Surat Pembaca

Pedofil Menggemparkan Bumi Sumsel

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Devi Yulianti, ST

wacana-edukasi.com — Pada saat keran kebebasan (liberalisme) dibuka, maka pada saat itulah terjangan kebebasan ini menyelusuri seluruh komponen kehidupan. Kini santri salah satu Pondok Pesantren di Sumsel telah menjadi bagian korban dibukanya keran kebebasan.

Ngeri! Seperti yang dilansir dari berita sumsel.tribunnews.com sekitar 26 santri bahkan bisa bertambah lagi di Sumsel menjadi korban Pedofil. Ada yang di sodomi dan ada yang dicabuli oleh salah satu pengajar di Ponpes. Menanggapi hal ini, mungkin menjadi hal yang semakin menambah keresahan bagi para orangtua yang peduli terhadap masa depan anaknya. Ditambah hal ini terjadi di Ponpes, dimana jamak bagi kebanyakan beranggapan Ponpes telah menjadi alternatif penyelamat bagi anak muda saat ini.

Tapi, setelah pemberitaan baru-baru ini terkait korban Pedofil yang menimpa para santri telah menambah kekhawatiran baru bagi para orang tua. Berharap di Ponpes anak lebih terkondisikan dengan budaya dan segala bentuk rusaknya tatanan kehidupan remaja termasuk kejahatan seksual. Berpisah jauh dengan anak bukan suatu hal yang diinginkan tapi demi menggembleng dan menempa anak-anak, orangtua rela mengikhlaskan berpisah jauh dengan mereka.

Sebaliknya, tentu para ortu tidak akan rela apabila anaknya menjadi salah satu korban pedofil. Dalam hal ini, kita tidak bisa menjadikan pelaku atau lembaga pendidikan menjadi satu-satunya kambinghitam dari persoalan ini.

Persoalan pedofilia ini sudah sering terjadi dengan pelaku, tempat dan modus yang berbeda. Namun kejadian bukan berkurang bahkan semakin menjadi-jadi saja. Terkadang pelaku pedofil pernah menjadi korban yang sama atau bentuk kejahatan seksual yang lain yang menyisakan trauma yang berkepanjangan. Jadi, apabila tak tertangani dengan baik. Kejahatan seksual ini bak virus yang dapat menyebar dan menular kemana-mana disaat tubuh lagi dalam keadaan tak sehat. Disisi lain, hukuman yang diterima pelaku kejahatan seksual pada sistem sekuler kapitalisme tak memberikan efek jera yang ada justru menumbuh suburkan kejahatan seksual terkesan melunak.

Hal ini dapat dilihat dengan kejadian baru-baru ini yang menimpa dunia hiburan. Dimana pelaku disambut bak pahlawan. Tentu, ini menjadi suatu pemandangan yang menunjukkan bahwa kejahatan seksual bukan menjadi sebuah permasalahan besar. Begitupun apabila kita amati, pelaku pedofil kali ini berada dalam lingkungan yang kita ketahui tempat di mana banyak orang menimba ilmu agama Islam.

Dimana Islam adalah seperangkat aturan yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia yang berasal dari sang pencipta yaitu Allah. Permasalahan akan menjadi berbeda ketika Islam hanya dijadikan sebagai Ilmu bukan sebagai sebuah aturan yang diyakini dapat mengatur seluruh aspek kehidupan hingga dapat mempengaruhi tingkah laku bagi yang memahaminya bukan menjadikan orang sekuler.

Sekularisme ini telah menjadi celah berkurangnya atau hilangnya rasa takut seseorang kepada azab Allah. Ketakwaan individu kian tergerus, melemah karena terbius kehidupan yang sekuler. Dari sekularisme ini juga dapat mengantarkan seseorang menjadi individual berkurangnya sensitivitas yaitu kontrol orang disekitar pada perilaku pelaku.

Seperti tingkah laku atau pergaulan yang terjadi antara para siswa dan guru diluar batas atau kewajaran. Kontrol ini tentunya mempunyai pandangan yang sama terkait pemikiran, perasaan serta aturan yang diterjadi. Sehingga melihat kejanggalan yang terjadi mempunyai sikap yang sama.

Semua ini diperlukan bantuan negara agar penanganan maksimal. Negara dalam hal ini mempunyai kemampuan seperti menghentikan media yang berbau porno, mengatur pergaulan sampai memberikan sanksi yang tegas terhadap pelaku kejahatan seksual. Tentunya mekanisme Islam ini akan terlaksana dengan baik jika ada institusi yang melaksanakan syariat Islam secara kafah bukan institusi sekuler liberal yang malah melanggengkan kemaksiatan. Wallahu a’lam bish-shawwab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 15

Comment here