Oleh : Assadiyah (Tim Pena Penulis Ideologis)
wacana-edukasi.com — Sudah dua tahun berjalan pandemi Covid-19 membuat kehidupan rakyat terpuruk, terutama dalam masalah ekonomi. Sudah tidak terhitung lagi jumlahnya, ada berapa banyak rakyat yang terpaksa harus dirumahkan akibat PHK massal, bahkan ada yang sampai harus gulung tikar akibat menurunnya pendapatan. Puncaknya pengangguran meningkat, kemiskinan menjamur.
Dilansir dari bbc.com (17/02/2021) menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah warga miskin di Indonesia meningkat lebih dari 2,7 juta jiwa akibat pandemi Covid-19. Mereka yang masuk kategori miskin – berdasarkan data BPS – adalah yang pengeluarannya di bawah Rp460 ribu per orang atau Rp2,2 juta per keluarga per bulan. Jelas bukan angka yang sedikit. Itu adalah kondisi mayoritas rakyat kalangan bawah. Namun, apa kabar pejabat kalangan atas?
Disaat yang sama, para pejabat justru makin kaya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, sebanyak 70,3 persen harta kekayaan para pejabat negara naik selama setahun terakhir atau di masa pandemi Covid-19. Laporan kenaikan itu tercatat setelah pihaknya melakukan analisis terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) pada periode 2019-2020. (cnnindonesia.com, 07/09/2021.
Adanya kenaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN)
terhadap sejumlah pejabat adalah wajar. Bahkan siapapun itu memikili kemungkinan untuk memperbanyak harta kekayaan. Namun, pejabat seperti ini bukan hanya oknum karena fenomena sejenis terjadi pada banyak orang di berbagai level jabatan.
Dari mana kenaikan harta mereka?
Inilah wajah kapitalisme, membuka lebar para pejabat dan segelintir elit memperkaya diri. Jika kenaikan harta kekayaan itu diperoleh di luar dari tunjangan mereka akan sangat memungkinkan bila kenaikan harta kekayaan diperoleh dari penyalahgunaan jabatan. Misalnya dari hasil suap-menyuap dan korupsi. Tidak menuduh, tapi inilah fakta. Bahkan di masa pandemi tindak pidana korupsi tidak pernah berhenti.
Lagi-lagi adalah hal yang wajar, sebab untuk memperoleh jabatan dalam sistem demokrasi-kapitalis membutuhkan kucuran modal yang tidak sedikit, sehingga dalam masa jabatan potensi melakukan penyelewengan untuk mengembalikan modal adalah sebuah keniscayaan. Korupsi menjadi salah satu jalan pintasnya. Menyaksikan pejabat yang makin kaya di tengah keterpurukan rakyat, wajar jika rakyat makin meringis
Dalam sistem pemerintahan Islam, jabatan dipandang sebagai amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. bukan berupa permainan politik untuk sekedar merebut kekuasaan dalam rangka memperkaya diri.
Nabi saw. bersabda:
Kepala negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggungjawab atas rakyat yang dia urus. (HR. Al-Bukhari)
Maka seorang pemimpin yang memandang kepemimpinannya adalah amanah tentu akan senantiasa menjaga amanah yang dipikulnya. Yakni memelihara semua urusan rakyatnya, berupa menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, menjamin pemenuhan pendidikan, kesehatan dan keamananan rakyatnya.
Bahkan di masa sulit sekalipun, seorang pemimpin harus siap memikul tanggungjawab. Bukan justru sibuk memperkaya diri.
Masa kepemimpinan itu pernah dicontohkan oleh Amirul Mukminin, Umar bin al-Khattab ra. Sebagai pemimpin Negara Islam(Khilafah) di Madinah.
Pada masa itu telah terjadi panceklik di daerah Hijaz. Penduduk pedesaan banyak mengungsi ke Madinah. Mereka tidak lagi memiliki bahan makanan sedikitpun. Mendengar kabar itu, Khalifah Umar ra. dengan cepat menanggapi.
Beliau segera membagi-bagikan makanan dan uang dari Baitul Mal hingga gudang makanan dan kas menjadi kosong. Beliau juga memaksakan diri untuk tidak makan lemak, susu dan makanan enak yang dapat membuat gemuk. Beliau hanya memakan minyak dan cuka, sehingga tidak pernah merasa kenyang. Kondisi ini berlangsung sampai masa panceklik selesai.
Demikianlah keteladanan dari sosok pemimpin yang benar-benar menjadikan kepemimpinan sebagai amanah dari Allah SWT. Sungguh sangat jauh dengan para pemegang jabatan jebolan sistem demokrasi-kapitalis hari ini. Maka dari itu sudah saatnya mencampakkan sistem hari ini, dan menggantinya dengan sistem sahih yakni sistem kepemimpinan Islam.
Views: 30
Comment here