al-Quran sebagai pembeda antara yang haq dan bathil. Hingga menghasilkan banyaknya peristiwa kerusakan moral dan pelecehan terhadap ayat-ayat Allah.
Beberapa waktu lalu heboh seorang ibu pejabat pemerintah yang menyalahkan banyaknya ibu-ibu ikut pengajian tetapi lalai mengurus anak. Secara langsung, pernyataan ini telah melecehkan umat muslim yang sejatinya suka menghadiri majlis ilmu. Sedangkan Rasulullah SAW menyanjung para penuntut ilmu yang berbondong-bondong menghadiri majlis ilmu dengan perkataan, “Selamat datang penuntut ilmu, sesungguhnya penuntut ilmu itu dikelilingi oleh para malaikat dan dinaungi oleh mereka dengan sayap-sayapnya, dan para malaikat itu berada di atas satu sama lainnya hingga langit pertama karena mereka sangat mencintai apa yang ia cari (yaitu berupa ilmu Allah Subhanahu wa Ta’ala).” (HR. Imam Ahmad dan Ath-Thabrani). Bahwa sungguh, seorang muslim yang semakin haus ilmu agama, semakin ia tau akan adab. Apalagi urusan mengurus anak sudah lebih dulu diajarkan oleh Islam.
Kasus siswi dipaksa pakai jilbab juga menjadi kasus yang berulang kali diangkat oleh media. Mengesankan bahwa aturan Islam diskriminatif. Padahal itu adalah perintah Allah kepada muslimah untuk mengenakan khimar (kerudung), “Dan hendaklah mereka mengenakan kain kerudung mereka diulurkan ke kerah baju mereka.” (TQS. An-Nur: 31).
Bahkan, di Bulan Ramadan ini seorang pejabat negara yang berstatus muslim juga tak sungkan melarang azan dengan suara keras. Tidaklah pantas pernyataan itu dilontarkan oleh seorang penguasa muslim yang memimpin negeri dengan mayoritas umat muslim pula. Jelas pernyataan tersebut telah mencederai hati umat muslim. Hanya dalam kehidupan sekulerisme ini, kerasnya suara azan yang dikumandangkan dianggap bisa membisingkan telinga. Sangat berbeda dengan sikap Ali bin Abu Thalib ketika mendengar azan, persendiannya gemetar dan mukanya berubah. Dikatakan oleh beliau bahwa telah datang saat untuk menunaikan amanah Allah yang diberikan kepada manusia.
Sikap ketika mendengar azan juga disampaikan oleh Ibn Abbas, “Seandainya manusia mengerti apa yang diucapkan oleh mu’adzin, niscaya mereka tidak akan pernah istirahat dan tidak pernah tidur.” Ia melanjutkan perkataannya, “Apabila mu’adzin mengucapkan Allahu Akbar-Allahu Akbar, maka sebenarnya ia mengucapkan, ‘Wahai orang-orang yang sedang sibuk, sambutlah adzan ini, istirahatkanlah badanmu, dan cepat-cepatlah melakukan kebaikan.’” Azan menjadi pengingat keras bagi umat muslim untuk segera melaksanakan kewajiban salat. Sekalipun sekeras-kerasnya suara azan, akan lebih keras lagi balasan Allah kepada orang yang lalai meninggalkan salat.
Al-Quran akan Dimenangkan
Allah SWT berfirman dalam Quran surat At-Taubah ayat 33, “Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.”
Akan datang masa di mana Allah akan memenangkan Al-Quran dan menjadikannya sebagai kitab yang diterapkan secara menyeluruh untuk seluruh umat manusia. Satu-satunya kitab yang sempurna dan paripurna yang mengatur seluruh perbuatan manusia mulai dari bangun tidur hingga bangun negara. Tentunya butuh peran umat muslim pula untuk terus menyebarkan Islam sebagai agama pembeda yang haq dan bathil, hingga Islam bisa tegak di muka bumi ini. [Wallahua’lam]
Views: 48
Comment here