Surat Pembaca

Pajak THR, Bikin Geger

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nurlaini

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Tunjangan Hari Raya adalah hal yang ditunggu oleh pekerja Indonesia. THR ini banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan saat Idul Fitri tiba. Namun mirisnya, THR yang ditunggu-tunggu ini ternyata tidak sesuai harapan. Pajaknya yang tinggi membuat geger. Ya, THR tahun ini dikenakan pajak penghasilan (PPh) sesuai Pasal 21 ayat (1) UU Pajak Penghasilan (UU PPh). THR pekerja akan langsung dipotong PPh oleh perusahaan untuk kemudian disetorkan ke kas negara. Hal ini hanya berlaku untuk pegawai swasta saja karena pajak bagi ASN ditanggung pemerintah. Negara yang seharusnya menjadi pengayom bagi umatnya, saat ini justru seolah menjadi pemalak. Kenapa bisa demikian?

Berdasarkan buku cermat pemotongan PPh Pasal 21/26 DJP, Kemenkeu RI mengatur mengenai penghasilan yang dipotong PPh adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, yang bersifat teratur dan tidak teratur.

Penghasilan tersebut berupa, seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan penghasilan teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan penghasilan sejenisnya. Termasuk bonus, tunjangan hari raya, jasa produksi, tantiem, gratifikasi, premi, dan penghasilan lain yang bersifat tidak teratur;

Pemotongan PPh Pasal 21 menggunakan dua tarif pemotongan yakni tarif umum dan tarif efektif (TER). TER terdiri dari Tarif Efektif Bulanan dan Tarif Efektif Harian.

Tarif Efektif Bulanan dikategorikan berdasarkan besaran penghasilan tidak kena pajak sesuai status perkawinan dan jumlah tanggungan wajib pajak ketika tahun awal pajak. TER ini dibagi tiga kategori, yaitu Kategori A, B, dan C. Sedangkan, Tarif Efektif Harian diperuntukkan bagi pegawai tidak tetap. (Https://www.detik.com, 28/03/2024)

Skema pajak yang baru ini terasa makin memberatkan rakyat. Bagaimana tidak ketika bonus, THR, dan tambahan penghasilan lain pun ikut dipotong pajak. Beginilah ketika kita hidup dalam sistem kapitalis, di mana pajak adalah salah satu sumber pemasukan negara. Mirisnya lagi, pajak ini justru merupakan pendapatan negara yang paling tinggi di antara yang lainnya.

Pendapatan negara berasal dari tiga sumber utama, yakni penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan dana hibah. Pada 2023 penerimaan perpajakan berkontribusi paling besar, dengan nilai Rp2.155,4 triliun. Selanjutnya, nilai penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pada 2023 mencapai Rp605,9 triliun. Selain perpajakan dan PNBP, pendapatan negara juga berasal dari dana hibah yang diperoleh pemerintah dengan nilai Rp13 triliun. Kalau datanya sudah demikian, bukankah ini sama saja dengan rakyatlah yang menanggung beban negara dengan cara membayar pajak? Padahal seharusnya negaralah yang mengurus segala urusan umat termasuk menjamin segala kebutuhan terpenuhi.

Sementara itu Islam memiliki sumber pemasukan negara bermacam-macam yaitu berasal dari zakat, fai, ghanimah, kharaj, dan jizyah. Hasil dari pendapatan tersebut terlebih dahulu dikumpulkan pada bait al-mal, kemudian dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan negara. Begitulah Islam mewajibkan negara menjamin kesejahteraan rakyatnya melalui berbagai mekanisme. Adapun pajak adalah pilihan terakhir yang dilakukan negara untuk mengumpulkan dana. Dalam penarikannya pun hanya dilakukan dalam kondisi khusus dan hanya dikenakan pada rakyat yang kaya. Begitulah Islam, mewajibkan negara menjamin kesejahteraan rakyatnya melalui berbagai mekanisme. Hal ini sungguh berlawanan dengan sistem kapitalis bukan? Lantas, bukankah sudah seharusnya kita kembali kepada sistem Islam secara kaffah?

Wallahualam bissawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here