Opini

Papua Perlu Resolusi Konflik

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Moni Mutia Liza, S.Pd. (Pegiat Literasi Aceh)

wacana-edukasi.com, OPINI-– Papua masih pada kondisi yang dilema, tersiksa, terancam, ketakutan dan kegalauan yang kronis. Kondisi yang menyeramkan ini lantaran ada beberapa kelompok Papua bersenjata yang bertujuan untuk memisahkan Papua dari Indonesia. Kelompok ini menebar teror di masyarakat Papua, bukan hanya sekedar teror, mereka juga melakukan pembunuhan, pemerkosaan, perampasan dan tindak kriminal lainnya.

Ditengah kondisi yang mengkhawatirkan, justru muncul statement yang menambah daftar kebingungan baik bagi masyarakat Papua hingga aparatur negara TNI dan Polri. Pasalnya kedua lembaga ini memiliki perbedaan dalam menyikapi kasus OPM (Organisasi Papua Merdeka). Menurut Panglima tentara Nasional Indonesia (TNI) Agus Subiyanto memutuskan untuk menggunakan kembali istilah Organisasi Papua Merdeka (OPM) melalui surat telegram tertanggal 5 April 2024.

Hal ini didasarkan pada fakta bahwa OPM memiliki sistem organisasi dan tujuan politik yang jelas serta keinginan yang kuat untuk memisahkan diri dari Indonesia. Sehingga menurut Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen TNI Nugraha Gumilar menyebutkan anggota OPM melakukan perlawanan dengan senjata. Atau lebih tepatnya OPM mengobarkan perang di Papua sehingga tidak segan-segan membunuh siapapun yang menghalangi tujuan mereka. (bbcnewsindonesia.com/13/04/24).

Sedangkan Polri memiliki pandangan bahwa operasi yang dilakukan oleh pemerintah di Papua adalah untuk menegakkan hukum atas tindak kriminal sekelompok orang yang membuat kekacauan di Papua.

Tentu perbedaan pandangan ini membingungkan masyarakat dan aparat negara dalam mengambil tindakan, sebab tidak ada keputusan undang-undang yang jelas dari presiden dalam menyelesaikan OPM di Papua. TNI siap dengan alat tempurnya dalam memburu OPM, sedangkan Polri menyelesaikan dengan menangkap dan mengadilinya.

Masyarakat juga turut menjadi korban saat permasalahan ini terus terpelihara. Siapa yang memelihara OPM membara di Papua?. Tentunya negara-negara besar yang memiliki kepentingan terhadap sumber daya alam di Papua. Padahal OPM adalah organisasi dengan jumlah yang tidak sampai ribuan orang, namun mengapa waktu untuk menyelesaikannya cukup lama? Sudah 61 tahun sejak berdirinya OPM sampai detik ini belum ada tindakan yang jelas dalam menyelesaikan kasus di Papua.

Dikutip dari Jayapura, kompas.com (25/12/23), sepanjang 2023 terdapat 209 peristiwa kekerasan kriminal bersenjata dan politik di Papua. Diketahui sebanyak 79 orang tewas, 37 diantaranya warga sipil, 20 prajurit TNI, 3 anggota Polri. Sedangkan dari kelompok kriminal bersenjata ada 19 orang yang tewas. Tentu jumlah yang tewas

Bukan organisasi kaleng-kaleng, OPM atau KKB sebutannya adalah kelompok yang secara masif bergerak untuk memerdekakan Papua dari Indonesia. Mereka dipersenjatai, dibekali dengan latihan, dan didanai tentunya. Terbukti melalui operasi gabungan TNI-Polri di tahun 2023 ditemukan 42 titik markas OPM,menangkap 33 anggota OPM, menyita 32 pucuk senjata api, 1.279 butir amunisi, 25 unit magasin, 107 alat komunikasi, 31 bilah senjata tajam serta 334 barang lainnya. (kompas.com /25/12/23).

Tidak terselesainya konflik tersebut`menunjukkan kepada kita betapa tidak seriusnya pemerintah dalam menuntaskan problematika yang terjadi di Papua. Atau apakah pemerintah di bawah tekanan asing , sehingga sulit menyelesaikan konflik yang merugikan masyarakat ini?. seharusnya jika memang Papua adalah bagian wilayah Indonesia, perkara ini segera diselesaikan dengan jalan terbaik agar wilayah Indonesia bebas dari intervensi asing dan kepentingan asing/aseng.

Dalam sistem kapitalisme sebagaimana yang dianut oleh hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia sejatinya berpihak hanya kepada kaum pemilik modal bukan rakyat. Maka kita bisa menyaksikan bahwa sistem ini menjamin keberlangsungan kaum pemilik modal meskipun rakyat harus dikorbankan. Jika tidak, mengapa pemerintah tidak memutuskan kontrak kerja dengan perusahaan lokal maupun internasional? Pasalnya dari pabrik-pabrik tambang yang mereka bangun ternyata banyak memberikan dampak negatif baik bagi lingkungan, masyarakat serta perubahan budaya ke arah yang tidak sesuai dengan norma-norma masyarakat Indonesia.

Sampai kapanpun, konflik ini tidak akan tuntas. Banyak faktor yang menyebabkan suatu wilayah memisahkan diri, diantaranya (1) kesenjangan pembangunan baik di pusat dan di daerah. (2) Terjadinya “anak-tiri” terhadap pelayanan yang diberikan. (3) Tidak diurusinya masyarakat dengan baik padahal SDA di tempat tersebut dikeruk habis, dan rakyat hanya tersisa sampah dan lingkungan yang rusak. (4) Adanya propaganda dari negara-negara yang berkepentingan sehingga mendorong masyarakat memisahkan diri dari negaranya.

Lantas bagaimana dengan Islam dalam menyikapi para pemberontak?. Islam adalah agama yang sempurna. Semua problematika dalam kehidupan dapat dipecahkan oleh Islam sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal serta menenteramkan jiwa. Adapun dalam negara yang menerapkan sistem Islam kaffah selalu berlaku adil di berbagai wilayah kekuasaannya, tanpa membeda-bedakan antara wilayah pusat dan daerah. Baik sarana, prasarana, pelayanan hingga keperluan masyarakat tidak ada yang dianaktirikan.

Namun apabila terjadi pemberontakan, maka sikap pemerintah dalam Islam adalah mengerahkan tentara-tentara dengan jumlah yang memadai untuk memeranginya dengan cara-cara yang baik dan tetap menjaga hak-hak mereka dan meminta mereka untuk bertaubat atas perbuatannya dan kembali menjadi penduduk yang taat kepada pemimpin dan aturan yang diberlakukan dalam negara yaitu syariah Islam. Akan tetapi jika mereka tetap bersikeras maka mereka akan diberi sanksi pidana, mulai dari sanksi penjara hingga hukuman mati. Sehingga dengan demikian, tidak ada lagi yang berani untuk melakukan pemberontakan terhadap negara.

Tindakan separatis adalah tindakan yang tidak bisa disepelekan, sebab mereka memiliki jaringan dan mendapat bantuan negara asing yang tentunya akan merugikan negara. Konfllik yang berkepanjangan ini harus segera disikapi dengan tegas, tepat sasaran agar tidak memakan korban lagi baik dari kalangan masyarakat maupun aparat negara. Wallahu’alam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 11

Comment here