Surat Pembaca

Paradoks : Mengapa Lebih Peduli Pemilu Dibanding Menghentikan OPM?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Rismayana (Aktivitas Muslimah)

wacana-edukasi.com–Pemilu sebentar lagi akan diselenggarakan secara serentak pada tanggal 14 Februari 2024. Ini akan menjadi momok yang menakutkan bagi rezim yang sedang berkuasa. Apa yang ada di benak rezim saat ini untuk tetap melanggengkan kekuasaannya?

Untuk menambah dan meraih perolehan suara terbanyak pada pemilu tahun 2024 yang akan datang, pemerintah berupaya menambah dapil baru didaerah Papua. Pemerintah membuat RUU daerah otonomi Papua, dengan membuat rancangan undang-undang otonomi baru (DOB), yaitu Rancangan undang-undang Provinsi Papua Selatan ,Tengah, dan Provinsi Pegunungan Tengah. Rancangan ini dikebut pemerintah agar cepat selesai, agar bisa menambah dapil baru di pemilu yang akan datang.

Rancangan undang-undang otonomi daerah Papua (pemekaran) provinsi yang dirancang pemerintah mendapat banyak penolakan dan kritikan dari berbagai kalangan masyarakat. Salah satunya yaitu, Theo Hesegem selaku aktivis pembela hak asasi manusia yang memberikan kritik atas hal ini. Menurut pendapatnya, dengan adanya pemekaran Provinsi Papua ini malah akan menambah deretan panjang kasus pelanggaran HAM. Karena kasus pelanggaran HAM yang terberat dilakukan Organisasi Papua Merdeka (OPM) secara terus-menerus dan mengganggu keamanan yang sayangnya belum bisa diusut tuntas. Hal ini memungkinkan pergerakan OPM makin aktif, dan ini akan menambah daftar pelanggaran juga konflik yang diperkirakan lebih besar dari sebelumnya. (republika.co.id, 13/04/2022).

Hal yang sama juga disampaikan oleh Timotius Murib yang merupakan ketua dari Majelis Rakyat Papua (MRP). Beliau meminta agar DPR menunda rencana pemekaran Provinsi Papua tersebut. Alasannya yaitu, karena adanya masalah pada sumber daya manusianya dan juga sedikit sekali Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu beliau menyatakan bahwa Provinsi Papua adalah provinsi dengan angka kemiskinan yang tertinggi di Indonesia. Dibandingkan dengan 33 provinsi lainnya, kehidupan penduduk Papua di bawah garis kemiskinan. (katadata.co.id, 29/04/2022).

Dengan adanya data dan fakta yang jelas, seharusnya dalam hal ini pemerintah tidak memaksakan kehendaknya dalam membuat rancangan undang-undang pemekaran wilayah Provinsi Papua. Pemerintah seharusnya lebih fokus menangani aksi kejahatan yang dilakukan gerakan OPM yang jelas-jelas sudah merengut nyawa rakyat yang tidak bersalah dan menciptakan teror bagi masyarakat sekitar.

Dengan fokus menangani tindak kekerasan yang dilakukan oleh para pemberontak OPM, maka seharusnya pemerintah tidak memikirkan rencana pemekaran wilayah Papua. Dengan keadaan kondusif Papua, pemerintah bisa lebih fokus menyejahterakan rakyat Papua dengan membantu membangun infrastruktur dan juga membangun sumber daya manusia yang unggul, inovatif, dan berkarakter dengan membangun mutu pendidikan yang berkualitas.

Tetapi, alih-alih demikian, pemerintah tampaknya lebih memfokuskan rencana pemekaran wilayah Provinsi Papua dengan menggelontorkan dana yang seharusnya bisa digunakan untuk menyejahterakan kehidupan rakyat, malah digunakan untuk pembangunan pemekaran wilayah. Inilah kesalahan dari sistem demokrasi, di mana sistem ini lebih mementingkan, menyelamatkan, dan meningkatkan kursi kekuasaan agar bisa tetap langgeng dikuasai. Bukan malah fokus pada penyelamatan kedaulatan bangsa, nyawa, dan penciptaan keamanan, serta kesejahteraan rakyat.

Berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam, kekuasaan atau jabatan bukan untuk diperebutkan, tetapi untuk dipertanggungjawabkan. Karena dalam Islam, melaksanakan tanggung jawab kekuasaan merupakan bagian dari melaksanakan hukum-hukum Allah di muka bumi. Apabila kekuasaan itu dilaksanakan baik oleh penguasa (Khalifah) maka ia akan mendapat ganjaran pahala, tetapi ketika ia menyalahgunakan kekuasaannya, maka ia akan mendapat murka dari Sang Pencipta aturan yaitu Allah Swt.

“Sungguh manusia yang paling dicintai Allah pada hari kiamat dan yang paling dekat kedudukannya disisi Allah ialah pemimpin yang adil. Orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah pemimpin yang zalim.” (HR. Tirmidzi).

Memang sejatinya setiap orang memiliki naluri untuk memiliki kekuasaan, tinggal lagi, kita harusnya menyertai proses mendapatkan kekuasaan itu dengan bagaimana cara yang benar kemudian disertai tujuan kekuasaan itu untuk apa. Karena sejatinya kekuasaan itu merupakan amanah yang dipertanggungjawabkan bukan untuk diperebutkan.

Wallahualam bissawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 4

Comment here