Surat Pembaca

Pajak Merajalela, Rakyat Sengsara

blank
Bagikan di media sosialmu

Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Terpilihnya presiden baru di Indonesia belum lama ini, seolah menjadi angin segar bagi rakyat. Harapan demi harapan menuju hidup sejahtera di Indonesia membuat rakyat semakin optimis. Janji-janji manis saat kampanye menjadi harapan indah yang diharapkan akan terealisasi. Harapan penuh kepada pemerintah, bak seakan menjadi telaga ditengah gurun pasir yang panas. Rakyat bahkan menunggu kebijakan demi kebijakan pemerintah baru yang dapat menyejahterhkan rakyat Indonesia. Namun, kado tahun baru 2025 yang diberikan pemerintah baru kepada rakyat Indonesia sangatlah pahit.

Baru-baru ini rakyat harus siap menerima kado pahit yang diberikan pemerintah yakni kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebanyak 12 persen. Pertambahan Nilai digadang-gadang hanya berlaku untuk barang mewah, namun sejumlah barang dan jasa tetap ikut terdampak tarif PPN 12 persen. Bahkan kenaikan pungutan pajak itu terjadi atas sejumlah barang dan jasa yang sehari-hari cukup sering diakses rakyat. Misalnya, PPN atas kegiatan membangun dan merenovasi rumah, pembelian kendaraan bekas dari pengusaha penyalur kendaraan bekas, jasa asuransi, pengiriman paket, jasa agen wisata dan perjalanan keagamaan, dan lain sebagainya. Kenaikan PPN 12 persen itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 yang mengatur tentang skema PPN 12 persen di tahun 2025 (kompas.id, (3/1/2025).

Meskipun pemerintah menyakinkan bahwa PPN 12 persen diperuntukkan hanya barang-barang mewah saja, namun faktanya di lapangan sangatlah berbeda. Barang-barang lain yang bukan termasuk barang mewah pun tetap naik. Ketidakjelasan diawal terkait kenaikan PPN 12 persen membuat penjual memasukkan PPN 12 persen ke semua barang jenis barang. Dampak dari kenaikan PPN ini pun tak bisa dikoreksi. Rakyat mau tidak mau harus rela menikmati imbas dari aturan ini. Kesejahteraan yang dinanti-nantikan pun bagai jauh panggang dari api.

Semua aturan yang dibuat ini pun tak luput dari buah hasil penerapan sistem Kapitalisme, demokrasi saat ini. Aturan demi aturan yang dibuat berdasarkan akal manusia yang terbatas. Hanya berpihak untuk kelompok tertentu saja. Salah kaprah dalam membuat aturan mengakibatkan kedzoliman bagi rakyat. Keadailan sosial bagi seluruh rakyat pun hanya tinggal slogan saja. Rakyat hanya dijadikan alat untuk diperas hasil keringatnya. Pemerintah seakan nampak cuci tangan dengan didukung media partisan.

Pemerintah bahkan menyebutkan dengan memberikan bantuan diklaim mampu meringankan beban rakyat. Faktanya, memaksakan aturan dengan narasi seolah berpihak pada rakyat. Namun, abai dengan penderitaan rakyat. Tentu saja aturan ini menguatkan profil pemimpin yang populis otoriter. Rakyat haruslah sadar untuk mengganti presiden saja tidak cukup. Tentu saja, harus pula mengganti sistem Kapitalisme, demokrasi yang rusak dan kacau. Beralih ke sistem tang shohih, dari Allah yakni sistem Islam.

Sistem Islam yang mempunyai aturan penuh mampu mengatur manusia baik untuk diri manusia sendiri bahkan dalam bernegara. Pemimpin dalam Islam mempunyai syarat tertentu dalam memimpin rakyat. Seorang pemipin yang diwajibkan mempunyai rasa takut kepada Allah. Serta kecintaannya kepada rakyatnya. Islam mewajibkan pemimpin sebagai raa’in yang mengurus rakyat sesuai dengan aturan Islam. Tidak menimbulkan antipati pada rakyat dan tidak membuat rakyat menderita. Islam mewajibkan pemimpin hanya menerapkan aturan Islam saja. Allah Swt. mengancam pemimpin yang melanggar aturan Allah Swt.

Damae Mafazaa

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here