Penulis: Neneng Sriwidianti (Pengasuh Majelis Taklim dan Member AMK
“Sesungguhnya Kamilah yang menjaga Al-Quran, dan Kami (pula) yang memeliharanya.” (TQS. Al-Hijr [15]: 9)
Dilansir dari detiknews.com, terjadi kasus pembakaran Al-Quran di kota Malmo, Swedia. Aksi ini dilakukan oleh aktivis sayap kanan garis keras Denmark, Stram Kurs, Rasmus Paludan. Paludan selama ini dikenal sebagai anti Islam. Tahun lalu, Paludan juga sempat membuat geger ketika membakar Al-Quran yang dibungkus dengan daging (28/8/2020)
Kasus-kasus penghinaan terhadap Al-Quran, Islam, dan umat Islam terus berulang. Ironisnya, sebagian besar umat Islam masih diam dan tidak berkutik, terlena dalam tidur panjangnya dibuai dekapan ashobiyah yang haram.
Kasus-kasus penghinaan terhadap Al-Quran akan terus terjadi selama masih bertahan dengan sistem demokrasi. Kebebasan berekspresi yang dianut sistem ini menjadi senjata bagi pelaku, dengan dalih Hak Azasi Manusia. Mereka akan terbebas dari hukuman, karena negara akan menjadi pelindung terhadap kejahatannya. Inilah peran ganda yang dimiliki Barat. Munculnya aksi-aksi sejenis menggambarkan kegagalan sistemik untuk menjamin keadilan dan kebebasan beragama.
Perdana Menteri (PM) Norwegia, Erni Solberg merupakan salah satu tokoh pejabat yang menganggap aksi pembakaran Al-Quran sebagai bentuk kebebasan berekspresi. Menurutnya, kebebasan berekspresi dijunjung tinggi di negaranya. Ia tak bisa melarang apa yang dilakukan oleh warga negaranya, termasuk ketika ada kasus pembakaran Al-Quran.
Mirisnya, aksi pembakaran ini disikapi biasa saja oleh penguasa Muslim di dunia. Mereka hanya mengeluarkan kecaman atas pembakaran tersebut. Padahal, yang dibutuhkan saat ini adalah aktivitas yang nyata untuk menghentikan penghinaan yang terus berulang terhadap Islam dan ajarannya. Dunia Islam saat ini juga tersekat antar bangsa-bangsa yang membatasi suatu negara untuk ikut campur urusan internal negara yang lain, meskipun masih satu aqidah.
Sistem kapitalisme-demokrasi adalah cikal bakal dari semua pelecehan yang terjadi secara sistematis ini. Sistem ini telah memberikan hak membuat hukum kepada manusia yang sifatnya lemah, penuh kepentingan, tidak bisa berdiri sendiri dan butuh kepada pertolongan yang lain.
Sejatinya yang berhak membuat hukum itu hanyalah Allah Swt. yang Maha Mengetahui. Karena itu, sampai kapan pun sistem ini tidak akan berpihak kepada Islam, karena tabiatnya yang rusak dari asasnya. Saatnya umat mencampakkan kapitalisme yang sudah menimbulkan berbagai kerusakan dari awal kemunculannya.
Kebutuhan terhadap institusi serta sistem yang mampu menjaga kemuliaan agama adalah sebuah keniscayaan yang mendesak. Hanya khilafah yang mampu melakukannya.
Sistem khilafah dan seorang khalifah yang akan menjaga Islam maupun agama yang lain dari segala macam penghinaan. Seorang khalifah akan mengerahkan segala upayanya untuk melindungi Islam sampai tetes darah terakhir. Khalifah akan mengirim pasukan yang banyak untuk menghentikan setiap pelaku penghinaan.
Sebagaimana Khalifah Abu Bakar As Siddiq ra. yang memerangi nabi palsu, begitu juga Khalifah al-Mu’tasim Billah yang mengirim pasukan untuk melindungi seorang budak wanita yang dilecehkan, serta Khalifah Abdul Hamid yang mengancam akan mengirim pasukan ketika mendengar rencana pementasan teater yang menghina Nabi Saw. Inilah fungsi khalifah sebagai perisai.
“Sesungguhnya al-Imam (khalifah) itu (laksana) perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di bekangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan kekuasaannya. Jika seorang Imam (khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, lmaka dia (khalifah) mendapatkan pahala lkarenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu lDawud, Ahmad)
Islam juga mempunyai sistem sanksi yang diberlakukan oleh negara bagi para pelaku penghinaan terhadap Islam. Sanksi inilah yang akan menjadi efek jera bagi siapa pun yang melakukan pelecehan termasuk oknum yang membakar kitab suci Al-Quran di Swedia.
“Para ulama sepakat bahwa barang siapa yang menghina Al-Quran, atau menghina sesuatu dari Al-Quran, atau menghina mushaf, atau melemparkannya ke tempat kotoran, atau mendustakan suatu hukum atau berita yang dibawa Al-Quran, atau menafikan sesuatu yang telah ditetapkan Al-Quran, atau menetapkan sesuatu yang telah dinafikan oleh Al-Quran, atau meragukan sesuatu dari yang demikian itu, sedang dia mengetahuinya, maka dia telah kafir.” (Imam Nawawi, Al Majmu’, Juz II, hlm. 170)
Demikian pula jika non muslim yang melakukan penghinaan terhadap Al-Quran, maka hukumannya adalah hukuman mati, sama dengan hukuman untuk orang muslim yang menghina Al-Quran, berdasarkan kesamaan kedudukan non muslim dan muslim di hadapan hukum Islam dalam khilafah.
Khilafah satu-satunya sistem yang bisa mewujudkan hukuman tersebut. Sehingga kasus-kasus penghinaan terhadap Al-Quran tidak akan terjadi lagi selamanya. Walaupun kita mengetahui, sekuat apa pun mereka berusaha untuk menghancurkan Al-Quran, mereka tidak akan mampu melakukannya karena Al-Quran dijaga langsung oleh Allah Swt. yang menurunkannya.
Oleh karena itu, marilah kita segera memperjuangkan tegaknya kembali khilafah yang terakhir. Hanya institusi inilah yang bisa menjaga Al-Quran secara hakiki. Tugas kita hari ini adalah mengeluarkan khilafah dari puing-puing peradaban. Tidak lama lagi janji Allah akan tegaknya khilafah akan segera terwujud. Aroma harumnya kebangkitan Islam sudah merebak. Allahu Akbar.
Wallahu a’lam bishshowab
Views: 44
Comment here