Oleh: Khodijah Ummu Hannan
Wacana-edukasi.com, OPINI— Di Palestina, impian sederhana untuk belajar di ruang kelas sering kali berujung duka. Dalam konflik yang berkepanjangan, siswa-siswa tak berdosa kehilangan nyawa, meninggalkan bangku sekolah yang kini sunyi. Setiap kehilangan menjadi bukti pilu bahwa di tanah yang bergejolak ini, bahkan masa depan generasi muda tergadai oleh konflik yang tidak kunjung usai.
Sejak serangan Zionis Yahudi di Palestina pada 7 Oktober 2023, lebih dari 11.825 pelajar tewas, menurut laporan Kementerian Pendidikan Palestina. Di Gaza, sebanyak 11.057 anak sekolah menjadi korban jiwa dengan 16.897 terluka, sedangkan di kalangan mahasiswa tercatat 681 tewas dan 1.468 lainnya terluka. Di Tepi Barat, 79 siswa dan 35 mahasiswa juga terbunuh. Serangan ini tidak hanya merenggut nyawa pelajar, tetapi juga pengajar dan staf pendidikan; 441 guru di Gaza dan dua staf di Tepi Barat tewas, sementara banyak lainnya terluka atau ditahan. Infrastruktur pendidikan pun rusak parah, termasuk 406 sekolah di Gaza—dengan 77 hancur total—dan 84 sekolah di Tepi Barat yang terdampak.
Selain itu, serangan Zionis Yahudi juga mengakibatkan pelajar Palestina terhambat aksesnya mendapat pendidikan. Sebanyak 88.000 mahasiswa dan 700.000 anak sekolah di Gaza dilarang memasuki institusi pendidikan. Serangan bahkan menyasar sekolah yang dijadikan tempat pengungsian, seperti Sekolah Asma di kamp pengungsi Shati di Gaza, yang baru-baru ini dibombardir hingga menewaskan dan melukai para pengungsi di sana.
Meskipun Zionis Yahudi mengklaim bahwa pejuang Palestina beroperasi di area sekolah, bukti untuk mendukung klaim tersebut tidak diberikan (detikedu.com, 1/11/2024).
Kecaman Hanyalah Angin Lalu
Beragam kecaman terhadap Zionis Yahudi datang hampir dari seluruh pelosok dunia. Beragam upaya juga dilakukan untuk menunjukkan keprihatinan dan rasa empati terhadap warga Gaza. Mulai dari unjuk rasa, pemboikotan produk Zionis Yahudi, mengumpulkan donasi lalu mengirimkannya, dan menjadi sukarelawan kemanusiaan di sana.
PBB juga telah berulang kali melakukan berbagai upaya untuk mendamaikan konflik Zionis Yahudi-Palestina, meski hasilnya masih terbatas. Salah satu inisiatif utama adalah mendukung solusi dua negara, yang bertujuan untuk menciptakan dua negara yang aman dan berdampingan—Zionis Yahudi dan Palestina—berdasarkan batasan sebelum 1967. PBB juga berperan dalam misi-misi kemanusiaan melalui badan seperti UNRWA yang memberikan perlindungan dan bantuan bagi warga Palestina di Gaza, serta mendesak gencatan senjata dan perlindungan bagi warga sipil. Meski demikian, tantangan besar tetap ada, seperti ketegangan internal di Palestina dan penolakan Zionis Yahudi terhadap beberapa inisiatif internasional (tirto.com, 31/10/24).
Pada sabtu sore, serangan pesawat tanpa awak menghantam Klinik Sheikh Radwan di Gaza utara. Serangan ini melukai enam orang, termasuk empat anak. Pejabat Palestina menuding Zionis Yahudi. Serangan ini terjadi meskipun ada jaminan jeda kemanusiaan. WHO dan UNICEF mengungkapkan keprihatinan karena klinik tersebut merupakan pusat vaksinasi polio. Kampanye vaksinasi polio di Gaza terhambat oleh serangan dan kendala akses, mengancam upaya pemberantasan penyakit (tempo.com, 3/11/24).
Semua upaya yang dilakukan belum membuahkan hasil, Zionis Yahudi laknatullah a’laih hanya mengganggap sebagai angin lalu. Korban jiwa terus bertambah, Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan sejak 7 Oktober sampai hari ke-398/ 7 Oktober 2024. Serangan brutal Zionis Yahudi menargetkan 6 pembantaian keluarga di wilayah Khan Younis dan Gaza lainnya, 78 syahid, 214 mengalami luka-luka selama 24 jam terkahir. Jumlah korban genosida ini terus bertambah, 43.469 telah syahid dan 102,347 terluka. Dengan 74 persen korban genosida adalah wanita dan anak-anak (Gazamediachannel, 7/11/24).
Hubungan AS dan Zionis Yahudi Semakin Mesra
Di tengah penderitaan yang dialami warga Palestina, kita bisa menyaksikan dukungan AS yang semakin kuat terhadap Zionis Yahudi. Otomatis ini akan memperkuat posisi zionisme dan kebijakannya di Palestina.
Adapun dukungan AS terhadap Zionis Yahudi terlihat dalam beberapa hal;
1. Bantuan Militer: AS menyediakan senjata canggih dan bantuan militer besar-besaran, termasuk bom presisi seperti GBU-39 yang digunakan dalam serangan ke Gaza. Selain senjata, AS juga menyuplai teknologi pertahanan canggih, seperti sistem Iron Dome yang digunakan untuk menghadapi serangan roket dari Gaza (timesindonesia.com,15/8/24).
2. Bantuan Keuangan: AS memberi bantuan keuangan yang signifikan untuk mendukung kebijakan militer Zionis Yahudi (tirto.com,13/10/23).
3. Dukungan Diplomatik: AS sering membela Zionis Israel di forum internasional, termasuk menggunakan hak veto di PBB untuk menahan kritik terhadap Zionis Yahudi (tempo.co, 26/1/24).
Mengapa Pemimpin Negeri Muslim Masih Diam?
Pilu, melihat saudara kita di Palestina terus dizalimi. Namun tidak banyak upaya yang bisa dilakukan. Sebab menyadari diri hanya sebatas manusia yang tak memiliki kuasa.
Akan tetapi, heran mengapa para pemimpin negeri muslim masih tetap tidak melakukan aksi. Padahal sudah jelas penjajahan terhadap Palestina tidak bisa selesai hanya dengan memberikan kecaman atau dengan mengirimkan bantuan kemanusiaan.
Sedangkan Zionis Yahudi terus mendapatkan dukungan dari AS. Lalu sampai kapan wahai para pemimpin negeri muslim akan berdiam diri? melihat saudara seakidah dijajah dengan brutal. Sementara kalian punya pasukan dan alutista untuk melawan penjahat Zionis. Hanya karena alasan nasionalisme, menutup mata dan telinga mereka lakukan, dengan anggapan bahwa itu adalah urusan dalam negeri Palestina, maka tidak boleh ikut merecoki urusan dalam negerinya.
Sesungguhnya Yahudi bukan ahli perang, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Imran :111
لَنْ يَّضُرُّوْكُمْ اِلَّآ اَذًىۗ وَاِنْ يُّقَاتِلُوْكُمْ يُوَلُّوْكُمُ الْاَدْبَارَۗ ثُمَّ لَا يُنْصَرُوْنَ
“Mereka sekali-kali tidak akan dapat membuat mudarat kepada kamu, selain dari gangguan-gangguan celaan saja, dan jika mereka berperang dengan kamu, pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah). Kemudian mereka tidak mendapat pertolongan.”
Ini semua menunjukkan bahwa sistem yang dianut saat ini yaitu, sistem sekuler kapitalisme telah mematikan makna persaudaraan karena iman dan Islam. Mereka lebih mencintai kedudukan dan kekuasaan sehingga abai terhadap saudaranya.
Jihad Solusi untuk Palestina
Terbukti bahwa semua upaya yang telah diusahakan untuk menolong kaum Muslimin Palestina, tidak mampu memberikan solusi. Permasalahan Palestina sesungguhnya bukan semata permasalahan antara Zionis Yahudi dan Palestina, namun sesungguhnya adalah permasalahan kaum Muslimin seluruh dunia.
Tanah Palestina adalah tanah kaum muslim. Maka sudah sepatutnya seluruh umat bersatu padu untuk merebutnya kembali dari Zionis Yahudi.
Akibat kaum muslim terpecah oleh nasionalisme, mereka tidak dapat memberikan bantuan yang signifikan. Oleh karena itu, seharusnya kita segera memobilisasi seluruh kekuatan pasukan dan alutista di bawah satu kepemimpinan, yaitu pemimpin yang memimpin seluruh umat Islam dan menyerukan jihad fi sabillah. Hal ini hanya dapat terwujud dalam sistem Islam (Khilafah Islamiyah). Untuk itu, mari kita bersama-sama berjuang untuk mewujudkan kepemimpinan Islam, agar umat memiliki junnah (perisai) dan kaum Muslimin Palestina dapat terbebaskan dari penjajahan Zionis Yahudi. Sehingga generasi di sana bisa kembali mengenyam pendidikan dengan tenang dan aman.
“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolongmu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman” (Q.S At-Taubah [9]: 14).
Views: 9
Comment here