Oleh: Esem Al Husna
Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Kemajuan tekonologi terutama di bidang marketplace menjadikan para konsumen berbelanja online dengan mudah, kapan pun dan dimanapun. Transaksi pembayaran juga bisa dilakukan dengan COD ataupun digital melalui E-Wallet dan mobile banking. Namun tak sedikit dari masyarakat memanfaatkan peminjaman online memalui marketplace itu sendiri yakni Pay Later (Liputan.com, 11/04/2025).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, per Februari 2025 total utang masyarakat Indonesia lewat layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau yang lebih akrab disebut PayLater di sektor perbankan menyentuh angka Rp 21,98 triliun. Dari sisi jumlah pengguna, BNPL perbankan mencatatkan 23,66 juta rekening aktif di bulan Februari. Dan secara tahunan terlihat kenaikan yang cukup signifikan yakni sebesar 36,60 persen.
Pasca hari Raya Idul Fitri 1446 hijiriah para pedagang di daerah dan jakarta di Pasar Tanah Abang mengaku mengalami penurunan. Salah satu pedagang, Eli, menyampaikan bahwa meski jumlah pengunjung cukup ramai selama masa puasa hingga Lebaran, daya beli masyarakat mengalami penurunan drastis. Menurutnya, penurunannya sekitar 30-35 persen. Ia mengungkapkan bahwa banyak pengunjung yang datang hanya untuk melihat-lihat dan membandingkan harga. Tidak membeli barang sama sekali. Sebagian besar dari mereka, menurut Eli, lebih memilih berbelanja secara daring yang dianggap lebih praktis dan murah (Metronews.com, 10/4/2025).
Paylater Dan Konsumerisme bergelimpangan Dalam Sistem Sekulerisme Kapitalisme
Menurunnya daya beli masyarakat dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya: banyaknya PHK, meolonjaknya harga bahan pokok, tingginya kebutuhan sehari-hari, pendidikan dan kesehatan mahal, beban hutang meningkat dan sebagainya. Dengan himpitan tersebut menjadikan masyarakat berpikir keras untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Pada akhirnya sebagian dari masyarakat memilih jalan instan yaitu berhutang dengan memanfaatkan paylater.
Banyaknya iklan di sosial media yang memanjakan mata sehingga memancing masyarakat untuk berbelanja. Iklan dan media sosial juga mempengaruhi perilaku konsumen dan meningkatkan keinginan mereka untuk membeli produk. Terutama Media sosial dengan kecanggihan algoritmanya mampu menampilkan produk-produk yang trendi membuat konsumen merasa perlu untuk memiliki barang tersebut tanpa melihat urgensitasnya. Di tambah marketplace yang menawarkan pembayaran dengan paylater serta kemudahannya. Baik kemudahan akses ke produk dan jasa melalui online shopping serta pengiriman cepat. Semua hal itu dapat meningkatkan konsumersime.Tak heran jika pengguna paylater terus meningkat pertahunnya. Walhasil, sistem sekuler kapitalisme menambah besarnya arus budaya konsumerisme.
Tentu hal demikian sangat menguntungkan bagi para pemilik modal dan pengusaha. Inilah karakter sistem sekulerisme kapitalis hanya berkepentingan untuk mendapatkan keuntungan bagi segelintir orang, disisi lain menyengsarakan rakyat bawah.
Paylater dan Konsumerisme dalam Islam
Sistem paylater adalah layanan untuk membantu pengguna membayar di kemudian hari. Pembayaran bisa dilakukan dengan cicilan namun jika pengguna tak mampu membayar pada waktu yang di tentukan biasanya akan ada biaya tambahan atau bunga. Selain itu, sistem paylater juga dzolim karena memungut tambahan nilai dari orang yang membutuhkan. Dalam Islam, penambahan biaya atau nilai yang dikenakan pada pinjaman atau utang yang berupa uang atau barang lainnya sama dengan bunga (riba) yang dimana hukumnya adalah haram. Sebagaimana firman Nya:
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang- orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya ( terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS.Al Baqarah 275).
Sehingga paylater dalam Islam haram hukumnya. Alih-alih memberikan solusi paylater justru menambah beban masyarakat serta menambah dosa dan jauh dari keberkahan.
Selain menutup praktik ribawi dalam jenis apapun, Islam juga akan menutup budaya konsumerisme. Islam akan memberikan edukasi pada umat bahwa segala sesuatu akan dimintai pertanggung jawaban termasuk berlebih-lebihan dalam berbelanja terhadap sesuatu yang tidak dibutuhkan. Sehingga akan menekankan pada umat agar membeli sesuai tingkat kebutuhannya. Selain itu kontrol masyarakat dan kontrol individu akan diatur sehingga baik masyarakat ataupun individu akan fokus pada tingkat ketaqwaannya sehingga kebahagian hanya pada ridho Allah SWT. bukan pada materi. Tentu hal ini akan terjadi apabila Islam diterapkan. Penerapan syariat hanya ada dalam bingkai khilafah Islamiyah. Dengan ini InsyaaAllah kesejahteraan umat akan terjamin.
Views: 2
Comment here