Oleh : Nia Umma Zhafran
wacana-edukasi.com, OPINI– Kepala Kementrian Agama, H. Abdurrahim S.Ag., M.Si. membantah tegas isu jual beli kursi Jemaah Haji tambahan 2023 di Kabupaten Bandung. Terkait adanya penambahan calon Jemaah Haji Dari pengajuan 174 orang penambahan kuota haji 2023, kategori Grasi ada 47 orang yang sudah siap melunasi dan memiliki kesiapan mental serta fisik, juga sudah memiliki Paspor.
Jemaah Haji 2023 dari 10 kloter sebanyak 2680 termasuk kuota tambahan dan mutasi ,jumlah jemaah haji yang mutasi sebanyak 109 orang yang berasal dari luar daerah Kabupaten Bandung. Di antara beberapa jemaah Haji yang masuk dalam kuota Tambahan sebanyak 47 jemaah, antara lain Hj. Eti, Uka suska, Saeful Bahri, Fauzan (anak Bupati Bandung), serta beberapa orang saudara Bupati, ada KBIHU, dan mereka semuanya menyatakan siap melunasi yang rata rata satu pasangan untuk pelunasan sebesar kurang lebih Rp. 58 rupiah. (BandungRaya.Net, Senin (10/07/2023))
Ibadah haji adalah syariat yang diturunkan Allah SWT kepada hamba-Nya. Ibadah haji adalah bagian dari rukun Islam ke-5, yang difardhukan kepada setiap muslim yang memiliki kemampuan untuk menunaikannya baik secara fisik maupun materi. Setiap muslim pasti menginginkan dapat melaksanakan ibadah haji ke tanah suci.
Namun, liku-liku dan perjuangan calon jemaah haji tidaklah mudah tersebab besarnya biaya serta panjangnya antrean hingga tahunan. Panjangnya antrean keberangkatan haji selalu menjadi rebutan para calon jamaah. Bahkan, tak jarang terdengar istilah jual beli agar dapat berangkat ke Tanah Suci lebih cepat dari jadwal semestinya.
Isu jual-beli kursi pun menjadi perbincangan tiap tahunnya. Meski para pengelola pelaksana haji dan kemenag membantah hal itu, apa dipastikan tidak ada oknum? bagi orang awam yang tidak mengerti prosedur pemberangkatan, menjadi sasaran empuk oleh orang yang menawarkan jasa membantu mempercepat keberangkatan dengan imbalan uang. Seperti diberitakan media massa nasional maupun daerah, imbalan berkisar Rp 10-15 juta. Isu kecurangan ibadah haji pernah terjadi pada pelaksanaan tahun 2010. Modus kecurangan yang digunakan dengan memalsukan dokumen calon jemaah haji (CJH) yang telah meninggal dunia. Kantor Kemenag Pamekasan, Jawa Timur menginfokan di tahun 2011, di beberapa daerah mencuat kasus serupa. Daerah di antaranya, Pamekasan, Pasuruan, Mojokerto dan Kediri. (Kominfo.jatim)
Problematika lainnya yang terjadi pada jemaah haji di negeri ini selalu mencuat dalam publik tiap tahunnya. Mulai dari biaya haji, pendaftaran haji, akomodasi dan transportasi jamaah haji, pengelolaan dana haji (Dana Abadi Ummat ) hingga gagalnya sejumlah calon jamaah haji berangkat ke tanah suci. Hal ini, menunjukkan sangat tidak profesionalnya Depag menangani haji. Cukup beralasan, jika adanya indikasi tuduhan masyarakat bahwa haji itu selama ini dijadikan sebagai lahan untuk bisnis yang menggiurkan dan menjanjikan. Pengelolaan haji yang begitu carut marut hanya ada dalam sistem sekuler kapitalisme. Para penguasa hanya berusaha sebagai regulator tanpa mampu memberikan pelayanan terbaik. Sistem Kapitalisme hanya melihat segala sesuatunya dari segi materi dan berlandaskan asas manfaat. Dimana yang diharapkan adalah profit atau mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Dan Sekulerisme adalah memisahkan agama dari kehidupan. Maka tidak dapat ter-elakkan terjadinya praktek jual beli kursi bagi calon jemaah haji. Hal itu dapat dilakukan oknum baik dari Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH), pegawai Kantor Agama, atau calo.
Berhaji merupakan rangkaian ibadah. Negara tidak boleh terjebak pada hitung-hitungan untung dan rugi dalam melakukan pelayanan dan pelaksanaan ibadah haji kepada masyarakat. Karena, Negara berkewajiban memberi kemudahan bagi setiap muslim dalam melaksanakan ibadah haji. Kewajiban tersebut akan terlaksana dengan baik jika pengaturan haji kembali pada sistem Islam secara menyeluruh (kaffah).
Sistem Islam berbeda jauh dengan sistem kapitalisme. Islam menempatkan negara sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Sabda Nabi saw.
“Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR Bukhari).
Negara memiliki amanah dalam memenuhi kebutuhan umat serta membantu mereka dalam melaksanakan seluruh kewajibannya, termasuk pelaksanaan ibadah haji. Semua ini dilakukan demi melaksanakan tanggung jawabnya sebagai pelayan, bukan semata pertimbangan untung rugi.
Dalam perhitungan kebutuhan anggaran memang menjadi perkara yang tidak bisa dihilangkan dan menjadi hak yang perlu diperhatikan. Namun, bukan berarti mengabaikan kesejahteraan umat. Oleh karena itu, setiap kebijakan negara Islam (Khilafah) harus senantiasa memperhatikan tanggung jawab pengurusan masalah umat.
Beberapa langkah yang dilakukan oleh Khilafah terkait urusan pelaksanaan ibadah haji.
Pertama, pemimpin (Khalifah) menetapkan orang khusus yang diamanahi untuk memimpin dan mengelola pelaksanaan haji dengan sebaik-baiknya.
Kedua, besaran ongkos ibadah haji akan disesuaikan dengan biaya yang dibutuhkan oleh para jemaah sehingga tidak memberatkan mereka.
Ketiga, khalifah berwenang untuk mengatur kuota haji dan umrah. Para calon jemaah yang belum pernah berhaji akan mendapat prioritas. Kebijakan ini akan mengurangi masa antrean keberangkatan haji.
Keempat, para Jemaah hanya membawa identitas diri atau paspor karena kaum muslim berada dalam satu kesatuan wilayah.
Kelima, Khalifah akan membangun berbagai sarana dalam memudahkan dan kenyamanan para jemaah.
Pelaksanaan ibadah haji oleh Khilafah memang terjamin dan terbukti dalam catatan sejarah betapa seriusnya Khilafah mengurusi masalah ibadah haji ini. Salah satu contoh adalah pada Khalifah Aabasiyah Harun ar-rasyid membangun jalur haji dari irak hongga hijaz. Di masing-masing titik pun pos layanan umum yang menyediakan logistik termasuk dana zakat bagi jemaah yang kehabisan bekal. Dan pembangunan sarana transportasi massal dari Istanbul, Damaskus, hingga Madinah untuk mengangkut jemaah haji pada masa Khilafah Utsmani, Sultan Abdul Hamid II, yang populer dikalangan masyarakat dengan sebutan Hijaz Railway.
Khilafah benar-benar memastikan urusan umat terselenggara dengan baik. Apalagi dalam melayani tamu tamu Allah sesuai syariat Islam. Paradigma Kapitalisme dalam pengurusan umat hanya menimbulkan masalah yang tidak ada ujungnya. Karena paradigma kapitalisme meniscayakan pencampuradukan antara yang hak dan kebatilan. Ibadah haji merupakan pokok ajaran Islam bukan perkara remeh. Hanya Khilafah yang mampu menjadikan pelayanan tanah suci yang sebenarnya. Hidup dalam naungan Khilafah seharusnya menjadi kerinduan terbesar umat Islam hari ini. Maka perjuangan menegakkannya adalah sebuah kepastian.
WalLaahu ‘alam bisshowab
Views: 13
Comment here