Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Di tengah kondisi ekonomi rakyat yang kian sulit, muncul wacana baru pajak akan naik. Kementerian Keuangan akan mulai menerapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen pada awal tahun 2025.
Dilansir dari www.tirto.id (15/11/2024), penyesuaian ini sesuai dengan keputusan yang telah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang menyatakan bahwa tarif PPN 12 persen mulai berlaku paling lambat 1 Januari 2025. Tarif PPN Indonesia mencapai 11 persen sejak 1 April 2022, yang mana sebelumnya sebesar 10 persen. Dan kini pemerintah bersiap akan menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen tahun depan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan beberapa alasan penyebab kenaikan PPN 12 persen yakni untuk meningkatkan pendapatan negara yang tidak stabil semenjak Pandemi Covid-19 yang memperburuk kondisi keuangan negara. Selain itu, kenaikan PPN 12 persen ini juga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri, sehingga dapat menutupi defisit anggaran. Pemerintah berusaha untuk mengurangi penggunaan utang dengan meningkatkan penerimaan pajak serta menjaga stabilitas ekonomi negara.
*Pajak Kembali Naik*
Kenaikan pajak kembali terjadi. Kali ini dengan alasan untuk menjaga stabilitas APBN, namun pasti akan menimbulkan persoalan baru. Rakyat dengan kondisi perekonomian menengah ke bawah juga ikut terbebani dengan pajak. Jangankan membayar pajak, untuk sekedar memenuhi kebutuhan pokok saja sulit. Belum lagi masalah UMKM yang harus menanggung beban karena dapat berdampak pada penurunan penjualan.
Kapitalisme yang berasaskan Sekularisme (agama dijauhkan dari kehidupan), membuat kesejahteraan sulit diraih karena menarik pungutan dari rakyat meruakan kedzaliman. Sebuah keniscayaan dalam sistem Kapitalisme yang mengandalkan utang dan pajak sebagai sumber pendapatan untuk pembangunan negara.
Indonesia kaya akan sumber daya alam, tetapi jauh dari kata sejahtera karena kapitalisme memberi ruang bebas bagi pemilik modal dalam menguasai seluruh sumber daya alam yang ada.
Inilah jika aturan yang dibuat oleh tangan manusia maka hanya akan menguntungkan segelintir pihak saja yaitu oligarki (pengsuaha dan kelompoknya). Kekayaan sumber daya alam dikuasai oligarki dan negara hanya menjadi pelayan oligarki (memfasilitasi dan membuatkan regulasi).
*Tinjauan Islam*
Negara dalam Islam sebagai ra’in atau pengurus rakyat. Dalam Islam sumber penerimaan negara yang masuk dalam Baitul mal (kas negara) diperoleh dari (1) fai (anfal, ganimah, khumus), (2) jizyah, (3) kharaj, (4) ‘usyur, (5) harta milik umum yang dilindungi negara, (6) harta haram pejabat dan pegawai negara, (7) khumus rikaz dan tambang, (8) harta orang yang tidak mempunyai ahli waris, dan (9) harta orang murtad.
Salah satu sumber pendapatan terbesar negara yaitu harta milik umum misalnya sumberdaya alam dengan jumlah berlimpah. Harta milik umum tersebut tersebut harus dikelola langsung oleh negara, buka oleh oligarki. Rasulullah saw bersabda, “kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yakni air, api dan padang rumput” (HR. Abu Dawud )
Kekayaan sumber daya alam seperti tambang emas, minyak bumi, tembaga gas alam dan sebagainya merupakan kepemilikan umum yang pemanfaatannya untuk kemaslahatan rakyat dan hasil pengelolaannya akan menjadi pemasukan Baitul Mal. Karena pemanfaatannya untuk kemaslahatan rakyat, maka tidak boleh di privatisasi segelintir orang.
Oleh karena itu, negara bertanggung jawab atas pengelolaan sumber daya alam demi kemakmuran rakyat, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “imam atau pemimpin adalah pemelihara urusan rakyat, dan dia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya (HR. Bukhari dan Muslim).
Selain itu, Islam mengenal pajak hanya diambil dari orang orang kaya saja, itu pun jika kondisi kas Baitul Mal benar benar kosong. Sehingga pajak diberlakukan dengan prinsip keadilan dan kesejahteraan sosial, bukan memalak rakyatnya dengan beraneka ragam pajak.
Demikianlah kesejahteraan masyarakat akan tercapai dengan penerapan Islam secara kaffah. Semoga sistem pemerintahan Islam segera tegak kembali.
Tsabita Fiddina
Views: 7
Comment here