Opini

Pelegalan Alat Kontrasepsi bagi Anak Sekolah dan Remaja Menuai Kritikan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Misdalifah Suli, M.Pd. (Tim Pena Ideologis Maros)

Wacana-edukasi.com, OPINI– Baru-baru ini pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah atau disingkat PP yang cukup kontroversi. Peraturan tersebut adalah PP Nomor 28/2024 mengatur pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan. Peraturan ini mengatur layanan kesehatan reproduksi bagi anak usia sekolah dan remaja. Secara lebih rinci, pelayanan kesehatan reproduksi dijabarkan dalam Pasal 103 ayat 4 yang berbunyi, “Pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: a. Deteksi dini penyakit atau skrining; b. Pengobatan; c. Rehabilitasi; d. Konseling; dan e. Penyediaan alat kontrasepsi.” (Nasional.tempo.co.id, 08/08/2024)

Berbagai pihak telah melayangkan kritikan terhadap peraturan ini. Dilansir dari Nasional.tempo.co.id, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia atau JPPI, Ubaid Matraji mengatakan bahwa aturan ini perlu dicabut dan didiskusikan sebab aturan ini sangat kontradiktif dengan tatanan sosial di sekolah dan juga merusak moral anak-anak. Menurut Ubaid, anak remaja membutuhkan edukasi pendidikan kesehatan reproduksi bukan kebutuhan alat kontrasepsi. Senada dengan itu, anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher juga menolak peraturan tersebut, Netty mengatakan bahwa pada pasal 103 ayat 4 disebutkan bahwa dalam hal pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja ada penyebutan penyediaan alat kontrasepsi. Menurut Netty, aneh kalau anak usia sekolah dan remaja mau dibekali alat kontrasepsi. Apakah dimaksudkan untuk memfasilitasi hubungan seksual diluar pernikahan?.

Meski menuai banyak protes, namun pihak pemerintah dalam hal ini Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengatakan tidak ada rencana merevisi aturan tersebut. Kementerian Kesehatan hanya meluruskan bahwa pemberian alat kontrasepsi yang dimaksud dalam peraturan tersebut diperuntukkan bagi mereka yang sudah menikah. Plt Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi memberikan penjelasan tambahan bahwa alat kontrasepsi yang dimaksud dalam PP tersebut bukan untuk mencegah kehamilan remaja yang belum menikah, tetapi kontrasepsi untuk pasangan usia subur. Lebih lanjut, Nadia menjelaskan bahwa banyak anak usia 12 atau 15 tahun yang sudah dinikahkan. Inilah yang menjadi sasarannya (Kompas.com, 06/08/2024).

Tak dipungkiri memang, banyak dari anak usia remaja yang sudah dinikahkan. Dilansir dari www.dpr.go.id, BKKBN Jawa Timur mencatat ada sekitar 15.212 permohonan dispensasi pernikahan dengan 80 diantaranya karena permohonan telah hamil. Selain itu, Pengadilan Tinggi Agama Semarang Jawa Tengah juga mencatat ada 11.392 kasus dispensasi nikah di Jawa Tengah selama tahun 2022. Sebagian besar disebabkan hamil diluar nikah. Data yang sama juga didapatkan di Lampung dengan 649 kasus dan kota Bima NTB 276 kasus (02/02/2023).

Jika alasan ini yang mendasari hingga terbitlah peraturan yang melegalkan alat kontrasepsi. Maka pertanyaan selanjutnya, apakah peraturan ini efektif untuk menjaga kesehatan reproduksi para remaja yang menikah di usia dini? Ataukah justru menambah masalah seperti maraknya pergaulan bebas?

Peraturan yang dilegalkan ini ibarat tambal sulam. Penggunaan alat kontrasepsi secara medis memang mampu menjaga kesehatan reproduksi termasuk mencegah penularan HIV/AIDS, akan tetapi membuka ruang perilaku seks bebas dikalangan remaja. Data dispensasi nikah akibat hamil duluan (seks bebas) cukup tinggi sebelum alat kontrasepsi dilegalkan dan besar kemungkinan perilaku tersebut akan semakin digemari setelah ada izin penggunaan alat kontrasepsi.

Masalah pergaulan bebas dan kesehatan reproduksi dikalangan remaja tidak akan tuntas sepenuhnya jika pemangku kebijakan hanya menyelesaikan masalah cabang. Akar dari permasalahan yang menimpa remaja saat ini adalah penerapan sistem rusak. Negeri ini mengadopsi sistem sekularisme kapitalisme. Sistem yang meniadakan peran agama dalam menjalani kehidupan dan menjadikan materi sebagai standar perbuatan.

Kesehatan reproduksi remaja akan baik-baik saja jika remaja tidak melakukan seks bebas. Namun, perilaku seks bebas ini tidak dipandang sebagai kejahatan dalam sistem kapitalis sekular, yang ada malah difasilitasi dan disupport dengan alasan kebebasan berperilaku. Regulasi sistem kapitalisme menjadikan pelegalan alat kontrasepsi ini sebagai peluang keuntungan bagi para pengusaha yang memproduksinya. Begitulah kebobrokan dari sistem yang diterapkan.

Sistem kapitalisme sekularisme telah nyata merusak kehidupan manusia terutama para remaja, maka tak patut untuk diterapkan terus-menerus. Sudah saatnya sistem ini diganti dengan sistem yang baik lagi benar yakni sistem Islam. Dalam sistem Islam, pemimpin berperan sebagai raa’in atau pengurus umat dan junnah atau pelindung. Rasulullah SAW. bersabda: “Imam adalah raa’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya” (H.R Bukhari). Dengan demikian, negara secara jelas menggunakan kekuasaannya untuk mengurus dan menjaga rakyatnya agar tetap berpegang teguh pada syariat Islam.
Pemimpin menjalankan hukum Allah atas rakyat dan bertanggungjawab langsung atas kepemimpinannya. Karena itu, negara tidak boleh membuat peraturan yang bertentangan dengan syariat Islam seperti melegalkan perzinaan.

Negara wajib membangun kepribadian Islam pada setiap individu rakyat. Untuk mewujudkannya, negara akan menerapkan sistem pendidikan Islam. Pengajaran yang diberikan kepada rakyat harus menjauhkannya dari paham-paham yang bisa merusak aqidah umat Islam seperti kapitalisme, sekularisme, liberalisme dan lain-lain.
Rakyat akan diberi pandangan yang sahih tentang hidup yakni kebahagiaan hakiki adalah meraih ridha Allah SWT sehingga generasi hanya akan beramal jika dia memahami amal tersebut tidak bertentangan dengan syariat dan ia akan menyibukkan diri dalam ketaatan kepada Allah SWT seperti menuntut ilmu agama dan sains teknologi. Negara akan melakukan edukasi melalui berbagai sarana terkhusus media. Media berada dalam kontrol negara dimana tayangan yang dibolehkan hanya tayangan yang membangun keimanan masyarakat. Tayangan-tayangan yang membangkitkan syahwat seperti adegan pacaran, pornoaksi, pornografi, dan lain-lain akan dilarang secara mutlak.

Negara akan menerapkan sistem sanksi sesuai Islam yang bersifat tegas dan menjerakan sehingga mampu mencegah masyarakat melakukan kemaksiatan dan berperilaku sesukanya atau liberal. Demikianlah penjagaan generasi dan masa depan cemerlang generasi hanya akan terwujud dalam negara yang menerapkan sistem Islam secara menyeluruh. _Wallaahu a’lam bisshowab._

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 45

Comment here