Oleh : Nurul Afifah
wacana-edukasi.com — Pemerintah berencana mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 7%. Rencana ini akan diterapkan usai pandemi (insight.kontan.id, 8/9/2021).
Agenda tersebut tertuang dalam RUU tentang Perubahan Kelima ataa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Beleid ini tengah dibahas oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Panitia Kerja RUU KUP Komisi XI DPR RI.
Hasil sementara, seluruh jasa pendidikan merupakan objek PPN yang terutang pajak atas konsumsi tersebut. Jasa pendidikan yang sangat dibutuhkan masyarakan banyak seperti sekolah negeri tetap mendapatkan pengecualian PPN. PPN dikenakan kepada sekolah yang tidak menjalankn Sistem Pendidikan Nasional atau tidak berorientasi nirlaba (kontan.co.id, 9/9/2021).
Fakta kebijakan ini menyempurnakan gambaran lepas tanggungjawab negara untuk melayani pendidikan secara berkualitas dan gratis. Sebaliknya, negara sibuk mencari celah memperbanyak pungutan dari rakyat. Pendidikan yang sudah sekarat tak luput menjadi incaran pajak.
Pendidikan Layaknya Dagangan dalam Sistem Kapitalisme
Pendidikan dianggap komoditas ekonomi dalam sistem ekonomi kapitalis. Sebagaimana UU Perdagangan Pasal 4 ayat 2 huruf d , bahwa jasa pendidikan adalah salah satu komoditas yang dapat diperdagangkan.
Wajar saja jika pungutan pajak dalam sistem pendidikan dianggap sah. Sebab, pajak adalah salah satu sumber pendapatan negara yang menerapkan ekonomi kapitalis .
Pendidikan adalah hak setiap warga negara. Kewajiban negara adalah menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas. Namun dalam Sistem Kapitalisme pendididikan layaknya dagangan, siapa yang mampu itulah yang mendapatkan. Inilah konsekuensi pendidikan dalam naungan kapitalis.
Cara Institusi Khilafah Merealisasikan Pendidikan Berkualitas dan Gratis
Islam adalah agama sekaligus ideologi. Setiap lini kehidupan diatur oleh agama termasuk pendidikan. Dalam Islam, pendidikan adalah kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi negara bersama kesehatan dan keamanan. Sebab pendidikan adalah perkara penting dalam Islam. Menyadari akan kewajibannya, maka penguasa dalam naungan siatem Islampun berusaha menyediakan pendidikan berkualitas dan gratis untuk seluruh masyarakat. Mulai dari sekolah, perpustakaan, laboratorium, tenaga pengajar hingga biaya pendidikan yang tergolong murah bahkan gratis.
Pada masa Khilafah Abbasiyah, sekolah dasar ( Al Kuttab) banyak didirikan dan letaknya menyatu dengan masjid. Disana juga terdapat perpustakaan. Bait Al Hikmah yang didirikan Ma’mun pada tahun 830 M di Baghdad adalah pendidikan tertinggi pertama pada masa itu. Bait Al Hikmah berfungsi sebagai pusat penerjemahan dan juga pusat akademis, perpustakaan umum dan observatorium (Philip K Hitti, History of the Arabs, 514-515). Setelah Bait Al Hikmah barulah muncul Akademi Nidzamiyyah yang dibangun antara tahun 1065-1067. Akademi yang kemudian di jadikan sebagai model perguruan tinggi oleh Eropa (Reuben Levy, A Baghdad Chronide, Cambridge: 1929,193).
Pada masa itu juga berkembang Le Mosquet yang merupakan gereja, nun dialihfungsikan sebagai masjid lengkap dengan madrasah dengan berbagai fasilitas pendidikan lainnya yang terletak di Cordoba, Spanyol.
Pendidikan pada era Khilafah telah banyak menelorkan ulama sekaliber Al Qurthubi, As Syathibu dan lain-lain. Selain menelorkan para ulama, ahlu tafsir dan usul, pendidikan era Khilafah juga berhasil melahirkan para pakar di bidang kedokteran , kimia, astronomi, matematika dan lain-lain.
Fakta sejarah di era keemasan Islam di atas membuktikan, bahwa kualitas output pendidikan yang dihasilkan oleh Khilafah telah mendapatkan pengakuan dunia. Menariknya, pendidikan seperti itu diberikan dengan gratis kepada warga negaranya. Karena itu, pendidikan gratis dalam Islam bukan isapan jempol belaka.
Pendidikan gratis tetapi bermutu bisa diwujudkan oleh Khilafah karena Khilafah mempunyai sumber pendapatan yang sangat besar dari pengelolaan kekayaan milik negara. Hasil dari pengelolaan tersebut didistribusikan langsung pada rakyat melalui pembiayaan pendidikan, kesehatan dan layanan publik lainnya.
Hasil kekayaan milik negara juga bisa digunakan untuk membangun infrastruktur yang berkualitas serta mampu memberi gaji dan penghargaan yang tinggi kepada para guru. Sehingga baik warga negara kaya ataupun miskin bisa mengenyam pendidikan dengan kualitas yang sama.
Rasulullah bersabda, “Imam (kepala negara) adalah penggembala, dan dialah satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap gembalaan (rakyat)-nya.” (HR Al Bukhari). Melalui hadist tersebut negara berupaya untuk memberikan layanan pendidikan yang berkualitas. Begitulah cara Islam melalui instituai Khilafah merealisasikan pendidikan gratis dan berkualitas. Wallahu’alam bish shawwab.
Views: 7
Comment here