Surat Pembaca

Pajak Memalak Rakyat, Memanjakan Penguasa

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Rayhana Radhwa

Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Tahukah Anda bahwa tim pembina samsat akan datangi alamat pemilik kendaraan yang nunggak pajak? Langkah itu ditempuh karena tingkat kepatuhan masyarakat melakukan perpanjangan STNK 5 tahun masih minim. Dari total 165 juta unit kendaraan terdaftar, kurang dari 50% yang membayar pajak. Direktur Registrasi dan Identifikasi Korlantas Polri Brigjen Yusri menyatakan bahwa alasan terbesar para pemilik kendaraan enggan menunaikan kewajibannya karena tingginya buaya bea balik nama kendaraan (oto.detik.com, 7/11/24).

Kontras sekali dengan kebijakan pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) pada mobil listrik impor. Peraturan ini berlaku mulai 15 Februari 2024 yang tertuang Dalam Peraturan Menteri Keuangan no 9 tahun 2024. Pemerintah menanggung pajak 100% pembelian mobil listrik selama kurun waktu Januari-Desember 2024 (cnbcindonesia.com, 21/02/24).

Kedua kebijakan yang terasa bertolak belakang ini memantik kecemburuan sosial. Masyarakat merasa negara telah pilih kasih terhadap rakyatnya. Rakyat kecil yang dengan keterbatasan keuangan lebih memilih membeli kendaraan bekas daripada baru sekaligus juga masih kesulitan membayar bea balik nama dan pajaknya. Sementara mobil listrik impor justru diringankan dan dibebaskan pajaknya. Padahal seharusnya negara lebih meringankan beban rakyat kecil daripada pembeli mobil listrik Yang mayoritas kalangan elit.

Negara saat ini menggantungkan penerimaannya dari sumber pajak. BPS mencatat, penerimaan negara terbagi atas beberapa hal. Dari sektor penerimaan perpajakan sendiri, negara akan memperoleh setidaknya Rp2.309,9 triliun. Penerimaan pajak tahun ini naik Rp191 triliun dibanding tahun sebelumnya. Tahun 2024, sejumlah 82,4% Penerimaan Negara berasal dari Pajak Pendapatan. Tahun 2024 juga akan menjadi tahun defisit bagi perekonomian negara. Sementara itu, sebanyak Rp492 triliun penerimaan negara berasal dari penerimaan bukan pajak. Rinciannya, sebanyak 7,4% penerimaan berasal dari penerimaan sumber daya alam, sementara 3,1% atau setara Rp85,8 triliun penerimaan merupakan pendapatan dari kekayaan negara yang dipisahkan, dalam hal ini adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Nampak dari postur APBN di atas, pembangunan negara masih bertumpu pada pajak. Oleh karena itu, siapapun yang menunggak pajak akan dikejar. Tak hanya itu, persentase pajak yang dibebankan pun semakin naik. PPN pada bulan Januari 2025 sudah diumumkan naik menjadi 12%. Namun sayangnya program keringanan pajak justru gencar diperuntukkan bagi masyarakat kelas atas, seperti pembebasan pajak barang mewah pada mobil listrik impor.

Padahal Islam mengajarkan pembiayaan pembangunan negara tidak bertumpu pada pajak. Postur penerimaan negara terdiri dari banyak sumber. Pertama, sumber penerimaan yang berasal dari kepemilikan negara. Contohnya ghanimah, fai, kharaj, jizyah, dll. Kedua, pemasukan dari pengelolaan kepemilikan umum. Contoh sumber kedua ini adalah pendapatan dari tambang emas, batu bara, minyak bumi, gas alam, dll. Ketiga, sumber penerimaan yang berasal dari zakat.

Dalam Islam, sumber penerimaan dari pengelolaan kepemelikan umum menjadi sumber yang paling mendominasi untuk pembangunan. Sayangnya, sumber penerimaan ini di negara Indonesia justru kecil. Hal ini karena kepemilikan barang-barang tambang, ataupun benda kepemilikan umum lain, tidak lagi dikelola negara sebagai hak masyarakat/warga negara. Namun yang terjadi justru benda-benda ini diprivatisasi sehingga pemasukannya justru dikuasai oleh pengusaha. Kebijakan privatisasi jelas akan membuat yang kaya semakin kaya, yang miskin makin tersingkir.

Betul bahwa pajak memang ada dalam Islam. Uniknya, pajak hanya akan diterapkan saat kas negara kosong sedang kebutuhan prioritas perlu diwujudkan. Artinya, pajak ini bukan tumpuan yang dibebankan pada rakyat setiap waktu dari tahun ke tahun. Hanya dalam kondisi darurat. Negara pun harus mempertimbangkan besaran pajak yang tidak membebani masyarakat. Selain itu juga harus bersegera menggali sumber penerimaan lain untuk pembiayaan pembangunan agar beban pajak dapat segera dihentikan.

Demikianlah posisi pajak dalam Islam. Apabila negara menerapakan pembiayaan pembangunan berlandaskan Islam, niscaya rakyat tak akan dihantui oleh horor tagihan pajak.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 10

Comment here