Oleh : Elvana Oktavia, S.Pd
Wacana-edukasi.com — Sejak Pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker) dalam rapat paripurna DPR RI pada Senin (5/10/2020), membuat heboh masyarakat negeri ini karena dinilai membawa dampak buruk. Terutama para buruh. Akibatnya mereka melakukan aksi demonstrasi di sejumlah kota. Massa buruh, mahasiswa dan yang viral disorot di berbagai media adalah para pelajar sekolah, turut serta dalam aksi demonstrasi.
Ternyata aksi para pelajar yang ikut demo tersebut diancam oleh Kepolisian agar nantinya tidak bisa mendapatkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Menurutnya, dengan adanya seperti itu, bermaksud agar dapat memberikan “efek jera” untuk para pelajar yang berdemo. Akan tetali, kebijakan ini justru membuat banyak polemik. Mulai dari KPAI, Kontras, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), hingga pengamat kepolisian. (bbc.com/15/10/2020)
Misalnya dari Komisioner KPAI, Jasra Putra. Beliau mengatakan, pencatatan di SKCK akan membuat pelajar kesulitan bekerja di sektor formal yang mensyaratkan calon pekerjanya bersih dari catatan kriminal. Bukankah kebijakan ini justru mengancam masa depan para pelajar?
Sungguh sangat disayangkan kondisi mereka nantinya akan terancam. Karena apa yang telah mereka lakukan, termasuk poin plus sebagai pemuda yang kritis dan peduli kepada bangsa. Hingga akhirnya sampai turun ke jalan menyuarakan aspirasinya, meskipun masih jauh dari harapan. Misalnya membuat rusuh, anarkis atau sekedar ikut-ikutan tanpa tahu apa maksud ikut berdemo. Tentu kejadian seperti ini terjadi, bisa jadi karena mereka kurangnya edukasi politik yang benar. Semestinya, para pelajar atau pemuda harus diberikan konten politik dengan narasi dan cara yang baik juga. Katanya negeri ini menganut sistem demokrasi. Tapi faktanya, sedikit saja mengkritik begitu mudahnya terkena delik. Kalau seperti itu, bagaimana bisa terwujud pemahaman politik yang benar?
Salahkah Berdemo?
Usia pelajar, adalah usianya para pemuda. Seorang pemuda memiliki peran strategis sebagai lokomotif perubahan. Jadi, seharusnya tidak ada yang salah apabila menyuarakan aspirasi kita. Sudah sepatutnya generasi muda peduli terhadap apa-apa yang menimpa negeri, apalagi yang berpotensi membahayakan kehidupan rakyat dan negara.
Bambang Rukminto, pengamat kepolisian dari Institut for Security Strategic Studies (IseSS) menjelaskan, unjuk rasa bukan pelanggaran hukum.(tirto.id/16/10/2020)
Rasulullah juga pernah mencontohkan aksi atau berkumpul mensyiarkan Islam saat itu di Mekah. Beliau memerintahkan kaum Muslimin membentuk barisan. Mereka mengelilingi Kabah sambil menyerukan takbir. Beliau mendiamkannya yang diartikan sebagai taqrir (menyetujui).
Aksi-aksi demonstrasi tentu haruslah memenuhi adab sebagai muslim. Menjaga kebersihan, ketertiban dan tidak mendzholimi orang lain.
Jadi, tidaklah salah apabila generasi muda melakukan aktivitas politik dan mengoreksi kebijakan penguasa yang tidak berpihak kepada umat. Juga ketika penguasa lalai terhadap tugas utamanya yang mengurusi kepentingan umat.
Tetapi, musim pandemi seperti ini dengan kondisi negeri yang masih belum menampakkan tanda-tanda kapan wabah ini akan berakhir, menjadi serba salah apabila ingin keluar rumah. Apalagi bisa berkumpul dengan massa lainnya untuk menyuarakan aspirasi. Cara lain yang bisa kita lakukan adalah memanfaatkan sosial media dengan senantiasa memahamkan umat tentang bahaya kebijakan ini dan solusi yang solutif dalam mengatasinya.
Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik jihad adalah perkataan yang benar kepada pemimpin yang zalim.” (HR Ahmad, Ibn Majah, Abu Dawud, al-Nasa’i, al-Hakim, dan lainnya)
Saatnya Pemuda Wujudkan Perubahan
Saat terbukti demokrasi dalam sistem kapitalisme ini dinilai gagal menyejahterakan, waktunya para pemuda bergerak. Tegak berdiri melawan kezaliman yang mengancam kedaulatan bangsa. Maksimalkan semua potensi keimanan, kecerdasan, dan keberanian.
Dan harus dipahami, perubahan yang dicapai adalah perubahan yang hakiki. Bukan reformasi yang sebatas berganti-ganti pelakon atau kebijakan yang tambal sulam. Negeri ini butuh reparasi total. Tidak hanya perangkatnya, tapi sistemnya juga.
Perubahan hakiki hanya bisa diraih apabila Islam dijadikan konsep dalam bernegara. Dengan menjadikan syariat Islam sebagai aturannya. Yaitu penerapan Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah.
Wallohualam bishowab
Views: 2
Comment here