Oleh: Marlia, S.Pd.
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Menurut data bahwa buruh di 100 ribu perusahaan mengancam akan mogok kerja nasional sebagai protes atas pengesahan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau Perpu No.2 tahun 2022 tentang cipta kerja Presiden.
Partai Buruh, Said Ikbal dalam konferensi pers pada Rabu, 15 Maret, mengatakan aksi mogok dan stop produksi, yang akan diikuti oleh organisasi serikat. buruh, petani, nelayan, dan serikat pekerja di 38 provinsi. Said pun menegaskan lamanya mogok kerja nasional bisa berlangsung dua hari, tiga hari, bahkan lima hari, sampai DPR dan Pemerintah mencabut pembahasan omnibus law .
Kepentingan kelas pekerja seperti berhenti mencabut kelas ketenagakerjaan petani serta terkait lingkungan hidup dan HAM. Sebelumnya, puluhan ribu Buruh ditanah air telah menggelar demonstrasi menolak pengesahan undang-undang omnibus law.
Dampak buruk omnibus law cipta kerja sudah dirasakan oleh buruh, seperti kenaikan upah minimum yang kecil outsourcing di semua jenis pekerjaan, kontrol yang berkepanjangan, tingginya ancaman PHK hingga pesangon murah. Mirisnya, dengan kondisi buruh yang semakin terpuruk akibat undang-undang tersebut, pemerintah tetap mengesahkan Perppu No 2 Tahun 2022 tentang cipta kerja menjadi Undang-undang. Pengesahan undang-undang yang tidak melibatkan rakyat sesungguhnya adalah kezaliman penguasa yang nyata hari ini dan jelas melanggar konstitusi.
Dari sini sejatinya menunjukkan wajah asli sistem politik demokrasi yang sudah sejak dulu selalu abai terhadap kepentingan rakyatnya.
/ Buruh Terpedaya, Pengusaha Berjaya /
Sistem politik Demokrasi yang berasaskan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, nyatanya hanya ilusi. Kebijakan penguasa justru berpijak pada kepentingan para pemilik modal, sebagaimana undang-undang omnibus law cipta kerja ini.
Maka, slogan sistem politik Demokrasi yang sebenarnya adalah dari kapitalisme oleh kapital dan untuk kapital. Suara rakyat dalam demokrasi hanya dibutuhkan menjelang pemilu saja. Sementara, saat duduk ditampung kekuasaan, kebijakan atau rancangan undang-undang yang disahkan hanya untuk mengeksekusi kepentingan para pemilik modal.
Sementara, rezim yang menjalankan sistem ini tidak benar-benar memihak pada rakyat. Tak heran, Buruh dalam sistem Demokrasi kapitalisme jauh dari kata sejahtera. Sistem ini telah nyata gagal menjamin dan melindungi hak-hak pekerja.
/ Nasib Buruh dalam Pandangan Islam /
Dalam negara Islam, kondisi didalam kapitalisme sangat jauh berbeda dengan negara yang menerapkan aturan Islam. Dalam negara Islam, Islamlah yang bertanggung jawab memberi jaminan, dan pelayanan kepada masing masing individu. Rakyat merupakan jaminan penghidupan kesejahteraan, keamanan, serta kebutuhan dasar rakyat dalam pandangan Islam. Negara adalah pelayanan umat yang mengurus kepentingan dan kemaslahatan umat.
Regulasi dan undang-undang yang dibuat tidak menyalahi syariat Islam yang berasal dari Al-khaliq. Legalisasi hukum dalam sistem Islam dibuat sesuai kebutuhan Islam dan tidak ada politik kepentingan. Tidak ada pula produk hukum yang dibuat berdasarkan kepentingan manusia.
Sistem ekonomi Islam menerapkan sepenuhnya aturan yang berkeadilan dari aturan kepemilikan hingga distribusi harta kepada rakyat. Islam tidak mengenal kebebasan. Kepemilikan dalam Islam hanya membolehkan kepemilikan harta dan menjadikan halal haram sebagai standar kepemilikan.
Aturan harta ini terbagi dalam tiga aspek yaitu, kepemilikan individu, umum, dan negara. Dalam Islam, tidak ada kebebasan bagi seseorang memiliki apa saja dengan cara apapun. Tetapi, ia harus terikat dengan ketentuan Islam baik cara memperoleh harta maupun memanfaatkan harta tersebut. Islam tidak mengenal kebebasan bekerja yang membolehkan setiap orang bekerja dalam hal apapun, tanpa melihat halal haramnya. Islam hanya membolehkan setiap orang bekerja sesuai ketentuan syariat Islam.
Dalam menentukan standar gaji Buruh,maka IsIam menetapkan berdasarkan manfaat tenaga yang diberikan pekerja, bukan living cost atau biaya hidup terendah. Karena itu, tidak akan terjadi eksploitasi buruh oleh para pemberi kerja. Jika terjadi sengketa antara pekerja dan majikan terkait upah, maka pakar atau kubaroklah yang menentukan upah. Sepadan pakar ini dipilih kedua belah pihak. Jika masih bersengketa, maka negaralah yang memaksa kedua belah pihak untuk mengikuti keputusan pakar tersebut.
Negara tidak akan menetapkan upah minimum bagi Buruh. Penetapan seperti ini tidak dibolehkan, sebagaimana larangan menetapkan harga. Karena, keduanya sama-sama kompensasi yang diterima seseorang dimana harga adalah kompensasi barang sedangkan upah adalah kompensasi jasa. Hanya Negara Islam dan aturan yang bersumber dari syariat saja yang mampu menjamin keadilan bagi Buruh atau pekerja. Wallahua’lam bishowab[]
Views: 11
Comment here